BeritaIntervensi Anggota Polres Jayawijaya ke RRI Wamena, Disesalkan

Intervensi Anggota Polres Jayawijaya ke RRI Wamena, Disesalkan

WAMENA, SUARAPAPUA.com —  Theo Hesegem, ketua Jaringan Advokasi Penegakan Hukum dan Hak Asasi Manusia Pegunungan Tengah Papua, mengatakan, tindakan oknum anggota polisi bersama temannya memasuki ruang siar Pro 1 RRI Wamena, Jumat 26 Agustus 2016, tak dapat dibenarkan.

Theo menyesalkan kejadian tersebut karena telah mencoreng citra LPP RRI sebagai lembaga penyiaran publik.

Kekesalan itu juga ia sampaikan ke Kapolda Papua, siang tadi, melalui pesan singkat yang berisi penjelasan mengenai situasi di ruangan studio RRI Wamena (26/8/2016) saat sedang berlangsung dialog interaktif dengan tiga narasumber: ketua FMJ-PTP Mully Wetipo, sekretaris FMJ-PTP Yance Itlay, dan fasilitator Yayasan Teratai Hati Papua, Ence Geong.

Menurut Theo, tindakan oknum anggota polisi memasuki studio RRI Wamena, memotret kegiatan dialog dan berdiri di belakang para narasumber, tindakan tak terpuji.

Pesan singkat ke Kapolda Papua berisi lima poin. Pertama, “Saya sebagai Human Rights Defender melihat kejadian ini adalah bagian dari tindakan teror.”

Poin kedua, tulis Theo, “Dengan adanya tindakan yang dimaksud, maka semua narasumber dan penyiar secara psikologi terganggu”.

Theo juga menilai, “Tindakan yang dimaksud tidak profesional dalam menjalankan tugas karena tidak minta ijin dan tidak menjelaskan tugas anggota kepada narasumber dan penyiar RRI.”

Baca Juga:  Polisi Seakan Membiarkan Pelaku Teror Pada Wartawan dan Pegiat HAM di Papua

“Apabila hal itu terjadi di kemudian hari, maka krisis kepercayaan masyarakat terhadap RRI tidak bisa dipercaya lagi sebagai radio milik publik,” demikian Theo di poin keempat.

Pada poin kelima, Theo dengan tegas menyatakan, “Di ruang studio RRI adalah tempat steril, siapapun termasuk aparat tidak boleh masuk.”

Penegasan sama dikemukakan Mully Wetipo, ketua FMJ-PTP.

Dalam siaran pers yang diterima suarapapua.com, Mully bahkan membantah komentar Kapolres Jayawijaya, AKBP Yan Pieter Reba, SE., M.Si, sebagaimana disiarkan oleh beberapa media massa.

FMJ-PTP, kata Mully, menilai sejumlah pernyataan Kapolres terkesan membela tindakan anak buahnya saat sedang berlangsung dialog inspirasi bertema “Satu Jam Bersama Sang Inspirator”.

“Kehadiran seorang polisi dalam ruang studio RRI saat kami sedang diwawancarai adalah bentuk intimidasi. Kami yang ada di dalam ruangan studio, merasa diintimidasi karena kehadiran oknum polisi itu terjadi saat kami sedang diwawancarai dan kehadirannya tanpa sepengetahuan penyiar maupun kami yang diundang untuk dialog inspirasi tersebut,” urainya dalam siaran pers.

Baca Juga:  Diakhiri Deklarasi Gerakan Merch, Tambrauw Tuan Rumah FHP ke-II

Menanggapi pernyataan Kapolres bahwa anggotanya sedang menjalankan tugas untuk membuat laporan, menurut Mully, bertentangan dengan fakta bahwa selama ini tak ada polisi yang masuk ke dalam ruangan studio RRI ketika sedang berlangsung siaran atau dialog interaktif di RRI, kecuali saat Kapolres menjadi narasumber di RRI.

“Hal ini sesuai dengan pernyataan Kepala LPP RRI dalam Kompas.com pada Sabtu 27 Agustus 2016 bahwa anggota polisi atau TNI biasanya turut mendokumentasikan kegiatan dialog di RRI ketika Kapolres atau Dandim yang menjadi narasumber. Selain itu, kerja pembuatan laporan tersebut melampaui batasannya dengan memasuki ruangan yang seharusnya tidak diperbolehkan.”

Klaim Kapolres bahwa anggotanya sudah meminta izin ke Kepala Stasiun LPP RRI Wamena untuk masuk ke studio, tegas Wetipo, hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Kepala Stasiun LPP RRI Wamena sesaat setelah dialog inspirasi selesai bahwa dirinya tak mengetahui ada anggota kepolisian yang masuk ke dalam ruangan studio.

Tak hanya itu, Mully menyebutkan, pernyataan Kapolres bahwa DT memang ditugaskan untuk melaksanakan pengamanan kantor LPP RRI Wamena, tidak sesuai dengan surat perintah yang dikeluarkan pihak Kepolisian Resor Jayawijaya.

Baca Juga:  Transmigrasi Ancaman Bagi Non OAP dan OAP di Tanah Papua

“Dalam surat perintah tertanggal 3 Agustus 2016 dengan nomor Sprin/505/VIII/2016/Res Jawi yang ditempel di papan pengumuman di RRI Wamena, tidak ada nama anggota polisi dengan inisial DT. Selain itu, tugas kepolisian untuk mengamankan LPP RRI Wamena tidak berarti bahwa anggota kepolisian boleh masuk ke dalam ruang studio RRI,” ungkapnya.

Mully juga menyatakan, pihaknya menyayangkan adanya berita dari RRI Wamena sendiri pada tanggal 30 Agustus 2016 yang justru bertentangan dengan fakta.

“Fakta bahwa surat perintah pengamanan kantor LPP RRI Wamena tidak terdapat nama anggota polisi berinisial DT harusnya disampaikan juga dalam berita agar masyarakat pun tahu apakah benar saudara DT sedang bertugas melaksanakan pengamanan kantor LPP RRI Wamena sebagaimana disampaikan oleh Kapolres,” tandasnya.

FMJ-PTP kemudian menyarankan pihak RRI Wamena bersikap tegas agar kejadian serupa tak terulang di lain waktu. “Harus larang semua yang tidak berkepentingan untuk masuk hingga ke ruang redaksi dan studio penyiaran RRI demi menjamin kebebasan pers dan menjauhkan intervensi dari pihak lain,” beber Mully.

Pewarta: Elisa Sekenyap

Editor: Mary Monireng

Terkini

Populer Minggu Ini:

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.