ArsipWarinussy: Komnas HAM Tidak Konsisten Dengan Pernyataan Sendiri!

Warinussy: Komnas HAM Tidak Konsisten Dengan Pernyataan Sendiri!

Jumat 2015-01-09 23:49:15

MANOKWARI, SUARAPAPUA.com — Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian, dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan CH Warinussy menilai, dalam menangani persoalan Paniai, Komnas HAM tidak konsisten dengan pernyataannya sendiri.

“Saya terkaget-kaget ketika membaca berita kalau Komnas HAM di Jakarta membentuk Tim Penyelidikan Pelanggaran HAM Berat, yang sama sekali tidak sejalan dengan amanat UU Nomor 20 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM),” ujar Warinussy, dalam siaran pers kepada suarapapua.com, Jumat (9/1/2015). (Baca: Jokowi Berkeinginan Dialog Dengan Masyarakat Papua).

 

Menurut Warinussy, karena amanat pasal 1 ayat (5) dari UU Pengadilan HAM mengatakan bahwa penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidiki untuk mencari dan menemukan ada tidaknya suatu peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran HAM berat, guna ditindaklanjuti dengan penyidikan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan atau yang diatur dalam hukum.

 

“Kegiatan penyelidikan (investigasi) tersebut merupakan tugas Komnas HAM sebagaimana digariskan dalam pasal 18 ayat (1) UU Pengadilan HAM, dan dalam ayat (2) nya disebutkan bahwa dalam konteks pelaksanaannya, Komnas HAM dapat membentuk Tim Ad Hoc yang terdiri dari anggota Komnas HAM dan unsur masyarakat.” (Baca: Komnas HAM RI Resmi Bentuk Tim Penyelidikan Pelanggaran HAM di Paniai).

 

Menurut Warinussy, di dalam penjelasan pasal 18 tersebut dikatakan bahwa unsur masyarakat adalah tokoh dan anggota masyarakat yang profesional, berdedikasi tinggi, dan menghayati di bidang hak asasi manusia. (Baca: Ini Nama-nama Anggota Tim Penyelidikan Pelanggaran HAM Paniai).

 

Hal tersebut sangat urgen, karena menurut Warinussy, erat kaitannya dengan kewenangan penyelidik yang diatur secara rinci di dalam pasal 19 dari UU No. 26/2000, yang antara lain memanggil pihak pengadu, korban atau pihak yang diadukan untuk dimintai dan didengar keterangannya.

 

Termasuk, melakukan pemanggilan dan mendengar keterangan saksi-saksi, maupun meninjau dan mengumpulkan keterangan di tempat kejadian dan di tempat lain yang dianggap perlu. (Baca: Komnas HAM Harus Bentuk KPP-HAM, Bukan Tim Penyelidikan untuk Pemantauan).

 

“Pokoknya semua kewenangan tersebut menurut penjelasan pasal 19 adalah rangkaian tindakan Komnas HAM dalam lingkup pro justisia atau untuk keadilan.” (Baca: Waker Cs Dikejar Sampai ke Neraka, Bagaimana dengan Serdadu Penembak 4 Warga di Paniai?).

 

Dengan bertolak dari semua hal diatas, menurut Warinussy, selain para anggota Komnas HAM, juga mereka yang dipilih dalam sebuah Tim Ad Hoc harus sesuai ketentuan perundangan adalah berasal dari unsur masyarakat.

 

“Jadi bukan dari pihak-pihak yang diduga keras menurut laporan investigasi awal Komnas HAM sendiri yang dipimpin Maneger Nasution belum lama ini adalah TNI dan atau Polri.” (Baca: Neles Tebay: Pelaku Penembakan di Timika Cepat Diketahui, Sedangkan di Paniai?).

 

Sehingga, menurut Warinussy, dari sisi hukum, Komnas HAM sudah melakukan pelanggaran serius terhadap amanat aturan perundang-undangan yang berlaku dan sepertinya ada “intervensi” yang sangat kuat dari luar Komnas HAM untuk membentuk bukan Komisi Penyelidik Pelanggaran HAM, melainkan semacam Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF), yang setidaknya melibatkan pihak “pelaku” dugaan pelanggaran HAM Berat itu juga.

 

“Ujungnya kelak bisa dibayangkan bahwa upaya penemuan fakta yang benar, adil dan tidak memihak sebagaimana dimaksud dalam amanat pasal 19 dan pasal 20 UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM bakal sulit terpenuhi, apalagi bisa menyeret para pelakunya ke depan pengadilan HAM.” (Baca: Jokowi Pidato Soal Paniai, Ini Pendapat Franz Magnis-Suseno).

 

“Ini saya katakan karena terkait erat dengan tugas Komnas HAM sebagaimana disebutkan dalam pasal 20 ayat (1) dan ayat (2) UU Pengadilan HAM, bahwa dalam jangka waktu singkat, yaitu tujuh hari Komnas HAM harus bisa mendapat bukti permulaan yang cukup bahwa telah terjadi peristiwa pelanggaran HAM yang Berat dalam kasus penembakan warga sipil di Enarotali, Paniai,” kata Warinussy.

 

Dengan demikian, menurut Warinussy, unsur profesional sangat dibutuhkan pada anggota Tim Ad Hoc, dan tidak cukup hanya berintegritas tinggi, berdedikasi tinggi dan menghayati di bidang HAM saja. (Baca: Jokowi Sesalkan Peristiwa Kekerasan di Kabupaten Paniai).

 

Unsur profesional, kata Warinussy, terkait dengan aspek pendidikan dan pengalaman kerja di bidang HAM, setidak-tidaknya sebagai Pembela dan atau Pekerja HAM dan atau advokat Pembela HAM, baik di tingkat nasional, maupun lokal di Tanah Papua.

 

“Saya tetap mendesak Komnas HAM untuk bertitik tolak dari sambutan Presiden Jokowi pada perayaan Natal Nasional, yang menginginkan segera penyelesaian tindakan kekerasan di Paniai,” katanya.

 

Ditambahkan, Komnas HAM sebagai lembaga Negara yang diberi wewenang penuh oleh UU untuk melakukan tindakan penyelidikan, harus memastikan bahwa telah terjadi Pelanggaran HAM sesuai amanat pasal 7, pasal 8 dan atau pasal 9 UU No. 26/2000.

 

OKTOVIANUS POGAU

Terkini

Populer Minggu Ini:

Kapendam Cenderawasih: Potongan Video Masih Ditelusuri

0
"Apabila benar itu pelakunya prajurit TNI, maka prajurit tersebut akan ditindak tegas dan diproses secara hukum untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, karena TNI seperti lembaga atau institusi lainnya yang juga menjunjung tinggi Hukum dan HAM," tegasnya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.