Demikian penegasan ketua tim tujuh, Ibu Pdt. Ketty Yabansabra, saat menggelar jumpa pers bersama wartawan, Senin (15/10) kemarin di kantor Dewan Adat Papua, Expo, Waena, Jayapura Papua.
Menurut Ibu Yabansara, dirinya bersama tujuh orang lain telah diutus oleh presiden NFRPB, Forkorus Yaboisembut, untuk menemui para petinggi Negara Indonesia pada tanggal 14 Agustus lalu, sekaligus menunjuk dirinya sebagai ketua panitia peringatan satu tahun KRP III.
Lanjutnya, sejak KRP III dilangsungkan, rakyat Papua sudah memiliki status politik dan status hukum yang jelas. “Status politiknya, atau secara defakto adalah Papua sudah memiliki sebuah Negara dengan nama Negara Federal Republik Papua Barat.
Sedangkan status hukumnya, atau secara dejure adalah Papua terus mendorong segala agenda dan usaha di dunia internasional untuk mendapat pengakuan dari Negara-negara anggota PBB terutama Negara Indonesia sebagai anggota PBB,†jelasnya lagi.
Dikatakan juga, langkah-langkah kongkrit yang dilakukan ke luar negeri terus dilakukan oleh pihak sekertaris Negara dan untuk didalam negeri, oleh presiden secara berturut-turut telah mengutus dua tim untuk menjumpai para petinggi Negara Indonesia di Jakarta.
“Tim pertama datang ke Jakarta untuk menemui presiden untuk menjumpai menteri sekertaris Negara pada tanggal 14 agustus 2012 lalu dalam rangka memperkenalkan keberadaan Negara federal republic Papua barat dan juga mengantar buku renungan new york agreement kelabu.
Dan pada tanggal 19 oktober 2011 lalu adalah pemulihan terhadap Negara Papua yang dibentuk melalui dewan nasional Papua yang dianeksasi oleh Negara Indonesia pada tahun 1961 silam,†tuturnya.
Tim kedua, lanjut Ibu Yabansara, presiden Yaboisembut menugutus lagi tujuh orang yang dinamakan tim tujuh dengan mengambil buku yang sama yang berjudul “Perenungan New York Agreement Kelabu†dan buku yang kedua adalah buku yang isinya adalah aturan-aturan tentang penataan sistem pemerintahan secara struktural dari presiden sampai distrik-distrik yang diambil dari kearifan lokal di tanah Papua.
“Dengan demikian pada tanggal 19 oktober mendatang NFRPB akan memperingati 1 tahun pemulihan Negara Papua barat yang dipulihkan dalam KRP III lalu,†katanya.
“Dan kami berharap kesediaan hadirnya presiden Negara Indonesia dalam peringatan hari pemulihan kemerdekaan bangsa Papua barat itu.
Kegiatan peringatannya akan dilakukan dalam bentuk doa bersama dan pada saat yang sama juga akan dikibarkan bendera merah putih dan bendera bintang fajar secara sejejar dan bersamaan.
Kami berharap jika presiden tidak ikut peringatan hari pemulihan emerdekaan bangsa Papua barat itu maka itu kami mengerti dan berharap supaya SBY bisa mengutus perwakilannya untuk ikut menyaksikan kegiatan peringatan itu.
Rencananya kegiatan peringatan dalam bentuk doa bersama akan dilakukan pada tanggal 19 oktober mendatang dan akan dilaksanakan di makam Theys, Sentani, Papua.
ARNOLD BELAU