BeritaPolhukamAMP: 1 Mei 1963, Awal Pemusnahan Rakyat Papua!

AMP: 1 Mei 1963, Awal Pemusnahan Rakyat Papua!

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) menegaskan, 1 Mei 1963 bagi rakyat Papua merupakan awal pendudukan Indonesia di Tanah Papua. Upaya aneksasi Papua merupakan awal pemusnahan rakyat Papua.

Penegasan ini diungkapkan dalam aksi massa yang digalang AMP di Bandung, Semarang, Yogyakarta dan beberapa kota studi di Pulau Jawa, Senin (2/5/2016) kemarin,

Dalam siaran pers yang diterima suarapapua.com, AMP menyatakan, tanggal 1 Mei patut diprotes keras oleh rakyat Papua karena sejak itulah buramnya nasib West Papua berawal. Saat itu terjadi penyerahan kekuasaan dari pemerintahan sementara PBB (UNTEA) kepada Indonesia melegitimasi Indonesia untuk menempatkan militernya dalam jumlah besar di Papua Barat.

“Sampai hari ini kejahatan negara Indonesia melalui kaki tangannya, TNI dan Polri terus berlanjut. Rakyat Papua bisa habis di atas tanah kaya raya ini,” ujar Jackson Gwijangge, juru bicara aksi AMP Komite Kota Semarang.

Rakyat Papua Barat, tulis AMP dalam press release, korban konspirasi politik Indonesia bersama Belanda dan Amerika Serikat.

Baca Juga:  Sidang Dugaan Korupsi Gereja Kingmi Mile 32 Timika Berlanjut, Nasib EO?

Lebih lanjut diungkapkan, sesuai isi New York Agreement 15 Agustus 1962, Indonesia ditugaskan untuk membangun sambil mempersiapkan pelaksanaan Act of Free Choice (Tindakan Pilih Bebas) atau Self Determination (Penentuan Nasib Sendiri). Tetapi kenyataannya, upaya pengkondisian Papua mulai dilakukan militer Indonesia sejak 1963 hingga 1969. Terbukti hasil PEPERA dimenangkan oleh Indonesia, dengan hanya melibatkan 1.025 orang pemilih dari 800.000 orang Papua yang punya hak untuk memilih.

AMP menukil catatan sejarah, dua tahun sebelum PEPERA 1969 yaitu 1967 terjadi Kontrak Karya I Freeport McMoRan Gold and Copper, perusahaan tambang emas dan tembaga milik Imperialis Amerika dengan rezim Orde Baru Soeharto. Kontrak Karya dilakukan karena Indonesia yakin akan memenangkan PEPERA walau dengan cara keji sekalipun, seperti teror, intimidasi, bahkan pembunuhan. Kehadiran Indonesia mendapat perlawanan dari rakyat Papua yang menghendaki kemerdekaan sebagai sebuah negara. Indonesia membalasnya dengan berbagai operasi militer di daerah pesisir maupun daerah pegunungan Papua. Ratusan ribu rakyat Papua tewas akibat kekejaman TNI/Polri. Apalagi pasca pemberlakuan Daerah Operasi Militer (DOM) sejak 1977-1998.

Baca Juga:  Pelaku Penyiksaan Harus Diadili, Desakan Copot Pangdam Cenderawasih Terus Disuarakan

“Kejahatan negara Indonesia melalui TNI dan Polri terus berlanjut hingga kini,” tulisnya.

Banyak bukti kejahatan tersebut. Tanggal 8 Desember 2014 rakyat Papua dikejutkan dengan kebrutalan aparat keamanan di Paniai, yang menewaskan 4 siswa SMA dan belasan lainnya kritis. Kebrutalan berlanjut pada 6 Januari 2015 di Timika, aparat gabungan militer dan polisi penyisiran kampung Utikini dan mengamankan setidaknya 200 orang, termasuk 48 perempuan dan 3 anak-anak.

Selain itu, pada 21 Maret polisi membubarkan paksa kegiatan penggalangan dana kemanusiaan KNPB Yahukimo untuk bencana badai di Vanuatu, yang menewaskan Obagma Senegil dan 4 orang luka-luka akibat tertembak dalam insiden tersebut.

Hingga kini, AMP mencatat institusi TNI dan Polri merupakan alat negara Indonesia yang paling ampuh untuk menghalau gejolak perlawanan Rakyat Papua yang menghendaki kemerdekaan. Berbagai kasus pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) Rakyat Papua yang terjadi sejak 1963 hingga kini akibat kebrutalan Militer Indonesia.

Baca Juga:  PGGY Kebumikan Dua Jasad Pasca Ditembak Satgas ODC di Dekai

“Itu fakta, bahwa kehadiran Indonesia di atas Tanah Papua sejak 1 Mei 1963 hingga saat ini, tujuannya hanya untuk memusnahkan Orang asli Papua (OAP) serta menguasai teritori dan sumber daya alam Papua,” tegas Ketua Umum AMP Pusat, Jefry Wenda, dalam statemen tertulis.

Oleh karena itu, AMP pada peringatan 54 tahun aneksasi Papua kedalam NKRI ini menyatakan, perjuangan penentuan nasib Rakyat Papua adalah sebuah hak mutlak dan solusi demokratis.

AMP juga menuntut rezim Jokowi-JK untuk segera bubarkan Kodam, Kodim, Korem, Babinsa, Tarik Militer (TNI-Polri) organik dan non-organik dari seluruh Tanah Papua. Selain itu, mendesak segera menghentikan eksploitasi dan tutup seluruh perusahaan milik kaum imperialis (Freeport, BP, LNG Tangguh, Corindo, Medco, dll).

“Segala bentuk penjajahan, penindasan dan penghisapan oleh Indonesia dan tuannya imperialis atas rakyat West Papua harus kita lawan. Sampai kapanpun kami tidak akan pernah berhenti berjuang,” ujarnya.

MARY

Terkini

Populer Minggu Ini:

Aksi ASN Pemprov Papua, Gobai: Penempatan Jabatan Perlu Perdasi

0
“Di sana telah diatur tentang persentase dalam menduduki jabatan yaitu 80% orang asli Papua dan 20% non Papua. Untuk itu, dalam hal yang penting dan mendesak ini, saya meminta kepada penjabat gubernur Papua untuk segera dapat menandatangani dan memberikan penomoran untuk Raperdasi tersebut. Hal ini penting agar tetap menjadi Perdasi Papua tentang perubahan Perdasi Papua nomor 4 tahun 2018,” pintanya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.