ArsipBenny Giay Serahkan Buku Karya Filep Karma “Seakan Kitorang Setengah Binatang” ke...

Benny Giay Serahkan Buku Karya Filep Karma “Seakan Kitorang Setengah Binatang” ke Jokowi

Sabtu 2014-12-27 12:28:15

JAKARTA, SUARAPAPUA.com — Ketua Sinode Gereja Kemah Injil (Kingmi), Pdt. Dr. Benny Giay mengaku telah menyerahkan buku karya tahanan politik Papua, Filep Karma, yang berjudul “Seakan Kitorang Setengah Binatang” ke tangan Presiden Jokowi, dalam pertemuan yang digelar, Jumat (26/12/2014) malam, di Jakarta.

“Buku yang saya serahkan merupakan titipan dari anaknya pak Filep Karma, Audryne, yang meminta bapaknya dibebaskan dari LP Abepura karena tidak bersalah,” kata Giay, saat dihubungi suarapapua.com, pagi tadi, via telepon selulernya.

 

Saat menyerahkan buku, Giay juga meminta agar Presiden Jokowi bersedia membebaskan sekitar 70 tahanan politik Papua yang berada di berbagai penjara di tanah Papua. (Baca: Genap 10 tahun di Penjara Indonesia, Filep Karma Luncurkan Buku).

 

“Beliau menerima titipan itu sendiri, dan mendengar dengan baik apa yang disampaikan. Saya juga menyampaikan dasar penolakan pimpinan gereja yang dikeluarkan beberapa waktu lalu,” ujar Giay.

 

Giay juga menyampaikan kepada Jokowi, bahwa seluruh rakyat Papua Barat sedang berduka karena pembantaian lima siswa sekolah menengah atas yang terjadi di Paniai, pada 8 Desember 2014. (Baca: Pimpinan Gereja Tolak Rencana Presiden Jokowi Hadiri Perayaan Natal di Papua).

 

“Kami tolak Jokowi datang ke Papua karena kami sedang berduka atas penembakan lima pelajar di Paniai. Saya bilang, sama saja kalau Presiden datang ikut natal, tapi pembunuhan dan pembantaian orang Papua jalan terus,” ujarnya. (Baca: Aparat TNI/Polri Tembak Mati Empat Warga Sipil di Kabupaten Paniai).

 

Kata Giay, ia juga memberikan apresiasi kepada Presiden Jokowi karena mampu mendulang suara cukup tinggi di Papua, artinya, ia dipercaya oleh orang Papua, namun yang disesalkan, lahir sejumlah kebijakan yang justru menyakiti hati orang Papua. (Baca: Lagi, Satu Warga Paniai Tewas Ditembak TNI/Polri; Korban Jadi Lima Orang).

 

“Saya sampaikan ke Presiden, orang Papua sangat kecewa, karena baru dua bulan menjabat, ada Kodam baru di Manokwari, rencana pemekarana dua provinsi, dan ada transmigrasi di Papua, ini sangat disesalkan oleh orang Papua. Persoalan paling besar adalah ketidakpercayaan Jakarta terhadap orang Papua, ” kata Giay.

 

Giay juga secara tegas meminta Presiden Jokowi untuk menyikapi peristiwa penembakan di Paniai dengan membentuk Komite Penyelidik Pelanggaran Hak Asasi Manusia (KPP-HAM), agar siapa saja yang terlibat bisa di proses melalui hukum. (Baca: Kado Natal Jokowi-JK untuk Papua, 5 Warga Paniai Tewas Ditembak TNI/Polri).

 

“Terkait Peristiwa Paniai, saya juga sampaikan langsung kepada Presiden agar segera membentuk KPP-HAM, jangan TPGF atau TPF, karena ujung-ujungnya pasti didorong ke peradilan militer, dan pasti ada yang melindungi anggotanya,” ujar Giay.

 

Selain itu, Giay juga meminta agar Jokowi memenuhi janji selama kampanye di Papua, yakni membuka Papua dari jangkauan dunia, yakni mengijinkan wartawan untuk meliput, mengijinkan LSM Internasional bekerja, dan tidak persulit warga negara asing untuk memasuki wilayah ini.  

 

"Saya lihat Jokowi mendengar dengan baik apa yang kami sampaikan, terkait kasus Paniai beliau bilang sudah dengar, dan akan bicara agar persoalan Papua dapat diselesaikan tuntas dan menyeluruh," kata Giay. (Baca: Aparat TNI/Polri Tembak Mati Empat Warga Sipil di Kabupaten Paniai).

 

Pertemuan berlangsung di Wisma Negara, Istana Presiden, Jakarta, sekitar pukul 21.30 Wib. Pdt. Dr. Benny Giay didampingi oleh Pdt. Bambang Widjaya (PGI), Romo Benny Susetyo (KWI), Mgr. Suharyo (Uskup Agung Jakarta), Pdt. Phil Erari (PGI), Novel Matindas (PGI), dan Pdt. Krise Gosa.

 

OKTOVIANUS POGAU

Terkini

Populer Minggu Ini:

Pacific Churches Urge MSG to Expel Indonesia if it Does Not...

0
"Are the countries supporting Indonesia's candidacy as a member of the UN Human Rights Council saying that they are comfortable with human rights violations?"

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.