ArsipArsitektur Katedral Jayapura; “Local Wisdom” dan Semangat Inkulturasi Budaya Papua

Arsitektur Katedral Jayapura; “Local Wisdom” dan Semangat Inkulturasi Budaya Papua

Minggu 2014-10-05 11:04:00

Melihat bangunan Gereja Katedral Kristus Raja Jayapura, Papua, yang unik ini, kekhasan budaya Papua langsung tergambar di dalamnya.

Oleh: Ir. H. Amir Salipu, MT, IAI*

 

Gambaran kehidupan masyarakat Papua yang tertuang dalam konsep rumah-rumah adat Papua seperti, Honai, Ruunsram, Wofolo Mau, Kariwari, dll seakan menyatu, mengkontribusikan keunggulannya untuk menghasilkan karya arsitektur yang tidak hanya indah, namun juga sarat nilai dan semangat kebersamaan yang merupakan warisan luhur kearifan lokal Budaya Papua.

 

Keistimewaannya semakin terasa karena bangunan Gereja Katedral ini dibangun dengan konsep “green arsitektur” yang membuatnya menyatu dan tak terpisahkan dengan alam sekitarnya.

 

“Local wisdom’

 

Ada empat kekuatan disain Gereja Katedral yang merupakan penterjemahan kearifan lokal budaya luhur masyarakat Papua, yaitu;

 

Pertama, sebagai sumber inspirasi dan budaya. Melengkapi gagasan yang menjadikan ‘kekuatan budaya lokal’ sebagai landasan dan inspirasinya, memasuki bagian dalam bangunannya, jejak kekayaan budaya masayarakat Papua semakin kental dan jelas tergambar.

 

Keindahan ukiran Sentani ber-transformasi menjadi pola batu-batu kerawang pada dinding-dinding Gereja, menyatu dengan keunikan ukiran Asmat pada Altar, mimbar dan tempat lilin.

 

Pelukis dan seniman asli Papua, Bapak Donatus Moiwend secara khusus ‘mengikat’ seluruh keberagaman keindahan ini kedalam lukisan-lukisannya yang sangat religius dan kontekstual.

 

Kedua, sebagai sumber inspirasi semangat “Green Arsitektur”. Berkah Alam yang masih Asri, dengan sinar matahari melimpah, dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk menjadikan Gereja Katedral ini memperoleh cahaya alam melimpah yang tidak hanya menjadikan Ruang dalam Gereja terang alami dan hemat energi, namun juga mampu memberi efek cahaya tiga dimensi yang sangat baik.

 

Perbedaan karakter pola pemasangan batu pada latar belakang Altar, dibantu dengan kuat cahaya alam dari luar memperkuat Altar sebagai ‘center point’ dari keseluruhan Gereja.

 

Ketiga, sebagai sumber inspirasi Arsitektur berkelanjutan (Sustainable architecture). Pemilihan penggunaan material setempat (kayu, dll) selain ingin tampil lebih manusiawi dan akrab dengan kehidupan masyarakat Papua, juga ingin menunjukkan bahwa material lokal yang mudah didapat dan murah tersebut dapat dimanfaatkan dan dipadukan dengan konsep Gereja yang modern.

 

Dengan demikian, masyarakat asli Papua akan merasa bahwa Gereja ini adalah ‘rumah mereka’. Pilihan pembentukan dinding yang terbuat dari batu kerawang (sebagai hasil transformasi bentuk ukiran Sentani) tak hanya didasari keinginan kuat untuk menjadikan setiap elemen Gereja terkait dengan Budaya Papua, tetapi juga mengandung filosofi dan harapan agar interaksi antara Umat yang berada di dalam Gereja senantiasa terjaga dengan lingkungan sekitarnya.

 

Keempat, sumber inspirasi Arsitektur Tahan Gempa. Nenek moyang, para leluhur orang Papua secara sederhana dan sangat bijak telah mengajarkan bagaimana hidup di daerah rawan gempa.  

