
JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Linus Hiluka, mantan Narapidana Politik (Napol) Papua di Wamena, Papua mengatakan dirinya telah melihat dan menemui seorang bayi berusia setahun dan masih minum susu di Polres Jayawijaya, tempat di mana aparat kolonial Indonesia menahan ratusan orang yang ditahan sebelum tolak hari Trikora.
“Saya sudah lihat dengan mata sendiri. Ada bayi yang usianya sekitar satu tahun. Dia masih minum susu. Dia ditahan bersama mamanya di Polres,” ungkap Linus Hiluka, kepada suarapapua.com dari Wamena, Senin (19/12/2016) kemarin.
Menurutnya, aparat telah bertindak sewenang-wenang. Karena penangkapan dilakukan tanpa ada surat perintah penangkapan, juga penangkapan itu dilakukan tak karuan.
“Saya dan tim tadi sudah datangi kantor Polres. Yang menyedihkan itu saat saya lihat bayi yang masih minum susu. Selain itu yang ditangkap itu anak-anak kecil yang tak tahu apa-apa. Anak – anak kecil yang berumur 4 – 17 tahun ditahan di polres Jayawijaya Papua,” ungkapnya.
Lanjut Hiluka, “Kami tim dari Peduli HAM pengunggan Tengah, kami Prihatin kondisi Tahanan Masyarakat di dalam Polres Jayawijaya. Ini kan tidak betul. Ini pelanggaran hak hidup orang Papua. Dan ini yang tidak disukai oleh rakyat Papua,” tegas Hiluka.
Kata Linus, aparat telah bertindak di luar jalur hukum. Aparat juga tak menghargai aturan maupun undang-undang di dalam negara Indonesia tentang kebebasan berekspresi, HAM maupun konvenan sosial dan politik yang diratifikasi oleh Indonesia.
“Ini katanya negara demokrasi. Tetapi tidak ada yang namanya demokrasi dalam negara Indonesia. Indonesia terlalu brutal di Papua. Bayi dan anak-anak juga ditangkap. Pertanyaanya mereka ditangkap untuk apa? Apakah mereka punya niat jahat? Tidak. Maka Indonesia ini bikin lain main lain,” katanya.

Ia menyebutkan, aparat di Wamena menangkap orang sebanyak 150 orang. Katanya, itu ditangkap dalam waktu yang berbeda. Ada yang ditangkap pagi dan ada yang ditangkap pada sore hari.
“Jadi pagi dorang (aparat) tangkap 63 orang dan pada pagi sampe siang 87 orang yang ditangkap. Jadi semuanya ada 150 orang,” ungkapnya.
Seperti diberitakan media ini sebelumnya, Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Pusat melaporkan, polisi kolonial Indonesia telah menangkap 473 orang di beberpa kota di Papua dan AMP Yogyakarta melaporkan, di Yogyakarta polisi telah menangkap 38 aktivis AMP dan aktivis dari Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-West Papua).
Ones Suhun, sekretaris umum KNPB Pusat menjelaskan, penangkapan di berbagai kota dilakukan oeh polisi kolonial Indonesia saat melakukan aksi memperingati Trikora yang dikumandangkan Soekarno di Yogyakarta.
“Kami melakukan aksi bersama dan serentak di seluruh Papua karena bagi kami Trikora itu awal pemusnahan dan awal terjadinya pelanggaran HAM dan berbagai masalah sosial yang terjadi selama 50 tahun di Papua,” jelas Ones kepada suarapapua.com dari Jayapura, Senin (19/12/2016).
Ia menjelaskan, penangkapan dilakukan oleh aparat kolonial Indonesia di beberapa Kota, yaitu di Merauke, Wamena, Nabire, Jayapura, Gorontalo, Manado dan di Yogyakarta.
“Penangkapan terjadi di berbagai daerha. Daerah-daerah itu adalah Merauke 126 Orang, diantatanya 5 anak kecil 21 Orang dewasa dan semua atribut KNPB disita. 150 orang di Wamena : tanggal 18 malam 63 orang ditangkap dan pada tanggal 19 siang sebanyak 87 orang yang ditangkap. Di Sulawesi, sebanyak 85 aktivis KNPB Gorontalo dan Manado ditangkap. 37 orang ditangkap di Jayapura, 75 orang ditangkap di Nabire,” ungkapnya merinci.
Sedangkan di Yogyakarta, aparat Kolonial Indonesia di Yogyakarta telah menangkap 38 orang di titik Nol, Kota Yogyakarta saat hendak melakukan aksi.
“Jadi kalau tambah dengan 38 yang dari Yogyakarta itu semua 511 orang,” kata Ones.
Dari informasi yang dihimpun media ini, aparat kepolisian dari Polres Jayawijaya telah pulangkan 150 orang yang ditahan tersebut pada pukul 20.30 Waktu Papua pada 19 Desember 2016.
Pewarta: Arnold Belau