Minggu 2012-04-29 10:56:30
Itu karena terlalu banyak informasi yang berasal dari instansi pemerintah atau perusahaan, dimana mereka selalu menggambarkan MIFEE sesuai dengan kepentingan mereka masing-masing,†tulis awasmifee.org dalam pengantar.
Laporan setebal 48 halaman tersebut mengutip sumber-sumber dari warga, lembaga swadaya masyarakat, media lokal Papua, nasional Indonesia atau media bisnis, pemerintah daerah dan pusat Jakarta serta web-web perusahaan.
“Walaupun di Papua sudah ada beberapa perkebunan beroperasi, MIFEE adalah skala yang jauh lebih luas. MIFEE adalah semacam pintu masuk untuk industri kebun di Papua yang akan merugikan masyarakat seluruh Tanah Papua,†tulis laporan ini.
Diharapkan, ada aksi advokasi lanjutan setelah membaca laporan yang disusun untuk memberikan pemahaman tentang kehadiran mega-proyek MIFEE yang banyak memberikan manfaat negatif terhadap masyarakat adat.
“Inisiatif ini kami ambil sendiri, tanpa hubungan dengan program LSM apapun. Kami mendapat inspirasi untuk melakukan riset ini, maka kami juga berharap tulisan ini akan menjadi sumber inspirasi.â€
Dalam laporan tersebut dibagi beberapa bagian, yakni, posisi dan keberadaan masyarakat adat Malind; profile MIFEE; laporan dari masyarakat desa yang terkena dampak langsung dari kehadiran MIFEE; dan profile-profile perusahaan yang menanamkan investasi di Merauke.
Laporan dengan judul “Serangan Agribisnis di Papua Barat: Menelusuri Merauke Integrated Food and Energy Estate†merupakan sebuah upaya untuk menggambarkan status MIFE di tahun 2012.
MIFEE adalah sebuah mega-proyek. Lebih dari sejuta hektar direncanakan menjadi perkebunan atau lahan pertanian bersifat industri, yang menjadi ancaman bagi rakyat maupun lingkungan hidup di Papua selatan.
Perusahaan Indonesia maupun asing sudah mengklaim lahannya masing-masing. Orang Malind, penduduk asli hutan itu, ditawarkan ganti rugi yang sangat sedikit untuk menggantikan hutan yang merupakan sumber kehidupan bagi mereka dan leluhur mereka selama banyak abad.
OKTOVIANUS POGAU