ArsipPenerimaan Capra IPDN Intan Jaya Diminta Utamakan Putra Daerah!

Penerimaan Capra IPDN Intan Jaya Diminta Utamakan Putra Daerah!

Kamis 2014-09-04 22:20:33

PAPUAN, Jayapura — Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Intan Jaya, Thomas Sondegau menegaskan, penerimaan calon praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), dari kabupaten Intan Jaya untuk tahun 2014 harus utamakan anak-anak asli Intan Jaya.

“Pemerintah daerah harus kirim anak-anak banyak. Bila perlu 20 orang. Jangan takut untuk biayai mereka. SDM Intan Jaya jauh dari cukup. Untuk itu, manfaatkan momen ini dengan baik demi regenerasi calon-calon pemimpin muda Intan Jaya ke depan,” tuturnya saat dihubungi suarapapua.com, Rabu (3/9/2014) kemarin.

 

Menurut Sondegau, pemerintah daerah harus belajar dari kabupaten lain di Papua yang selama ini kirim putra-putri mereka sebanyak-banyaknya ke IPDN. Karena dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah kirim anak-anak tidak lebih dari empat setiap tahun.

Baca Juga:  Pemda Intan Jaya Umumkan Jadwal Pelaksanaan Tes CAT K2

 

“Pemerintah daerah harus berkaca pada pengalaman angkatan pertama IPDN dari Intan Jaya, tahun 2010 kirim empat anak. Yang berhasil hanya satu orang. Itu tidak perlu terulang, Pemda juga harus lihat siswa yang benar-benar mau sekolah,” kata anggota DPRP yang juga putra daerah Intan Jaya ini.

 

Politisi Partai Demokrat ini berharap, dalam penerimaan calon praja IPDN tidak boleh ada kepentingan tertentu. Anak-anak yang diterima jangan sampai hanya titipan dari pihak berkepentingan.

 

“Saya harap, dalam proses penerimaan jangan ada kepentingan. Yang namanya anak asli Intan Jaya itu saja yang diterima. Sekolahkan banyak-banyak. Karena tidak mungkin orang lain datang memimpin Intan Jaya, kecuali anak asli Intan Jaya sendiri,” tegasnya.

 

Senada dengan Sondegau, tokoh perempuan Migani, Maria Duwitau menegaskan, pemerintah bersama panitia lokal harus utamakan anak-anak asli daerah Intan Jaya.

Baca Juga:  Pemda Intan Jaya Umumkan Jadwal Pelaksanaan Tes CAT K2

 

“Putra daerah harus diprioritas, dan lihat baik siapa yang akan bertahan untuk belajar hingga kembali berkarir di Intan Jaya,” ujar Maria.

 

Mantan anggota KPUD Kabupaten Nduga ini menegaskan, “Kalau setelah diterima lalu tidak menyelesaikan kewajibannya untuk belajar sampai tuntas atau putus kuliah, pemerintah dengan tegas harus memberikan sanksi berupa ganti rugi seluruh biaya yang pernah dikeluarkan oleh Pemda selama di IPDN.”

 

Pertimbangan lebih banyak siswa berminat masuk IPDN, menurutnya, karena selain baik, IPDN juga menyiapkan pemimpin-pemimpin muda untuk membangun daerahnya masing-masing.

 

Sementara itu, Nolianus Kobogau, mahasiswa asal Intan Jaya di kota studi Jayapura, lebih menekankan agar pemerintah daerah selain memperhatikan biaya studi mereka, harus juga mengontrol setiap siswa asal Intan Jaya yang mengenyam pendidikan di IPDN.

Baca Juga:  Pemda Intan Jaya Umumkan Jadwal Pelaksanaan Tes CAT K2

 

“Harus perhatikan juga. Jangan hanya kirim saja lalu kasih tinggal begitu saja. Selain mereka dibiayai dengan anggaran yang cukup oleh Pemda, juga karena pengalaman angkatan pertama itu sudah jelas. Bahwa pengawasan dan kontrol Pemda sangat kurang,” tutur Kobogau.

 

Nolianus menyebutkan empat siswa asal Intan Jaya yang dikirim pada angkatan pertama, hanya satu saja yang berhasil. Satunya meninggal dunia, sedangkan dua lainnya tidak jelas.

 

Ia juga sepakat jika Pemda berikan sanksi bagi yang kedapatan melanggar kesepakatan atau bahkan tidak sampai menyelesaikan pendidikannya di kampus kedinasan itu.

 

Bentuk sanksinya, Nolianus sependapat dengan pernyataan Maria Duwitau

 

ARNOLD BELAU

Terkini

Populer Minggu Ini:

Freeport Setor Rp3,35 Triliun Bagian Daerah atas Keuntungan Bersih 2023

0
“Keberhasilan kami sebagai perusahaan adalah ketika masyarakat di lingkungan sekitar area operasional meningkat taraf hidup dan kesejahteraannya. Kami terus bertumbuh dan berkembang bersama Papua hingga selesainya operasi penambangan pada 2041,” kata Tony.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.