Menko Polhukam Langgar Hukum Dengan SK Tim HAM

0
3218

Oleh: Yan Christian Warinussy

Saya baru saja menerima foto copy dari Surat Keputusan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan HAM (SK Menko Polhukam) Nomor: 40 Tahun 2016 tentang Tim Terpadu Penanganan Dugaan Pelanggaran Hak Asasi Manusia Di Provinsi Papua dan Papua Barat Tahun 2016.

Di dalam SK tersebut pada diktum Kedua disebutkan mengenai tugas-tugas Tim Terpadu tersebut yang terdiri dari, menghimpun data dan informasi yang diterima dari Laporan Komnas HAM dan sumber-sumber lainnya mengenai dugaan pelanggaran HAM di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.

Tugas kedua dati tim sesuai SK Menko Polhukam tersebut ialah menginventarisir, mengolah dan menganalisa semua data-data dan informasi yang diterima, untuk menentukan klasifikasi dan status tahapan penanganan selanjutnya.

Baca Juga:  Politik Praktis dan Potensi Fragmentasi Relasi Sosial di Paniai

Tugas ketiga dari tim tersebut meliputi melaporkan hasil sebagaimana dimaksud dalam huruf b kepada Menko Polhukam, dan selanjutnya hasil tersebut sebagai bahan laporan kepada Presiden.

ads

Tim ini dipimpin oleh Prof. Dr. Indriyanto Seno Aji, SH, MH dengan masa tugas selama 6 bulan terhitung mulai dari tanggal 25 April hingga 25 Oktober 2016.

Sebagai salah satu Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) di Tanah Papua, saya menilai bahwa pembentukan Tim Terpadu yang dilakukan oleh Menko Polhukam RI, merupakan suatu langkah yang sama sekali mengabaikan tugas dan kewenangan Komnas HAM yang sudah diatur menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Di dalam kedua Undang-undang itu sudah jelas-jelas diatur mengenai kewenangan dan tugas dari Komnas HAM sebagai sebuah lembaga resmi negara yang memiliki tugas menyelidiki dugaan Pelanggaran HAM Berat, dan memantau serta memajukan kondisi HAM di Indonesia.

Baca Juga:  Freeport dan Kejahatan Ekosida di Wilayah Suku Amungme dan Suku Mimikawee (Bagian 4)

Demikian juga dalam konteks menentukan sesuatu peristiwa sebagai tindakan pelanggaran hak asasi manusia adalah menjadi tugas dan wewenang dari Komnas HAM dan tidak diatur adanya lembaga, atau komisi, atau apa lagi tim terpadu sekalipun.

Yang sangat menentang nurani kemanusiaan saya adalah bagaimana mungkin orang-orang dan institusi-institusi yang “diduga keras” telah seringkali terlibat dalam berbagai tindakan pelanggaran HAM di Tanah Papua, misalnya dari TNI maupun Polri bisa dilibatkan dalam tim terpadu untuk menyelidiki dugaan perbuatan mereka sendiri?

Inilah hal yang menjadi sebab, sehingga saya dan LP3BH Manokwari beserta mayoritas pembela HAM di Tanah Papua menolak dengan tegas pembentukan tim terpadu oleh Menko Polhukam, karena bersifat melawan hukum.

Baca Juga:  Freeport dan Fakta Kejahatan Kemanusiaan Suku Amungme dan Suku Mimikawee (Bagian 3)

Sekaligus mendesak Pemerintah Indonesia untuk memberikan akses yang seluas-luasnya bagi Komnas HAM untuk menyelidiki ulang kasus Wasior (2001) dan Wamena (2003) serta Paniai (Desember 2014).

Kami juga mendesak Pemerintah Indonesia untuk mendesak Kejaksaan Agung untuk segera secara pro-aktif membantu segenap tugas Komnas HAM dalam menyelidiki ulang dan mengajukan kasus Wasior maupun Wamena untuk dibawa ke pengadilan HAM.

Presiden Joko Widodo harus terlibat dalam mengambil langkah memanggil Menko Polhukam dan memberi teguran serta memerintahkan dibubarkannya Tim Terpadu tersebut.

*) Penulis adalah Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari.

Artikel sebelumnyaBegini Cara Umat Paroki Pugima Cari Dana Bangun Gereja
Artikel berikutnyaTAPOL: Indonesia, Hentikan Impunitas dan Penangkapan Sewenang-wenang di Papua!