Tim Terpadu HAM Papua Diminta Umumkan Perkembangan Penyelesaian Pelanggaran HAM di Papua

0
2416

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Septer Manufandu, direktur eksekutif Jaringan Kerja Rakyat (JERAT) Papua menyoroti kinerja tim terpadu HAM Papua buatan Jakarta. Karena kinerja tim tersebut sudah selesai sejak Oktober 2016, tetapi perkembangan penyelesaiannya tidak diumumkan ke publik agar diketahui dan diikuti oleh publik di Papua.

Septer menjelaskan, pertama kita menghargai upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk selesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM.  Dan upaya-upaya itu harusnya dilakukan dengan transparan, partisipatif dan saling percaya antara satu dengan yang lain. Kata dia, orang (korban pelanggaran HAM) percaya dulu baru bisa terlibat dan juga mengandung unsur dan nilai-niali yang demokratis dalam prosesnya.

Ia mempertanyakan kriteria yang digunakan untuk penentuan tiga kasus yang disebut sebagai prioritas dari 11 kasus yang ditentukan oleh tim tersebut. Dikatakan, siapa yang punya hak untuk menentukan bahwa dari sekian banyak kasus hanya tidak kasus saja yang prioritas.

“Siapa yang punya hak untuk tentukan hanya tiga kasus ini saja yang prioritas. Mari kita lihat. Kalau dari tiga kasus yang mereka sebut prioritas, kasus Wasior dan Wamena itu sudah melalui proses penyidikan dan penyelidikan yang sampai saat ini masih tarik ulur antara Kejaksaan dan Komnas HAM di Jakarta,” jelasnya kepada suarapapua.com, Rabu (9/11/2016) di Jayapura, Papua.

Menurutnya, kalau upaya penyelesaian pelanggaran HAM di Papua ini dilakukan dalam rangka untuk membangun kepercayaan, kita setuju. Tetapi ini membangun kepercayaan dalam rangka apa? Dalam rangka di mana untuk rakyat percaya bahwa pemerintah berupaya serius untuk menyelesaikan persoalan-persoalan HAM di Papua.

ads
Baca Juga:  Dua Anak Diterjang Peluru, Satu Tewas, Satu Kritis Dalam Konflik di Intan Jaya

“Tetapi kalau diprioritaskan karena hanya kejar waktu, itu keliru. Karena tim ini diberikan mandat untuk bekerja selama satu tahun. Dan bulan Oktober ini selesai dengan sejumlah kasus yang harus diselesaikan,” ujar mantan direktur eksekutif Foker LSM Papua ini.

Pertanyaannya, kata Septer, apakah tim terpadu ini sudah menginformasikan kepada publik secara terbuka, bahwa prosesn yang sudah dilakukan sudah sejauh mana?.

“Mereka (tim terpadu HAM Papua) harus kasih tahu juga kepada publik. Terutama masyarakat korban di Papua. Yang harus diumumkan ke publik adalah upaya-upaya yang sudah mereka lakukan dan sampaikan secara terbuka dan transparan kepada publik agara rakyat Papua tahu dan mengerti,” katanya.

Manufandu menegaskan, upaya-upaya yang sudah dilakukan sudah samai sejauh mana tim terpadu harus umumkan. Selain itu, harus sampaikan kepada publik mengapa mereka meminta perpanjangan masa kerja.

“Kasus Wasior, Wamena dan belakangan ada kasus Paniai. Untuk tiga kasus ini sudah sampai sejauh mana? Kan untuk kasus Paniai ini berbagai tim dibentuk untuk melakukan investigasi dan penyelidikan tetapi kan sampai sekarang mentok. Dan kalau kasus Paniai juga mejadi prioritas, tim tolong menjelaskan kepada masyarakat korban di Paniai, penanganan kasus ini sudah sampai sejauh mana. Kasus-kasus yang lain juga,” tegasnya.

