Dari Penjara Kecil ke Penjara Besar

0
2362

Oleh: Soleman Itlay

Syukur kepada Allah segala bangsa dan sumber segala penghiburan, yang menghibur kita dalam segala penderitaan kita dimana pun berada yang dapat kita terima dari Allah Tritunggal. Sehingga kita dapat beroleh kekuatan untuk dapat sabar menderita kesengsaraan dan dapat mendewasakan semangat kita untuk semakin sadar melawan praktek hidup yang salah serta mengedepankan nilai-nilai luhur bagi kita manusia pada alam raya semesta Papua.

Baru saja kita mendapat kabar setengah segar dari ufuk barat pulau Papua dalam suasana duka cita yang amat mendalam atas kasus penembakan terhadap Otinus Sondegau (15 tahun) di Sugapa, Intan Jaya. Kabar tersebut adalah tentang tahanan politik Papua yang lama menanggung derita dan harapan luhur rakyat Papua di balik jeruji besi. Telah lama mereka menahan dan menanggung nasib kaum kulit hitam dan keriting rambut untuk menentukan nasib sendiri. Isu ini membuat publik baik pro perjuangan orang Papua dan tidaknya, cukup membanggakan, tetapi juga membuat penasaran.

Secara pribadi saya kaget terkait isu ini. Sebelumnya saya belum tahu informasi, bahkan berusaha mencari kepastian informasi oleh rasa penasaran. Ada beberapa tempat sempat mendengar cerita bahwa ada 4 orang tahanan politik Papua baru dibebaskan di Manokwari. Sambil ikuti perkembangan secara perlahan kurang lebih tiga sampai empat jam terus mencari kepastian informasi.

Setelah membuka akun facebook pribadi munculah sebuah tautan yang bersumber dari majalah online www.kabarmapegaa.com dengan judul “4 Tahanan Politik Papua Dibebaskan”. Sembari membuka tautan dan membaca ternyata yang dimaksud dari berita itu adalah tuan Alexander Nekenem, Opinus Humawak, Oten Gombo, Yoram Magai. Dari sinilah saya mengetahui, ternyata mereka ini yang selama ini terus menerus menyuarakan hak politik untuk menyamakan derajat seperti bangsa lain.

ads

Patut kita memberikan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada pihak penegak hukum yang dapat membebaskan 4 tahanan politik Papua Barat. Sungguh luar biasa, perhatian Negara pada wajah keadilan pada hukum semakin tercermin di ujung barat Pulau Papua, Manokwari. Bebasnya 4 tahanan politik dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Manokwari, tentunya dapat memberikan angin segar bagi orang Papua yang selama ini merindukan kebebasan terhadap para tahanan tersebut.

Baca Juga:  Hilirisasi Industri di Indonesia: Untung atau Buntung bagi Papua?

Dalam aksi damai di Papua ke MSG pada, 20 – 21 Mei 2015 lalu ialah awal terjadinya paling kurang 123 orang ditangkap oleh aparat kepolisian Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari 123 orang tersebut termasuk 4 orang tahanan politik yang baru dibebaskan pada 3 September lalu. Mereka adalah Alexander Nekenem, Opinus Humawak,  Oten Gombo, Yoram Magai yang merupakan pengurus dan anggota KNPB wilayah Manokwari yang selama ini memimpin rakyat dalam perjuangannya.

Awalnya, Manowari dibawah pimpinan KNPB wilayah Sorong, tuan Alexander Nekenem berkumpul di Amban pukul 8:00 – 9:30 sesuai himbauan aksi yang dikeluarkan oleh WPNCL, NFRPB dan PNWP yang mediasi oleh KNPB. Disanalah tuan Alexander Nekenem Cs ditangkap dan diproses hukum bahkan dikenakan pasal makar, kemudian menjalani hukuman di Lapas Kelas IIB Manokwari. Mereka, para tahanan politik Papua tersebut menjalani hukuman di tahanan kurang lebih 12 bulan berjalan, dikutip knpb-prd-fraksi-bomberay.blogspot.com.

Sungguh luar biasa, beliau beserta rekan-rekannya dengan penuh rasa tanggung jawab dan kerelaaannya dapat menjalani hukuman demi memperjuangkan nilai-nilai keadilan dan perdamaian di Tanah Papua. Jika kita merenung secara sejenak, 12 bulan bukanlah waktu yang singkat, tetapi cukup lama. Bayangkan saja bila kita samakan dengan usia kita sebagai manusia, tentunya cukup lama.

Pada sidang ketujuh, Alexander dan rekan-rekannya dinyatakan melakukan tindak pidana penghasutan melawan hukum dan dikenakan pasal 160 KUHP Pidana oleh Polres Manokwari. Mereka dengan rendah hati meninggalkan sanak keluarga, kerabat dan lainya menerima kenyataan hukum, kemudian menjalani hukuman selama 12 bulan, Mei sampai 3 September lalu. Mereka menjalani hukuman di LP Kelas IIB Manokwari, Papua Barat.

Semenjak isu tersebut meruak di tengah masyarakat umum, semua orang kaget atas isu bebasnya 4 tahanan politik tersebut. Nasib 4 tahanan politik ini cukup mirip dengan apa yang pernah dialami oleh salah satu tokoh Papua, Bapak Filep Y. Karma. Perbedaannya, Bapak Karma menjalani masa tahanan politiknya 15 tahun, namun karena ada desakan oleh negara luar, maka beliau dibebaskan pada 2014 lalu oleh negara. Sementara para penerus Bapak Karma, 4 tahanan politik ini menjalani masa tahanannya 12 bulan berjalan, termasuk cepat dibebaskan.

