Perjuangan Tanpa Pengakuan Indonesia (Bagian 1)

0
3006

Oleh: Hendrikus Madai

International Parlementarians For West Papua (IPWP)

15 Oktober 2013 di Oxford, Inggris Raya, dilaunching sebuah pertemuan dari sebuah organisasi yang anggotanya terdiri dari perkumpulan para anggota Dewan/Parlemen dari berbagai negara di dunia bernama International Parlementarian for West Papua (IPWP) di gedung parlemen Inggris.

Reaksi pemerintah Indonesia pada saat itu melalui menteri luar negeri Indonesia Hassand Wirajuda adalah “Pertemuan itu (IPWP) hanyalah Pertemuan Kongkow-Kongkow (Berkumpul-kumpul biasa)”, setelah beberapa tahun berlalu di tahun 2016 ini, pertemuan “Kongkow” tersebut telah berkembang dan pada pertemuan terakhir pada tanggal 3 Mei 2016 di tempat yang sama hadir pula para pemimpin beberapa negara di kepulauan Pasifik dari Solomon Island, Vanuatu, Tonga, PNG, Guyana dan Inggris Sendiri.

Perkembangan yang sangat signifikan dan luar biasa untuk sebuah pertemuan yang menurut ukuran pemerintah Indonesia adalah pertemuan Kongkow-kongkow. Adalah sesuatu yang luar biasa bagi sebuah pertemuan kongkow apabila pada tanggal 12 Mei 2016 ini para pejabat teras negara Indonesia seperti Menkopolhukam Luhut B. Pandjaitan, Kepala BNPT Tito Karnavian, dan wakil Ketua DPR RI Fadli Zon buang anggaran Negara yang besar, luangkan waktu dan datang jauh-jauh ke Inggris dan membujuk seorang pendukung pertemuan Kongkow bernama Lord Harries of Pentregart agar tidak mendukung Papua menentukan nasibnya sendiri.

ads

Sebuah pertemuan kongkow yang luar biasa apabila para pejabat Jakarta seperti ketua MRP RI Zulkifli Hasan, Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon dan beberapa Anggota DPR kebakaran jenggot dan menolak mentah-mentah sebuah pertemuan Kongkow-kongkow. Satu nilai plus bagi IPWP karena beberapa tokoh dunia (Pimpinan Partai Oposisi terbesar Inggris Jeremy Corby, Uskup Agung Desmon Tutu, Perdana Menteri Tonga dan Perdana Menteri Ghana) bisa memberikan Legitimasi bagi pertemuan di Inggris yang menurut Ukuran Indonesia adalah Pertemuan tidak berarti (Kongkow).

Baca Juga:  Papua Sedang Diproses Jadi Hamba-Nya Untuk Siapkan Jalan Tuhan

Jakarta hari ini khawatir dan bingun dengan semakin meningkatnya tekanan masyarakat Internasional soal Papua barat, karena kekhawatiran tersebut, pemerintah Indonesia berupaya memainkan jurus tipu muslihat dan berupaya menyuap beberapa Negara di Pasifik agar tidak mendukung Papua. Selain itu Pemerintah Indonesia juga semakin gencar lobi ke parlemen Inggris, ke Pemerintah Fiji, ke Pemerintahan Papua New Guinea, ke Vanuatu dan Solomon Island namun semua upaya diplomasi ini mulai menemui jalan buntu.

 

United Liberation Movemens For West Papua (ULMWP)

“ULMWP hanya sebagai observer (pengamat) dalam Kelompok Negara-negara Melanesia (Melanesian Spearhead Group/MSG) tidak dapat berubah menjadi status anggota karena ULMWP hanya sebuah lembaga swadaya masyarakat” (Arrmanatha Nasir, Juru bicara kementerian Luar Negeri Indonesia).

Sejak pembentukannya ULMWP sama sekali tidak di akui oleh pemerintah Indonesia sebagai wadah refresentasi politik orang Papua yang memperjuangkan keadilan dan kebenaran di west Papua, justru pemerintah Indonesia pada berbagai kesempatan berupaya dengan segala cara agar ULMWP di kerdilkan dengan bahasa-bahasa yang tidak terpuji seperti “ULMWP hanya orang-orang Papua diaspora, Lembaga Swadaya Masyarakat biasa ”.