Baca Juga:  Usut Tuntas Oknum Aparat yang Diduga Aniaya Warga Sipil Papua

Menurut Septer, alangkah bijaknya perkembangan penyelesaian pelanggaran HAM diupdate kepada publik tentang perkembangan penanganannya

“Tim harus bisa menjelaskan, atas dasar apa mereka tentukan tiga kasus ini sebagai prioritas. Juga menjelaskan kepada publik tentang kriteria yang ditetapkan untuk menjadikan tiga kasus ini sebagai prioritas apa. Kalau tiga kasus ini yang menjadi prioritas, maka harus terbuka dalam proses-prosesnya. Supaya kemudian kalau tidak transparan baru tiba-tiba menentukan (kasus) ini yang prioritas, masyarakat mau percaya apa dan dimananya yang mau dipercaya?,” tanya Septer.

Karena,  dia menjelaskan,  kita sedang membangun kepercayaan antara masyarakat Papua dan Jakarta dalam penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM di Papua.

Septer menegaskan, Kapolda Papua, Pangdam  XVII Cenderawasih maupun Menkopolhukam tidak punya kewenangan untuk menentukan mana yang kasus pelanggaran HAM dan mana yang bukan. Kata dia, yang berwewenang untuk menentukan sebuah kasus merupakan kasus pelanggaran HAM adalah dengan bukti-bukti sementara yang dikumpulkan, diajukan untuk disidang di pengadilan Ad Hoc.

“Itu yang menentukan bahwa sebuah kasus masuk pelanggara HAM atau tidak. Yang menentukan bukan Polda Papua, Pangdam, Kementrian Hukum dan HAM, Kemen Polhukam maupun masyarakat Papua,” tegasnya.

Baca Juga:  Pelaku Penyiksaan Harus Diadili, Desakan Copot Pangdam Cenderawasih Terus Disuarakan

Lanjut Septer, “Tidak bisa. Itu jelas. Kita punya tugas adalah kumpulkan bukti-bukti dan saksi-saksi untuk mendukung untuk menentukan apakah kasus ini mengarah ke dugaan pelanggaran HAM dan memenuhi unsur atau tidak, yang memutuskan bahwa ini pelanggaran HAM atau tidak itu di pengadilan.”

Ia berharap agar tidak buat proses ini menjadi sebuah distorsi atau tidak jelas. Kita kerja sesuai dengan tupoksi masing-masing, kemudian mendukung segala upaya penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM dan mendorong itu untuk diselesaikan lewat pengadilan HAM karena pengadilan yang tentukan.

Sementara itu, seperti diberitakan beberapa media lokal di Papua, Kapolda Papua, Paulus Waterpauw telah melakukan rapat dengan tim terpadu HAM Papua di Mapolres Jayapura, pada 7 November 2016.

Setelah pertemuan tersebut, Waterpauw mengatakan, pertemuan yang dilakukan secara tertutup itu dihadiri oleh Kapolres Jayapura, Mathius Murib dan sejumlah anggota tim lainnya.

“Kita ditugaskan oleh pak menteri untuk menyelesaikan masalah HAM ini. Saya dengan pak Pangdam mengkoordinir teman-teman pemerhati HAM terkait dengan dugaan pelanggaran HAM di Papua. Jadi, tugas kami berdua hanya mengkoordinir,” kata Kapolda.

“Saya hanya memfasilitasi dan mempertemukan beberapa kali pertemuan di Jayapura serta membawa mereka ke Jakarta untuk pertemuan dengan Menko Polhukam dan pemimpin yang ada di sana,” jelasnya seperti dikutip media ini dari Harian Pagi Papua.

Pewarta: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaDua Aktivis KNPB Timika Bebas Demi Hukum, Polda Papua: Penyidikan Masih Berjalan
Artikel berikutnyaTak Ada Orang yang Berhak Cabut Nyawa Orang, Penembak di Manokwari Harus Ditindak