 

Bentuk bangunan-bangunan tradisional seperti: Honai, Kriwari, Ruunsraam, Wofolo Mau, dab lain-lain, mengisyaratkan bangunan dengan bentuk yang sangat kokoh dan stabil dalam menghadapi bencana Gempa Bumi.

 

Pola yang stabil dengan bentuk struktur yang kuat memberi jaminan keamanan dan kenyamanan bagi masyarakat yang tinggal di dalamnya.

 

Dalam Gedung Gereja ini pula, faktor keamanan dan kenyamanan tetap dijadikan pertimbangan dalam penentuan sistem struktur. Struktur Utama dengan Konstruksi Baja ditutup dengan papan kayu adalah merupakan upaya untuk menjamin keamanan dan tetap memperhatikan kenyamanan bagi Umat.

 

Dengan ‘kesan’ kayu yang membungkus konstruksi baja, umat tetap merasa berada di dalam rumah ‘tradisional’ mereka.

 

Satu kata untuk menggambarkan arsitektur Gereja Katedral; Menakjubkan! Karena kemampuan eksplorasi Arsitektur Gereja Katedral ini mewarnai seluruh bangunannya.

 

Jejak konsistensi pada ide awal yang melakukan eksplorasi mendalam terhadap Budaya Papua dapat tampil maksimal. Misalnya,  konsistensi pola pada ‘finishing’ Plafond dan jalusinya.

 

Semangat berintegrasi dengan potensi alam/lingkungan yang dijiwai pemahaman akan pentingnya ‘keberadaan’ yang “Tidak Saling Meniadakan”, tapi sebaliknya saling menguatkan, diwujudkan dengan menghadirkan selasar disamping bangunan Gereja. Penyelesaian disain Arsitektur yang sangat sederhana namun tepat fungsi.

 

Kehadiran berbagai suku yang ada di Papua, tidak hanya terwakili oleh keterlibatan langsung, secara bergotong-royong membangun Gereja, tetapi juga dengan memberikan sumbangan berbagai perangkat penunjang dan interior Gereja.

 

Kehadiran mimbar ukiran kayu dari suku Asmat, ukiran kayu sumbangan suku Sentani, serta lukisan-lukisan religius pada dinding karya seniman asli Papua (Donatus Moiwend), menjadikan tradisi, nilai dan Budaya Masyarakat Papua tak hanya sekedar ‘inspirasi’ atas kemegahan karya Arsitektur Gereja Katedral, tetapi juga hadir nyata dan selalu akan memberi ‘nafas kehidupan’, mewarnai aktifitas Umat Gereja Katedral dan masyarakat Papua pada umumnya. Sehingga Gereja Katedral juga merupakan lambang ‘inkulturasi’ budaya Papua yang nyata dan hidup.

 

Ada beberapa penghargaan yang pernah diberikan untuk gedung Katedral Jayapura; Pertama, penghargaan Ikatan Arsitek Indonesia didukung oleh Universitas Gunadarma, tahun 2005 kepada Bruder Henk F. Blom, OFM. Karya: Gereja Katedral Kristus Raja Dok V Jayapura. Tema: Arsitek dan Arsitektur Bagi masyarakat.

 

Kedua, penghargaan Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia kepada Antonus Herry Purnomo, IAI. Pemenang Juara I Penghargaan Karya Konstruksi Indonesia 2014, Kategori Arsitektur dengan Judul Karya Gereja Katedral “Kristus Raja” Jayapura dalam rangka Konstruksi Indonesia tahun 2014.  

 

 

*Penulis adalah Arsitek Profesional, staf pengajar di USTJ Papua, Sekjend Pengurus Daerah IAI Papua, dan sedang menyelesaikan program S-3 dibidang Antropologi Budaya di Universitas Cenderawasih Jayapura, Papua.

1 KOMENTAR

Terkini

Populer Minggu Ini:

Majelis Hakim Tolak Eksepsi Empat Terdakwa Penembak Tobias Silak

0
“Kasus seperti begini jarang terjadi dan satu kali kita kawal untuk kita bikin pagar. Sikap kami tetap sama, bahwa pelaku harus dihukum maksimal serta harus dipecat dari kesatuan,” ujar Henius Asso.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.