Selain upaya mengkerdilkan ULMWP juga di lakukan Upaya agar ULMWP tidak masuk ke dalam kelompok negara-negara Melanesia (Melanesia Spearhead Group) dengan pembentukan Melanesia Indonesia (Melindo) yang merupakan gabungan dari 5 provinsi di Indonesia yang di klaim sebagai Provinsi yang rasnya Melanesia dengan jumlah penduduk ± 11 Juta Penduduk. Kelima Provinsi tersebut meliputi, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua barat, dan Nusa Tenggara Timur. Tujuan utama pembentukan Melindo adalah strategi untuk menggagalkan perjuangan orang Papua menjadi anggota Melanesian Spearhead Groups (MSG).

Baca Juga:  Mengungkap January Agreement 1974 Antara PT FI dan Suku Amungme (Bagian II)

Dengan pembentukan Melindo ini Pemerintah Indonesia akan mengklaim bahwa yang berhak untuk masuk sebagai keluarga Melanesia adalah Melindo sebab Melindo melibatkan keseluruhan ras Melanesia di Indonesia bukan ULMWP yang hanya melibatkan West Papua dan tidak refresentatif.

Namun upaya-upaya menghalau dan mengkerdilkan ULMWP sepertinya semakin gagal dan menemui jalan buntu sebab bukan saja gencarnya lobi-lobi politik orang Papua yang di wakili oleh ULMWP yang berhasil meyakinkan Negara-negara MSG akan tetapi juga Negara-negara ras Melanesia tahu persis apa yang telah dan sedang terjadi di West Papua.

Dalam rangka mereduksi perjuangan rakyat Papua masuk MSG ini pemerintah Indonesia menanggapinya dengan berupaya menyuap beberapa Negara di pasifik dengan bungkusan “Bantuan”. Program yang pemerintah Indonesia klaim sebagai “bantuan” ini pertama di berikan kepada Negara-negara MSG pada tahun 2015 lalu oleh menteri Luar Negeri Indonesia Retno L. Marsudi dalam rangka pengembangan kapasitas MSG dengan dana senilai 20 juta dollar. Bantuan “Penyuapan” inipun tidak berhenti sampai di situ, kemudian di tahun ini Indonesia memberikan bantuan pemulihan bencana topan “suapan” senilai 5 juta dollar kepada Negara Fiji dengan tujuan agar masalah Papua tidak bicarakan Negara Fiji dalam setiap kesempatan.

Baca Juga:  Hilirisasi Industri di Indonesia: Untung atau Buntung bagi Papua?

Aksi terakhir saat ini adalah Pemerintah Indonesia melalui Menkopolhukam Luhut B. Pandjaitan sedang berupaya keras dengan sandiwara “Penyelesaian masalah pelanggaran Hak asasi manusia masa lalu di Papua”. Kegiatan yang di klaim sebagai penyelesaian kasus pelanggaran HAM di Papua ini hanya di lakukan dalam rangka membendung tekanan internasional soal pelanggaran HAM.

Negara-negara yang menantang keras soal pelanggaran HAM di Papua adalah Negara-negara Pasifik itulah sebabnya Menkopolhukam melibatkan duta besar Fiji, Solomon dan PNG dalam pembahasan penyelesaian kasus pelanggaran HAM di Papua, namun sayangnya aktivitas penyelesaian kasus pelanggaran HAM ini hanyalah sandiwara politik Pemerintah NKRI dalam rangka membendung derasnya arus isu Papua di komunitas Internasional.

Sandiwara politik penyelesaian kasus pelanggaran HAM ini kemudian memunculkan pertanyaan “mengapa pemerintah Indonesia baru mau bicara soal HAM, 54 tahun Indonesia ke mana?, Mengapa saat Isu Papua menjadi isu komunitas Internasional Indonesia baru sadar? Dapat di simpulkan bahwa Menkopolhuka Luhut B. Pandjaitan mengolah isu Papua hanya untuk mengkounter resolusi PIF tentang Pengiriman misi pencari fakta serta membendung isu Papua yang sudah menjadi isu komunitas internasional.

 

 

Penulis adalah Wakil Sekretaris Jenderal Asosiasi Mahasiswa Pegunungan tengah Papua SE-Indonesia (AMPTPI).  

 

 

 

 

Artikel sebelumnyaPNWP Sikapi Surat Terbuka Indonesia Untuk Jeremy Corbyn
Artikel berikutnyaWawancara dengan Soleman Wenda, Pemuda Papua Pendaki Pera Meak, Pegunungan Himalaya