Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM di Papua Dinilai Hanya Politisasi Dan Pencitraan Negara

0
3980

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Mathen Goo, aktivis kemanusiaan di Papua menyayangkan pernyataan Menkopolhukam, Luhut Binsar Panjahitan di media nasional yang menurutnya terkesan hanya merendahkan martabat manusia Papua.

Menurut Goo, pernyataan Luhut terlihat jelas hanya untuk mengaburkan kasus HAM dan adanya upaya politisir kasus pelanggaran HAM di Papua seperti yang dirilis Tenpo.co soal keterlibatan Komnas HAM. Jelas menurut Komnas HAM, seperti yang dirilis di mediaindonesia.com menyebutkan Komnas HAM tidak ikut Tim bentukan Pemerintah.

Katanya, soal kasus Wasior, Luhut tidak menyebutkan ada tindakan kejahatan sebagai awal mula kejahatan kemanusiaan itu dilakukan adalah, adanya tindakan perusahaan yang tidak membayar hak rakyat atas kepemilikan kayu dan hutan, yang kemudian aparat melakukan tindakan kekerasan awal dengan melindungi perusahaan.

“Pernyataan luhut yang tidak objektif memberi kesan seakan aparat hadir sebagai penyelamat di Wasior, dan ini mencoreng hati korban dan masyarakat adat di Wasior,” katanya kepada suarapapua.com, Selasa (14/6/2016).

Soal penyebutan kasus Paniai, kata dia, ini pernyataan pelecehan. Dikarenakan, pada tanggal 7 Desember 2014, Timsus 753 menyerang Posko Natal, Timsus 753 melukai Yulianus Yeimo dan karena tindakan aparat yang merusak citra Natal bagi umat Kritiani dan mengorbankan Yulianus Yeimo di hari suci umat Kristiani, masyarakat melakukan pemalangan jalan trans dan melakukan aksi di lapangan Karel Gobai sebagai bentuk protes dan meminta pertanggungjawaban Aparat.

ads
Baca Juga:  Meski Dibubarkan, Struktur Kerja ULMWP Resmi Dikukuhkan dari Tempat Lain

“Balasan aksi Damai rakyat justru dibalas dengan tembakan secara brutal, yang menewaskan 4 siswa SMU. Dan bahkan anak-anak SD dan SMP pun ditembak. Metode penembakan juga jelas, di mana warga dikepung dari berbagai macam arah dan dari semua kesatuan, kemudian membidik ke arah masyarakat,” jelasnya.

Dijelaskan, dari pernyataan menkopolhukam baik dengan membentuk Tim Ham Papua dan Kampanye Ham Papua, terlihat jelas adanya politisasi kasus-kasus pelanggaran HAM berat di Papua dan bagian dari tindakan pelecehan martabat manusia Papua.

Karena, hal itu bisa dilihat dari beberapa bukti. Dintaranya,pertama, pembentukan tim HAM yang mestinya hanya berfungsi sebagai lobby dan desakan pada Komnas dan Kejagung untuk seriusi soal kasus Ham. Namun, kata Goo, kenyataannya tim buatan itu justru masuk sampai mengumpulkan kasus, memverifikasi kasus HAM, dan mengategorikan kasus HAM dan itu bertentangan dengan UU 39 Thn 1999. Sementara tugas dan kewenangan itu hanya bisa dilakukan Komnas HAM dan itu perintah Undang-undang.

Baca Juga:  Lima Wartawan Bocor Alus Raih Penghargaan Oktovianus Pogau

Kedua, aktor utama pelanggar HAM dilibatkan dalam verifikasi kasus HAM versi Menkopolhukam. Sementara, yang namanya aktor utama (TNI dan Polri), dilarang terlibat agar adanya Independensi. Jika Aktor utama dilibatkan, maka, yang terjadi hanyalah politisasi kasus HAM.

Ketiga, kasus HAM di Papua sangat banyak sekali, namun yang dirilis dari 19 kasus, kemudian 11 kasus dan sekarang disebut hanya 3 kasus, pada hal, kasus itu tidak penting disebutkan karena sudah masuk dalam kategorisasi kasus HAM berat yang diumumkan Komnas HAM.

Keempat, pemerintah berkoar-koar mau selesaikan kasus HAM, namun langkah penyelesaian tidak dilakukan dan bahkan, kasus pelanggaran HAM di Papua tetap jalan terus, seperti penangkapan, pelarangan aksi, penyiksaan, matinya demokrasi dan lain-lain. Mestinya pra penyelesaian kasus HAM dilakukan dengan membuka Demokrasi sebesar-besarnya dan lainnya.

“Jadi, kalau Indonesia serius mau selesaikan kasus HAM di Papua, mestinya pemerintah bubarkan tim Siluman buatan menkopolhukam dan negara harus membuka luas-luas demokrasi di Papua, serta, untuk membahasa bentuk dan metode penyelesaian berbagai macam masalah (kasus) di Papua hanyalah melalui Dialog ULMWP dan Negara Indonesia. Jika ini tidak dilaksanakan, selain kasus HAM hanya terkesan dijadikan Proyek sandiwara, semua hanya baku tipu,” tegas Goo.

Baca Juga:  Polri akan Rekrut 10 Ribu Orang untuk Ditugaskan di Tanah Papua

Sementara itu, seperti dilansir tempo.co Kepala Kepolisian RI Jenderal Badrodin Haiti mengatakan pemerintah tengah fokus menangani tiga kasus utama dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Papua.

“Yang sudah ditangani itu, yang Wamena dan Wasior, Paniai masih penyelidikan,” ujar Badrodin di usai rapat terbatas di kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Jakarta, Selasa, 14 Juni 2016.

Kasus Wamena dan Wasior, kata dia, ditangani oleh Kejaksaan Agung dan Komisi Nasional untuk HAM. “Ada dua yang butuh keputusan politik, karena terjadi sebelum tahun 2000,” kata Badrodin.

Pemerintah, menurut Badrodin, tak akan menutupi bila memang ada anggota Polri maupun TNI yang terlibat dugaan pelanggaran tersebut. “Tidak apa-apa. Kalau anggota kepolisian, siapa orangnya?” kata dia.

Sebelumnya, Kemenkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan keseriusan pemerintah menyelesaikan tiga dugaan pelanggaran HAM Papua tersebut.

“Ini bukti komitmen pemerintah kalau memang ada kesalahan pasti tanggung jawab. Tapi jangan dibilang semuanya, seolah (Indonesia) bangsa tak beradab,” ujar Luhut di Jakarta, Senin, 13 Juni 2016.

Pewarta: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaLP3BH Tolak Jakarta Selesaikan Pelanggaran HAM di Papua
Artikel berikutnyaFilep Karma: Aksi KNPB Harus Damai dan Bermartabat