Menko Polhukam RI: “Potong Telinga Saya Kalau Papua Merdeka”

1
4205

JAKARTA, SUARAPAPUA.com — Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Republik Indonesia (Menko Polhukam RI), Luhut Binsar Pandjaitan, dalam sebuah rapat tertutup dengan beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Tanah Papua beberapa waktu lalu, menantang Papua dan menegaskan, Papua tidak akan merdeka.

“Potong telinga saya kalau Papua merdeka,” tegas Luhut, Kamis (23/6/2016) dalam pertemuan yang difasilitasi dan diprakarsai oleh Menko Polhukam, yang berlangsung di Kantor Kemenkopolhukam, Jl. Medan Merdeka Barat, Jakarta, sekitar pukul 10.00-12.00 WIB.

“Papua tidak akan merdeka. Buktinya rakyat Papua tidak bersatu, dan ULMWP (United Liberation Movemment for West Papua) bukan representatif rakyat Papua,” begitu kata salah seorang yang turut hadir dalam pertemuan tersebut, yang tak ingin namanya disebut, meniru kata-kata Luhut.

Sumber yang sama menjelaskan kepada suarapapua.com, dalam pertemuan tersebut, Luhut minta dukungan DPR dan DPD asal Papua untuk mendukung beberapa agenda dan program untuk Papua yang sedang Menko Polhukam RI dorong.

Baca Juga:  TETAP BERLAWAN: Catatan Akhir Tahun Yayasan Pusaka Bentala Rakyat 2023

“Beberapa program untuk Papua yang itu antaranya penyelesaian pelangggaran HAM melalui tim yang ia bentuk, rencana pembangunan Boarding School dan rencana mau datangkan puluhan profesor dari Amerika untuk bangun Papua,” lanjutnya menirukan kata-kata Luhut.

ads

Menanggapi itu, Sem Awom, anggota Tim Kerja ULMWP dalam negeri, mengatakan, bila begitu nilai Menko Polhukam, mengapa dia malah sibuk menghabiskan sumberdaya negara Indonesia untuk ‘menutup mulut’ negara-negara Melanesia di Pasifik.

“Kalau dia pikir Papua tak akan merdeka dan ULMWP bukan organisasi representatif Rakyat Papua Barat, maka untuk apa dia sibuk lobby ke PNG (Papua New Guinea), Fiji, Inggris, Australia, ke Jayapura dan ke Wamena akhir-akhir ini, hanya demi membendung usaha-usaha rakyat Papua untuk merdeka?” tanya Awom.

“ULMWP hadir untuk memperjuangkan kemerdekaan Bangsa Papua Barat. ULMWP adalah Organisasi Pembebasan bangsa Papua Barat yang lahir dari dan oleh Rakyat Papua Barat untuk memperjuangkan pembebasan bangsa Papua Barat,” lanjut Awom menegaskan.

Baca Juga:  Komisi HAM PBB Minta Indonesia Izinkan Akses Kemanusiaan Kepada Pengungsi Internal di Papua

Sementara itu, aktivis HAM Papua, Elias Ramos Petege menjelaskan,  Tim Terpadu Penanganan HAM Papua buatan Menko Luhut tidak memiliki kewenagan untuk menyelesaikan berbagai pelanggaran HAM di Tanah Papua.

“Mereka (Luhut dan tim bentukannya) merampas kewenangan Komnas HAM RI. Karena itu, jika Luhut dan kawan-kawannya benar-benar serius menuntaskan berbagai kasus pelanggaran HAM, maka Luhut mestinya memerintahkan Kejagung (Kejaksaan Agung) untuk menindaklanjuti rekomendasi-rekomendasi Komnas HAM dengan melakukan penyidikan kasus dugaan pelanggaran HAM berat, seperti Kasus Wasior dan Wamena, dan deretan kasus lainnya di Papua,” jelas Petege.

“Kedua, Luhut harusnya mendorong dan mendukung penguatan kewenangan Komnas HAM melalui RUU HAM dan di DPR RI segera agar Komnas HAM punya kewenangan lebih,” lanjut Petege.

Menurut Petege, negara Indonesia melalui para aparatnya di Papua adalah pelaku-pelaku pelanggar HAM rakyat Papua. Maka upaya-upaya penyelesaian masalah HAM di Papua oleh Menko Polhukam yang berposisi sebagai pelaku pelanggar HAM adalah sangat tidak masuk akal dan tidak mencerminkan Indonesia yang mengaku diri sebagai negara demokrasi.

Baca Juga:  Lima Wartawan Bocor Alus Raih Penghargaan Oktovianus Pogau

Seperti telah diberitakan media ini, Menko Polhukam, Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, yang menolak tim investigasi oleh rakyat Papua dan sejumlah aktivis HAM selama ini bukan semua orang Papua, itu hanya satu dua orang saja (baca juga: Indonesia Tidak Mau Tim Independen Lain Investigasi Kasus HAM di Papua).

“Kalau tidak salah hanya Natalius Pigai, sementara Ketua Komnas HAM dan beberapa anggota Komnas HAM lainnya ada dalam tim. Yang kita tidak mau adalah ada orang lain membuat tim independen menginvestigasi kita (Indonesia). Kita (Indonesia) bisa lakukan sendiri kok. Saya juga ada undang 4 duta besar, PNG, Fiji, Solomon Island dan duta besar New Zealand. Mereka lihat tidak ada dokumen yang ditutup. Untuk proses sekarang masih melakukan pengumpulan data,” urai Luhut saat itu.

Pewarta: Bastian Tebai

Artikel sebelumnyaGermanus Goo: Jangan Jual Tanah Adat di Dogiyai!
Artikel berikutnyaKeluarga Owen Pekei Tuntut Polres Nabire Transparan