Kamis 2015-03-12 19:07:45
SYDNEY, SUARAPAPUA.com — Menteri Luar Negeri Australia, Julie Bishop, Rabu (25/2/2015), mengatakan, ia sangat kecewa karena upaya terbaru untuk menyelamatkan nyawa dua warga Australia yang jadi terpidana mati di Indonesia telah gagal.
Desakan pemerintah Australia ditindaklanjuti pengacara para terpidana yang mendesak pemerintah Indonesia tidak eksekusi mati Myuran Sukumaran dan Andrew Chan, sebelum sebuah pengadilan banding digelar.
Â
Tetapi, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Selasa (10/3/2015) kemarin, sebagaimana dilansir kompas.com edisi Kamis (12/3/2015), menolak upaya kedua terpidana untuk menghindari eksekusi dengan menggugat penolakan Presiden Joko Widodo terkait permohonan grasi mereka. Hakim menilai, gugatan tersebut tidak masuk dalam wewenang PTUN.
Â
Permohonan grasi mereka kepada Presiden, yang merupakan kesempatan terakhir bagi para terpidana mati untuk menghindari regu tembak, ditolak Presiden Joko Widodo belum lama ini.
Â
“Kami sangat kecewa bahwa upaya itu gagal pada saat ini,†kata Bishop kepada Nine Network.
Â
“Namun, saya tahu bahwa para pengacara sedang mempertimbangkan langkah hukum lebih lanjut dan mereka punya waktu sekitar 14 hari untuk itu,†ujarnya.
Â
Meski begitu, kata dia, Canberra akan terus melobi Joko Widodo untuk meminta pengampunan.
Â
“Kami hanya bisa berharap bahwa mereka (akhirnya) bisa melihat nilai kehidupan dari orang-orang ini. Kedua pria itu telah menjalani proses rehabilitasi dengan cara yang paling luar biasa,†tegasnya.
Â
Bishop menambahkan, pertemuannya dengan ibu dari Sukumaran baru-baru ini sangat memilukan. “Dia memeluk saya begitu erat, sehingga saya hampir tidak bisa bernapas dan hanya meminta saya untuk melakukan semua yang saya bisa demi menyelamatkan nyawa anaknya,†tutur Menlu Australia.
Â
Presiden Joko Widodo menegaskan, negara-negara asing tidak boleh mencampuri hak Indonesia untuk menerapkan hukuman mati. Indonesia sedang menghadapi tekanan diplomatik tidak hanya dari Australia, tetapi juga dari Brasil dan Perancis, yang warganya telah kehilangan permohonan grasinya dan segera menghadapi eksekusi mati.
Â
Keprihatinan oleh warga negara Australia juga diungkapkan oleh Juru Bicara (Jubir) United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), Benny Wenda.
Â
Wenda menyatakan turut berbelasungkawa kepada keluarga dan para korban eksekusi mati yang akan dilakukan pemerintah Indonesia karena kasus Narkoba.
Â
Bagi bangsa Papua, menurut Wenda, kebijakan Indonesia tersebut tidak manusiawi. Ia menegaskan, kemanusiaan dan hak hidup harus dijunjung dan dihargai di atas segalanya.
Â
“Banyak dari kami orang Papua juga dieksekusi mati oleh Indonesia, hanya karena mengungkapkan keinginan kami untuk merdeka,†tegas Benny Wenda, seperti dikutip dari radionz.co.nz, Kamis (12/3/2015).
Â
Menunjuk pada seorang polisi Indonesia yang tersenyum saat berdiri di samping terpidana mati warga Australia, Andrew Chan, yang akan dieksekusi, Benny mengingatkan dunia pada sebuah foto yang mirip sama, militer Indonesia tersenyum senang dengan mayat Yustinus Murib yang telah dieksekusi militer Indonesia juga karena memperjuangkan kemerdekaan Papua.
Â
“Saya merasa bahwa foto-foto ini menunjukkan kepada dunia bagaimana sikap pemerintah Indonesia terhadap siapapun yang menentang mereka. Begitu banyak orang West Papua seperti Yustinus Murib, tentara dan polisi Indonesia tersenyum sesaat sebelum dibunuh seperti seekor binatang,†demikian Wenda.
Â
Sambil menyesalkan tindakan tersebut, ia menyatakan, bangsa Papua turut berduka terhadap diambilnya hak hidup manusia dengan paksa atas nama hukum.
Â
“Saya ingin mengingatkan dunia bahwa eksekusi mati adalah apa yang pemerintah Indonesia lakukan untuk orang-orang saya juga. Lebih dari 500.000 orang Papua telah secara sistematis dibunuh oleh Indonesia sejak Indonesia secara ilegal menginvasi bangsa Papua pada tahun 1963,†tegas Benny Wenda.
Â
MIKAEL KUDIAI