BeritaMasyarakat Papua Pertanyakan Promosi Pembunuh Theys Eluay Jabat Ka BAIS

Masyarakat Papua Pertanyakan Promosi Pembunuh Theys Eluay Jabat Ka BAIS

WAMENA, SUARAPAPUA.com — Pengangkatan Mayjen Hartomo sebagai Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) yang dipecat dari militer di pengadilan militer Surabaya karena telah membunuh Theys Hiyo Eluay, ketua Dewan Presidium Papua adalah bukti dari Negara tidak merasa memiliki rakyat Papua sebagai bagian dari warga Negara Indonesia.

“Cara ini artinya negara tidak pernah butuh orang Papua. Karena pemimpin Papua dibunuh, tapi pelakunya tetap dipromosikan menjabat Kepala BAIS. Kami tidak setuju orang ini (Hartomo) jadi Kepala BAIS karena sudah dipecat,” tegas Theo Kossay OFM, anggota Sekretaris Keadilan Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan Fransiskan Papua (SKPKC-FP) di Wamena, Rabu (21/9/2016).

Pater Theo mempertanyakan, hukum Negara Indonesia yang berlaku, sebab Mayjen Hartomo dinyatakan bersalah dan telah dijatuhi hukuman penjara dan pemecatan, tetapi buktinya ia dipromosi menjadi Kepala BAIS. Bahkan ia telah menjabat beberapa jabatan di tubuh militer Indonesia.

“Ini tidak benar. Institusi militer mestinya membuktikan kebenaran dan kami sebagai pembela HAM tidak bisa terima ini,” tukas Theo.

Ence Florioan, salah satu aktivis kemanusiaan di Wamena juga menyatakan hal serupa bahwa, dengan diangkatnya Mayjen Hartomo sebagai Ka BAIS menunjukkan impunitas aparat keamanan, tetapi juga menyakiti hati korban, keluarga korban bahkan seluruh rakyat Papua.

Baca Juga:  Polda Papua Diminta Evaluasi Penanganan Aksi Demo di Nabire

“Pengangkatan Hartomo ini sekaligus menunjukkan ketidakseriusan pemerintah pusat dalam menyelesaikan masalah pelanggaran HAM di Papua,” ujar Ence.

Tindakan ini secara tidak langsung membangun jarak antara Jakarta dan Papua, termasuk mengentalkan sikap saling tidak percaya orang Papua terhadap Jakarta.

“Kalo ini caranya bagaimana mungkin masalah Papua bisa diselesaikan,” katanya.

Sementara itu, seperti dilansir Jubi, Budi Hernawan, peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) di Jakarta, menanggapinya dengan kecewa. “Ini akan mempertinggi tingkat ketidakpercayaan masyarakat Papua terhadap pemerintah, karena tidak mampu tegakkan hukum. Dia (Hartomo) itu kan sudah pernah divonis pecat, kenapa malah jadi Kabais?” ujar Budi ketika dikonfirmasi Jubi, Rabu (21/9/2016) di Jakarta.

Mayjen Hartomo yang sebelumnya menjabat Gubernur Akademi Militer (Akmil), pada tahun 2003 (saat berpangkat Letnal Kolonel) dijatuhi hukuman 3 tahun 6 bulan penjara serta dipecat dari dinas militer oleh Mahkamah Militer Tinggi (Mahmilti) III Surabaya.

“Dia dihukum karena terlibat dalam pembunuhan Theys,” demikian menurut keterangan Made Supriatma, penulis dan pengamat masalah-masalah militer Indonesia melalui surat elektroniknya kepada Jubi, Selasa (20/9/2016).

Baca Juga:  Presiden Jokowi Segera Perintahkan Panglima TNI Proses Prajurit Penyiksa Warga Sipil Papua

“Hartomo itu dulu Dansatgas Tribuana 10, sebuah Satgas Kopassus, yang bertugas di Jayapura. Theys dibunuh tanggal 10 November 2001 setelah sebelumnya diundang untuk merayakan Hari Pahlawan di markas satgas Kopassus itu. Sopir Theys, Aristoteles, hingga saat ini masih hilang,” ujarnya.

Namun menurut Hernawan, hukuman pemecatan terhadap Hartomo itu tidak pernah dilakukan. “Pemecatan itu tidak dilakukan. Sama saja dengan tidak menjalankan hukuman penuh. Keputusan pengadilan kan pemecatan, bahwa ada hukuman badan kurungan tiga atau enam bulan, tapi hukuman pemecatan itu bagian dari putusan. Kenapa tidak dilakukan dan malah dapat promosi terus?”

Menurut catatan siaran Pers Solidaritas Nasional untuk Papua (SNUP) 14 Maret 2003, yang diarsipkan oleh KontraS, Letkol Inf Hartomo dan Mayor Inf Hutabarat adalah atasan dari lima orang terdakwa militer lainnya yang memerintahkan dilaksanakannya operasi.

Waktu itu, hal yang memberatkan kedua terdakwa itu adalah tidak profesional menjalankan perintah. “Perintahnya adalah melakukan penggalangan opini rakyat Papua dengan cara kontak person dan dialog. Mengenai bagaimana pelaksanaannya, seperti perintah Hartomo “terserah bagaimana caramu yang penting tidak berlebihan.” Hal itulah yang kemudian diartikan sebagai ijin untuk melakukan tindakan fisik, sehingga menyebabkan kematian Theys,” demikian pernyataan SNUP waktu itu.

Baca Juga:  Pembagian Selebaran Aksi di Sentani Dibubarkan

Dari catatan Supriatma, kenyataannya tidak ada satupun perwira dan prajurit yang menjadi terdakwa itu benar-benar dipecat dan dihukum. “Kita tidak tahu putusan banding dan tidak pernah ada keterbukaan soal itu. Yang kita tahu, orang-orang ini tetap berkarir di dunia militer dan mendapat promosi,” ujarnya.

Supriatma mengingatkan, bahkan sejak Hartomo ditunjuk menjadi Gubernur Akmil di Magelang, dia sudah menuai banyak kritik. “Pantaskah seseorang yang pernah dihukum karena melakukan pelanggaran HAM berat diangkat menjadi pendidik utama generasi muda TNI?” ujar Supriatma.

Namun rupanya kritik tersebut, lanjut dia, ditanggapi dengan telinga tuli. “Kini Hartomo malah mendapat promosi jadi Kabais dan pangkatnya akan jadi Letnan Jendral. Ini kan menunjukkan impunitas menjadi anggota militer Indonesia,” tegasnya.

“Saya membayangkan bagaimana menjadi rakyat Papua di masa-masa seperti ini. Promosi ini seakan-akan mengukuhkan anggapan menjadi orang Papua itu memang tidak ada artinya,” kata Supriatma yang dikenal banyak menulis terkait karir militer dan HAM para petinggi militer Indonesia itu.

Pewarta: Elisa Sekenyap

Terkini

Populer Minggu Ini:

Pacific Churches Urge MSG to Expel Indonesia if it Does Not...

0
"Are the countries supporting Indonesia's candidacy as a member of the UN Human Rights Council saying that they are comfortable with human rights violations?"

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.