WAMENA, SUARAPAPUA.com — Kepala Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Jayawijaya, Murjono Murib mengatakan, siswa-siswi anak-anak asli Papua terbukti tidak ada niat berusaha dalam dunia belajar. Bahkan, katanya, datanya membuktikan bahwa anak-anak asli Papua banyak yang belum tahu membaca buku.
Ia juga mengatakan, anak-anak Papua tidak ada jiwa bersabar dalam dunia belajar dan maunya asal lulus dari bangku pendidikan. Anak-anak Papua juga tidak ada yang mau kerja di konter hanphone (HP), televise (TV) dan komputer.
“Anak-anak ini tahunya minta uang dan maunya menjadi PNS saja,” kata Murjono Murib saat acara syukuran kelulusan SMP Kristen Wamena, Kamis (16/6/2016).
Anak-anak Papua bisa diistilahkan katanya, seperti mie instan. Maunya cepat saji, cepat makan. “Mereka maunya uang yang cepat di tangan, tetapi tidak mau kerja dulu,” kata Murib.
Ia juga menyarankan, supaya anak-anak yang lulus sekolah untuk belajar keras supaya masuk sekolah kedinasan di Jakarta, supaya cepat kerja menjadi PNS. Seperti perguruan tinggi STPDN, STIPAN dan sekolah tinggi sejenisnya.
Jika masuk perguruan tinggi di Papua, katanya, tidak produktif, karena diartikan dengan sekolah asal-asalan akhirnya tidak ada lapangan kerja.
“Dan kalo masuk di sini tidak jelas bikin rambut lingkar-lingkar dan jalan tidak jelas, “ tutur Murib di hadapan siswa-siswi SMP dan para undangan.
“Seperti saya sekolahkan empat anak di SMA Bumi Perkemahan (Buper) Waena kota Jayapura yang sekolah unggulan, karena yang sekolah di sini (Wamena) abunawas. Sehingga kepala sekolah SMP Kristen siapkan anak-anak kita kirim ke sana (Buper),” tukasnya.
Selain murid, katanya, guru-guru yang selesai di perguruan tinggi yang tidak jelas balik ke daerah mengajar murid juga tidak jelas. Aneh juga lanjutnya, guru-guru yang mengajar ini adalah guru-guru Kristen, tetapi mengajar tidak takut akan Tuhan. Hanya mengajar asal-asal saja.
Hal serupa menurutnya, orang tua murid. Orang tua hanya bisa bicara banyak menyalahkan dinas P dan P dan guru-guru di sekolah, tetapi mereka tidak koresksi diri mereka. Ini yang biasa orang katakan, penonton lebih hebat dari pada pemain.
“Jadi guru dan orang tua saya mau istilakan seperti ayam kampung dan ayam bertelur. Ayam kampung sama dengan orang tua murid, telurnya cuman 1 tapi berkokok sampai 1 kampung bisa dengar. Terus guru seperti ayam bertelur, bertelur banyak tapi diam tidak seperti ayam kampong,” tuturnya.
Pewarta: Elisa Sekenyap
Editor: Arnold Belau