ArsipLagi, Buku Soroti Pelanggaran HAM Papua Diluncurkan

Lagi, Buku Soroti Pelanggaran HAM Papua Diluncurkan

Rabu 2013-04-03 09:10:30

PAPUAN, Jakarta — Bertempat di Aula Media Center, Kantor Dewan Pers, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, telah diluncurkan sebuah buku baru terkait hak asasi manusia di tanah Papua, dengan judul “Mati atau Hidup”, sub judul “Hilangnya Harapan Hidup dan Hak Asasi Manusia di Papua”, karya Sekertaris Jenderal Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua (AMPTPI), Markus Haluk.

Menurut penulis, buku tersebut menggambarkan situasi hak asasi manusia di Papua selama empat belakangan, bahwa tensi pelanggaran HAM bukan semakin menurun, namun justru semakin meningkat secara drastis.

“Padahal, presiden SBY sendiri dalam banyak kesempatan telah menyatakan akan menyelesaikan masalah Papua dengan jalan damai, dialog, dan tidak melakukan pendekatan keamanan, namun kenyataan dilapangan lain, pelanggaran HAM justru semakin meningkat,” ujar Haluk.

Dikatakan, tujuan penulisan buku tersebut juga untuk mengajak simpati dari siapa saja yang selama ini peduli pada situasi konflik di Papua, dan agar bisa membantu untuk mengatasi situasi konflik tersebut.

Selain itu, menurut penulis, judul buku tersebut sengaja mengajak pembaca untuk merenungkan situasi Papua, sebab kondisi rakyat Papua saat ini adalah dalam keadaan siap mati, dan akan mati, walau yang berhak menentukan mati adalah Tuhan sendiri.

“Pemerintah Indonesia bangga jika menghilangkan nyawa orang Papua, padahal nyawa ada di tangan Tuhan, ini situasi dan kondisi rill yang terjadi di Papua,” ujar penulis, yang juga alumnus Sekolah Tinggi Fajar Timur, Abepura, Papua.

Sementara itu, Haris  Azhar, Kordinator KontraS mengapreasiasi usaha dan kerja penulis untuk menggambarkan situasi Papua melalui sebuah karya tulisan.

“Ini langkah baik, dan perlu diikuti oleh siapa saja yang peduli pada persoalan di Papua,” tegas Hariz, yang juga jadi moderator dalam sesi peluncuran buku, Rabu (3/4/2013) siang tadi.

Sedangkan menurut Komisioner Komnas HAM RI, Otto Syamsuddi Ishak, kekurangan yang ia temui dalam penulisan buku tersebut adalah tidak ditemuinya bagian yang memaparkan tentang kesalahan pemerintah daerah, sebab mereka bagian dari subjek pelaku pelanggaran HAM di Papua.

“Kalau dibidang Sosial dan Politik, saya setuju negara sebagai aktor, tapi perlu ingat bahwa di Ekonomi, Sosial dan Budaya, pemerintah daerah justru pelaku utama pelanggaran HAM, dan saya tidak lihat buku ini membahas kesalahan pemerintah,” ujar Otto.

Karena itu, Otto meminta, dalam penulis buku, perlu kesalahan pemerintah daerah juga perlu diungkap, agar dapat lebih fair, tidak hanya menyerang pemerintah pusat semata.

Selain menggelar acara peluncuran buku dengan menghadirkan pembicara, Yoris Raweyai, anggota Komisi 1 DPR RI, Adriana Elisabeth dari Lembaga Ilmu Pengatahuan Indonesia (LIPI),  dan Otto Syamsuddin Ishak, Komisioner Komnas HAM, sebelumnya telah dilakukan jumpa pers terkait penulisan buku tersebut.

Dalam jumpa pers, tampak hadir juga Ketua Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua (PGBP), Pdt. Socratez Sofyan Yomna, Yosepha Alomang, Direktur Eksekutif Yayasan Hak Asasi Manusia Anti Kekerasan (YAHAMAK), Sinung aktivis dari KontraS, serta beberapa mahasiswa Papua di Jakarta.

OKTOVIANUS POGAU

Terkini

Populer Minggu Ini:

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.