ArsipMinta Cabut Laporan Pemidanaan Gustaf Kawer, SKP-HAM Antar Petisi ke PTUN

Minta Cabut Laporan Pemidanaan Gustaf Kawer, SKP-HAM Antar Petisi ke PTUN

Selasa 2014-10-28 22:03:30

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Solidaritas Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia (SKP-HAM) Papua, Selasa (28/10/2014) siang, kembali mendatangi kantor Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Waena, Jayapura, mengantar petisi untuk meminta PTUN mencabut laporan pemidanaan terhadap Gustaf Kawer ke Kepolisian Daerah (Polda) Papua.

Sekitar 25 orang massa SKP-HAM Papua, yang berasal dari perwakilan 40 organisasi di Papua ini, tiba di PTUN sekitar pukul 10.30 Wit, dan diterima langsung oleh Ketua PTUN, Kasim, SH, humas PTUN, Firman, dan salah satu hakim, Poja.

 

Dalam pertemuaan tersebut, Peneas Lokbere, Koordinator SKP-HAM Papua menyampaikan, sudah sekitar 12 kali pertemuaan dilangsungkan dengan pihak PTUN agar laporan pemidanaan Gustaf Kawer dapat segera dicabut, namun tidak pernah ada respon dari PTUN.

 

“Walaupun sudah banyak sekali pertemuaan dilangsungkan, namun tidak ada kemajuaan, karena itu kami datang dengan massa yang lebih banyak, dengan membawa petisi yang ditandatangani oleh 40 organisasi, agar pihak PTUN bisa segera mencabut laporan Polisi,” kata Peneas.

 

Menurut Peneas, laporan pemidanaan yang dilakukan PTUN merupakan bentuk kriminalisasi terhadap Gustaf Kawer yang merupakan pengacara HAM, yang selama ini memberikan pendampingan hukum terhadap masyarakat termarginal di tanah Papua.

 

“Kami masih datang dengan baik-baik, karena laporan ini membuat semua pihak terganggu, Gustaf sudah tidak beracara hampir empat bulan lamanya, demikian juga dengan hakim PTUN yang terus terganggu dengan pemberitaan media, karena itu kami minta permasalahan ini dapat segera diselesaikan dengan baik-baik,” tegas Peneas.

 

Ivone Tedjuari, saat membacakan petisi yang telah ditandatangani oleh 40 organisasi di Papua menjelaskan, walaupun beberapa lembaga Negara seperti Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), dan Ombudsman Republik Indonesia telah resmi menyurati PTUN, namun selalu saja tidak direspon.

 

Ditambah lagi, dengan pertemuaan yang sudah dilangsungkan oleh pimpinan-pimpinan gereja di tanah Papua, tokoh agama, tokoh adat, LSM, serta Peradi sebagai lembaga profesi advokat tempat Gustaf bernaung dengan PTUN, namun juga tidak pernah ada respon positif.

 

“Karena itu kami datang kembali hari ini, kedepan kami akan datang dengan massa yang lebih besar untuk menduduki kantor PTUN, jika petisi yang kami akan berikan saat ini tidak lagi digubris."

 

"Sebab laporan PTUN ke Polisi merupakan bentuk kriminalisasi terhadap aktivis HAM, dan advokat yang selama ini membela orang-orang tidak mampu di tanah Papua," ujar Ivone.

 

Ditambahkan oleh Olga Hamadi, petisi yang disampaikan oleh 40 organisasi di Papua merupakan puncak dari berbagia pertemuaan yang telah dilangsungkan dengan pihak PTUN sejak awal Agustus 2014 lalu.

 

“Kami berharap petisi ini bisa segera direspon oleh bapak-bapak hakim, dan dapat mencabut laporan Polisi di Polda Papua. Setelah laporan ini dicabut, tentu Gustaf juga akan datang dan bicara secara kekeluargaan dengan PTUN, juga akan mencabut berbagai laporan terhadap PTUN di Komisi Yudisial dan Pengawas Mahkamah Agung,” ujar Olga.

 

Sementara itu, Istri dari Gustaf Kawer, Irene Waromi, yang juga turut hadir dalam pertemuan tersebut menyampaikan, beberapa kali anggota Polisi yang mengaku dari Kepolisian Daerah Papua terus mendatangi rumahnya menyerahkan surat panggilan polisi.

 

“Saya juga beberapa kali usir mereka karena alamat surat tidak jelas, dan tidak lengkap. Sebenarnya masalah ini kecil, dan bisa diselesaikan secara kekeluargaan, tapi karena laporan ke Polisi dari PTUN, sehingga masalah bertambah luas, harapan saya bapak-bapak hakim bisa cabut, agar masalah bisa selesai cepat,” harap Irene.

 

Ketua PTUN, Kasim, SH, dalam kesempatan tersebut menyampaikan bahwa persoalan yang terjadi antara Gustaf Kawer dengan ketiga hakim PTUN sebenarnya persoalan kecil, dan bisa diselesaikan secara kekeluargaan.

 

“Kami akan diskusi lagi dengan ketiga hakim, setelah itu kita bisa lakukan pertemuaan lagi disini pukul 10 pagi besok. Ini persoalan internal, dan telah jelas-jelas mengganggu kita semua.”

 

“Kami akan mencabut laporan polisi besok, kita buat pertemuaan pagi, dan siangnya kita bisa sama-sama ke Polda untuk mencabut laporan polisis tersebut. Kami berharap satu hari besok masalah bisa segera diselesaikan,” kata Kasim.

 

Pantauan suarapapua.com, saat pertemuaan sedang dilangsungkan, aparat kepolisian dibawah pimpinan Kapolsek Abepura, Yulius Yawan, terlihat berjaga-jaga di dalam dan luar Kantor PTUN. 

 

Pertemuaan sendiri usai sekitar pukul 12.00 Wit. Massa kemudian membubarkan diri dari kantor PTUN dengan tenang.

 

OKTOVIANUS POGAU

Terkini

Populer Minggu Ini:

Pelapor Khusus PBB Temui Korban Perampasan Tanah Adat di Papua

0
“Negara telah melakukan kejahatan dengan merampas tanah adat kami. Perampasan tanah adat terjadi di seluruh Tanah Papua dari Sorong sampai Merauke,” kata Shinta, salah satu warga suku Malind korban PSN.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.