BeritaPerempuan & AnakPerempuan dan Anak Papua Kerap Jadi Korban Kekerasan Militer

Perempuan dan Anak Papua Kerap Jadi Korban Kekerasan Militer

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com —- Persoalan yang dialami kaum perempuan Papua, bukan hanya kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Lebih dari itu, aparat keamanan juga menjadi pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak di Bumi Cenderawasih.

Data Lembaga Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia Papua menyebutkan, kasus kekerasan oleh aparat militer di Papua secara langsung maupun tidak, berdampak besar kepada para perempuan dan anak.

Khusus kekerasan pada perempuan, bentuk-bentuknya beragam. Misalnya, kasus pemerkosaan, penganiayaan, penahanan, dan penghilangan nyawa.

“Dari data lapangan, banyak kasus kekerasan militer menimpa kaum perempuan dan anak di Tanah Papua,” ujar staf eLSHAM Papua, Zandra Mambrasar, Minggu (15/3).

Menurutnya, berbagai persoalan yang dialami masyarakat sipil termasuk perempuan dan anak harus terus diadvokasi dan diangkat ke permukaan dalam berbagai kesempatan. (Baca: Mama-mama Papua: “Kami Lahirkan Anak-anak Bukan untuk Dibantai TNI/Polri”)

Baca Juga:  Seorang Fotografer Asal Rusia Ditangkap Apkam di Paniai

Seperti pada dialog publik bertajuk “Militerisasi dan Impunitas: Penyebab Situasi Kehidupan Perempuan Papua Makin Memburuk” yang diadakan, Jumat (13/3/2015) di kantor Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, ia mengungkapkan kelamnya hidup kaum perempuan Papua.

Zandra memaparkan, bentuk kekerasan tidak langsung kepada perempuan Papua oleh aparat lebih tinggi daripada kekerasan langsung. Perempuan teraniaya secara emosional dan psikis akibat suami dan anak laki-laki mereka ditangkap atau dibunuh.

Selain itu, mereka harus menjadi tulang punggung keluarga, sementara lahan mereka berkebun dibabat habis dan hasil kebunnya dirusak. “Kenyataan itu berujung kepada peletakan perempuan Papua di dalam lingkaran kemiskinan,” tegasnya.

Baca Juga:  Seruan dan Himbauan ULMWP, Markus Haluk: Tidak Benar!

Kasus kekerasan di Tanah Papua, menurut data eLSHAM Papua periode 2012-2014, ada 389 kasus kekerasan, dengan rincian 234 orang tewas, 854 orang luka-luka, dan 880 orang ditangkap. Semuanya berdampak kepada kesejahteraan perempuan Papua.

Zely Ariane dari PapuaItuKita dalam acara dialog publik itu mengungkapkan, fakta mengerikan termasuk kasus kekerasan yang terjadi di Papua belum sepenuynya dipahami oleh masyarakat Indonesia.

“Belum ada sosialisasi mengenai isu Papua kepada masyarakat luas. Akibatnya, ada bias ketika mendiskusikan topik ini,” kata Zely, sebagaimana dilansir Kompas edisi cetak, Sabtu (14/3/2015) kemarin.

Baca Juga:  Sikap Mahasiswa Papua Terhadap Kasus Penyiksaan dan Berbagai Kasus Kekerasaan Aparat Keamanan

Zely mengatakan, harus segera diadakan sosialisasi isu Papua kepada masyarakat Indonesia, terutama para wartawan.

“Pada bulan April, gerakan PapuaItuKita akan mengadakan Pekan Papua. Salah satu kegiatannya adalah seminar untuk wartawan mengenai pengenalan isu Papua. Harapannya, dengan mendudukkan permasalahan yang terjadi, wartawan tidak akan bias dalam menyampaikan berita,” tutur Zely.

Kurangnya pemahaman mengenai situasi tampak dari pemberitaan media massa tentang isu-isu kekerasan di Papua yang dilakukan aparat keamanan dan militer. Kekerasan itu tak jarang berujung pada penghilangan nyawa manusia. Umumnya, pemberitaan masih bersifat bias, yaitu menyalahkan korban kekerasan karena memiliki ideologi yang tak sejalan dengan ideologi negara.

 

MARY

Terkini

Populer Minggu Ini:

Atasi Konflik Papua, JDP Desak Pemerintah Buka Ruang Dialog

0
“JDP menyerukan kepada pemerintah agar konflik bersenjata di Tanah Papua harus dapat diakhiri dengan mengedepankan cara-cara damai yakni melalui dialog,” kata Warinussy.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.