Komnas HAM Kecam Pernyataan Sultan Soal Separatis

0
4047

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia mengecam pernyataan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono X yang mengatakan tidak boleh ada separatis di Yogyakarta.

Pernyataan itu dikeluarkan Sultan pada 19 Juli 2016 di Kepatihan menanggapi aksi sejumlah mahasiswa Papua di Yogyakarta yang menggelar dukungan atas United Liberation Movement for West Papua (ULMWP). Para mahasiswa Papua itu mendorong ULMWP menjadi anggota Melanesian Spearhead Group (MSG).

“Itu sangat berbahaya. Dalam konteks budaya Jawa, itu pengusiran secara halus, bahwa orang Papua tak boleh di Jogja,” kata Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai di Asrama Papua Kamasan sesaat sebelum bertolak ke Kepatihan Yogyakarta untuk menemui Sultan, Rabu, 20 Juli 2016, seperti dikutip media ini dari tempo.co.

Baca Juga:  Keluarga Korban Mutilasi Mimika Minta Pelaku Tidak Diberikan Remisi

Mengingat kedudukan Sultan tak hanya sebagai kepala pemerintahan, melainkan juga tokoh nasional dan Raja Jawa. Dan sebagai raja, lanjut Pigai, pernyataan Sultan akan diikuti semua rakyatnya.

“Itu penyataan chauvinist pimpinan besar negara. Itu tidak boleh,” kata Pigai sembari mengingatkan adanya jaminan hukum dalam berekspresi dan menyatakan pendapat.

ads

Selain ingin menanyakan ihwal maksud pernyataan Sultan, Pigai juga ingin meminta keterangan soal peran pemerintah dalam memberikan perlindungan kepada para mahasiswa Papua di Yogyakarta.

Juru bicara Persatuan Rakyat untuk Pembebasan Papua Barat (PRPPB) Roy Karoba pun menyesalkan pernyataan Sultan.

“Itu menyulitkan kami di sini. Seolah label separatis itu melekat pada orang Papua,” kata Roy saat ditemui di Asrama Papua “Kamasan”.

Dia pun meminta Sultan menyampaikan secara tegas maksud dari pernyataannya soal tak boleh ada separatis di Yogyakarta itu.

Baca Juga:  Melalui MRP PB dan Tokoh Masyarakat, Tiga Warga Moskona Menyerahkan Diri

“Kalau benar itu pengusiran, kami akan angkat kaki dari Jogja,” kata Roy.

Sultan membantah maksud pernyataannya adalah tidak memperbolehkan mahasiswa Papua tinggal di Yogyakarta. Menurut Sultan, aspirasi untuk menentukan nasib sendiri yang dilakukan mahasiswa Papua boleh dilakukan, asalkan tidak disampaikan kepada publik.

“Kalau di asrama, silakan. Kalau disampaikan ke publik, di tempat lain sana, tidak di Jogja,” kata Sultan di Kepatihan, Rabu, 20 Juli 2016.

Alasannya, masyarakat Yogyakarta itu untuk Indonesia, bukan Yogyakarta memberi ruang bagi separatis untuk memisahkan diri dari Indonesia.

“Itu prinsip. Beberapa kali sudah terjadi dan sudah saya ingatkan. Saya tidak mau Yogyakarta menjadi tempat untuk aspirasi lain,” kata Sultan.

Baca Juga:  Usai Dilantik, Pj Wali Kota Sorong dan Maybrat Berkomitmen Sukseskan Pilkada

Selain itu, Mikael Kudiai, aktivis Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) di Yogyakarta, melalui akun media sosial facebook pribadinya, mengatakan, Sultan terlalu berani mengatakan aksi mahasiswa Papua di Yogyakarta adalah separatis.

Menurut Kudiai, Yogyakarta juga pernah menyuarakan untuk memisahkan diri dari Indonesia pada tahun 2010. Kudiai juga bertanya, bukankah Jogja pernah menyatakan untuk lepas dari NKRI?

“Kalau benar-benar melakukan stigma karena memahami arti separatis boleh saja. Tetapi kalau tidak paham arti separatis, lebih baik diam saja. Sultan terlalu berani pada mahasiswa, tetapi takut dan melakukan pembiaran terhadap ormas-ormas reaksioner dan aparat keamanan melakukan intimidasi, penangkapan, pembungkaman ruang demokrasi terhadap kami mahasiswa Papua dan rakyat Jogja sendiri,” tulisnya.

Pewarta: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaBEM FISIP Uncen Minta Calon Mahasiswa Harus 80 Persen Anak Asli Papua
Artikel berikutnyaPanitia Progresif Stikom Jayapura Siap Terima Maba Tahun 2016