Baca Juga:  Orang Papua Harus Membangun Perdamaian Karena Hikmat Tuhan Meliputi Ottow dan Geissler Tiba di Tanah Papua

Sehingga banyak yang bertanya-tanya oleh berbagai kalangan sosial masyarakat terlebih khusus di Papua. Bagi orang Papua pembebasan tahanan politik karena “Papua Merdeka” adalah hal yang mustahil. Apalagi para tapol dan napol yang sering jadi basis pasal makar selalu dijatuhi hukuman yang cukup berat, lalu kenapa segera dibebaskan.

Bahkan sebagian lagi menganggap pembebasan 4 tapol itu hanya mencari citra baik dan menutupi kesalahan pemerintah terutama pihak penegak hukum demi menghidari penilaian buruk oleh pihak lain.

Di lain pihak menyambut baik, karena dianggap hal ini dapat memulihkan wajah penekkan hukum di Indonesia yang selama ini dianggap tumpul dan kurang profesional. Ada pula yang beranggapan, langkah tersebut tentunya baik adanya karena sudah melalui proses hukum yang berlaku di negara Indonesia.

Bahkan ada yang menyambut baik oleh masyarakat Indonesia pada umumnya demi menghindari tekanan politik luar negeri terhadap meruaknya isu tentang Papua Merdeka.

Ada sebuah nilai keunikan disini, sekalipun satu kali badai menerpa mereka, tidak pernah menyerah. Sekalipun sepulu kali angin membahana, tidak pernah goyang. Sekalipun gempa berkekuatan seratus, tidak dapat mengobrasi visi dan misi. Sekalipun seribu kekuatan pucuk senjata, tidak pernah takut dan mundur. Itulah Komite Nasional Papua Barat. Kesungguhan mereka dalam perjuangan tak bisa dibalas dengan apa pun juga, selain mengapresiasikan atas keberanian KNPB.

Saya masih ingat ketika membaca pernyataan juru bicara KNPB Pusat, tuan Bazoka Logo yang mengatakan, “Atas nama undang-undang dan hukum tidak bisa batasi, bahkan matikan hak politik orang Papua. Orang Papua takkan pernah tunduk pada hukum dan undang-undang kolonial Indonesia”. Dalam press release pada 3 September lalu, beliau menegaskan: tidak ada kebebasan bagi orang asli Papua selama Indonesia masih menjajah bangsa Papua.

Entahlah, di penjara maupun di luar penjara, bagi orang Papua itu semua penjara. Jadi, bagi 4 tahanan politik yang baru dibebaskan itu pun sama, mereka bukan bebas secara total, tetapi sama halnya dari penjara kecil ke penjara besar. Bagi orang Papua dari Sorong – Samarai, menganggap penjara paling besar adalah di luar ketimbang di sel, lembaga dan lain sebagainya.

Baca Juga:  Adakah Ruang Ekonomi Rakyat Dalam Keputusan Politik?

Bagi orang Papua, penahanan di lembaga pemasyarakatan dimanapun yang ditahan oleh negara adalah tempat istana untuk Papua Merdeka. Sehingga, bagi orang Papua saat ini sangat bersyukur bila ditangkap, disiksa, ditahan dan diproses hukum bahkan ditembak mati sekalipun. Semua itu dianggap sebagai sebuah pupuk perjuangan untuk membawa dan mempercepat proses perjuanagan yang lebih cepat.

Pendekatan negara seperti diatas tidak akan bisa mempengaruhi ideologi orang Papua yang kini semakin bertumbuh subur. Sementara situasi semacam itu menuntut setiap orang Papua terus maju langkah demi langkah bahkan membakar emosional agar terus melawan dengan pemerintah.

Pendekatan yang selama ini didorong pemerintah lebih banyak diberi tanggung jawab kepada aparat kemanan dan militer yang berujung pada kekerasan terhadap aktivis dan rakyat Papua. Hal seperti ini sungguh tidak akan menyelesaikan persoalan Papua, yang ada hanya rakyat Papua melawan, melawan dan melawan.

Beberapa tahun sebelumnya orang Papua meminta mengusut tuntas terkait beberapa kasus pelanggaran HAM, eksploitasi SDA, penembakan dan lain-lain. Tetapi tidak diindahkan negara lantaran menganggap kasus-kasus tersebut tidak penting.

Hal yang dianggap sepele itu kini membuat pemerintah macam kebakaran jenggot, lari kesana kemari untuk mencari citra maupun nama baik negara. Konkritnya, tim bentukan Menko Polhukam, Luhut B. Pandjaitan untuk menyelesaikan kasus pelanggan HAM di Papua macam tidak kelihatan.

Semoga denagan adanya tekanan negara luar terhadap negara Indonesia ini dapat memberikan pertimbangan kepada pemerintah untuk mendorong persoalan di Papua melalu langkah-langkah yang strategis, sistematis dan berkelanjutan. Semoga pula dengan bebasnya 4 tahanan politik ini dapat memikirkan lagi terutama bagi tahanan politik Papua yang kini masih menjalani hukuman, seperti ketua KNPB Timika, tuan Steven Itlay Cs, bahkan kasus-kasus lainnya di Papua. Hal ini tentunya akan memberikan bobot terlebih pada citra negara di mata orang maupun negara luar.

Penulis adalah anggota aktif Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) St. Efrem Jayapura, Papua.

Artikel sebelumnyaPasien Keluhkan Pelayanan di Puskesmas Agats
Artikel berikutnya20 Tahun LP3BH Manokwari Eksis di Tanah Papua