ArsipPernyataan SBY Tentang Dialog Inkonstitusional

Pernyataan SBY Tentang Dialog Inkonstitusional

Minggu 2012-07-08 11:07:45

Seminar dibuka langsung oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang diwakili oleh Asisten Sekda Bidang Pembangunan Propinsi DIY.

Kemudian, Menteri Lingkungan Hidup Baltazar Kambuaya  memberikan sambutan yang diwakili langsung oleh  Jusach Eddy Hasio.

Seminar berlanjut ke pemaparan materi, Septer J Manufandu dari Forum Kerjasama Lembaga Swadaya Masyarakat (Foker LSM) Papua menyampaikan pandangannya tentang akar konflik di Papua, beserta solusi penyelesaiannya.

“Ada dua nasionalisme yang bertumbuh di Papua. Nasionalisme Papua dan Nasionalisme Indonesia. Keduanya punya sejarah yang berbeda, dan punya prinsip yang berbeda pula,” kata Manufandu seperti ditulis umaginews.com.

Selain itu, Septer juga menyampaikan fakta-fakta peristiwa di Papua, seperti pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan militer Indonesia, eksploitas sumber daya alam, serta pendidikan dan kesehatan yang tidak diperhatikan dengan baik.

Setelah itu, beberapa pemateri seperti Dubes Inggris untuk Indonesia, Mr. Mark Clanning, pakar Sejarah dan Hukum Tatanegara UGM Jaka Triana, dan Dubes Belanda Untuk Indonesia Mr. Tjeerd Feico DZ, dan pakar Politik Lokal dan Otonomi Daerah UGM Porwo Santoso secara bergantian menyampaikan pandangannya tentang Papua.

Kemudian, acara yang dipandu oleh Kania Sutisnawinata, wartawan senior MetroTV berlanjut ke sesi tanya jawab antar peserta dengan para pemateri.

Salah satu peserta diskusi, Anton B mengkritisi jalannya seminar yang dilangsungkan tanpa kordinasi dengan seluruh mahasiswa Papua yang berada di Jogjakarta.

Ia juga mengkritisi jalannya seminar yang dilaksanakan tanpa membicarakan secara rinci akar masalah, yakni penyelenggaran Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) yang penuh cacat dan manipulasi.

Kemudian, kericuhan mulai muncul ketika salah satu peserta diskusi yang mengaku sebagai mahasiswa Papua di Universitas Indonesia membesar-besarkan pembangunan Indonesia di tanah Papua tanpa fakta yang kongkrit.

Peserta ini juga menegaskan keabsahaan PEPERA, atau sahnya Papua di dalam Negara Indonesia, disertai dengan beberapa bahasa-bahasa “propaganda” yang membakar emosi peserta seminar yang mayoritas adalah mahasiswa Papua di Jogjakarta.

Karena tidak terima dengan penyampaian peserta seminar tersebut, mahasiswa Papua yang dikordinir oleh Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) membubarkan jalannya seminar tesebut.

Gerald Bidana, salah satu mahasiswa Papua yang juga berada di dalam Lembaga Intelektual Tanah Papua (LITP) menegaskan, kericuhan terjadi akibat kurangnya miskomunikasi antara mahasiDemikian penegasan Direktur Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy, dalam siaran pers yang dikirim kepada suarapapua.com, Senin (8/7) dari Manokwari, Papua Barat.

Menurut Warinussy, dialog Papua-Indonesia yang selama ini didesak oleh rakyat Papua bukanlah merupakan sesuatu ide yang muncul di siang bolong belaka, tetapi adalah sesuatu gagasan yang secara tulus dan jujur disampaikan.

“Semua sudah diangkat dan dibahas sebagai sebuah cara paling adil dan damai dalam mencari penyelesaian terhadap berbagai masalah dan konflik berkepanjangan yang sekian lama menimpa rakyat di Tanah Papua.

Utamanya, semenjak tanah dan rakyat Papua ditetapkan secara politik menjadi bagian dari sebuah negara Republik Indonesia,” jelasnya.

Dijelaskan lagi, ide dialog tersebut sudah diangkat dan dibahas secara sangat baik dan diakui di dalam forum penyelenggaraan Kongres Rakyat Papua II tanggal 21 Mei hingga 04 Juni 2000 di Jayapura.

Dimana ditegaskan, bahwa upaya memperoleh status politik Tanah Papua akan dilakukan secara demokratis melalui dialog yang setara dan demokratis, baik secara nasional dan internasional dengan melibatkan pihak-pihak yang pernah terlibat untuk menentukan status politik Tanah Papua di masa lalu.

Karena itu, lanjut Warinussy, menurut pertimbangan Presidium Dewan Papua (PDP) waktu itu (tahun 2000), bahwa perjuangan Papua untuk pengembalian hak kedaulatannya harus ditempuh secara damai dan demokratis yang didorong oleh nilai-nilai iman dan sopan santun adat tanpa kekerasan.

Selanjutnya, ide luhur rakyat asli Papua tersebut sudah diadopsi oleh para pembentuk undang undang otonomi khusus yang secara sadar memasukkannya di dalam pasal 46 Undang Undang Otonomi Khusus Papua tersebut.

Jadi, kata pengaara senior ini, keinginan untuk menyelesaikan masalah Papua ini melalui dialog sesungguhnya bukan lagi menjadi ide orang asli Papua semata, tapi sudah menjadi aspirasi negara hukum Republik Indonesia yang sudah dicantumkan dan diakui secara legal di dalam pasal 46 Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tersebut dan seharusnya menjadi perhatian pihak pemerintah pusat di bawah kepempimpinan seorang Presidem SBY tersebut.

Menurut Warinussy, seharusnya pemerintah Indonesia bahkan Presiden SBY sekalipun tidak perlu merasa ragu, gusar bahkan takut untuk membuka dialog Papua-Indonesia secara adil dan komprehensif dengan rakyat Papua di Tanah Papua (Papua dan Papua Barat).

“Tidak perlu takut karena dialog tersebut hanyalah sebuah sarana atau media untuk mempertemukan pihak-pihak yang selama ini senantiasa bertikai di Tanah Papua karena mempertahankan jati diri kesukuan/ethnisitas di satu pihak serta dan ideologi negara pada pihak lainnya.

Tujuan membangun perdamaian di atas tanah Papua seharusnya menjadi tema utama semua pihak, termasuk presiden,” tutup Warinussy.

Presiden SBY pada 30 Juni 2012 lalu telah menyatakan komitmen untuk berdialog dengan orang asli Papua, namun dialog yang dimaksud adalah dalam kerangkah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Saya siap dan terus berdialog dengan tokoh Papua. Tetapi tidak ada diskusi, tidak ada dialog menyangkut kedaulatan dan keutuhan wilayah (Indonesia)," kata SBY seperti ditulis Koran Kompas.

OKTOVIANUS POGAUwa dengan pihak penyelenggara.

“Kami dari lembaga intelektual Papua sudah siapkan semua dokumen kesalahan yg dilakukan Indonesia, USA, Belanda, PBB sejak 1960-2012, namun belum sempat disampaikan, seminar sudah lebih dulu dibubarkan,” jelasnya kepada suarapapua.com dari Jogjakarta.

OKTOVIANUS POGAU

Terkini

Populer Minggu Ini:

Atasi Konflik Papua, JDP Desak Pemerintah Buka Ruang Dialog

0
“JDP menyerukan kepada pemerintah agar konflik bersenjata di Tanah Papua harus dapat diakhiri dengan mengedepankan cara-cara damai yakni melalui dialog,” kata Warinussy.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.