LP3BH: Pelanggaran HAM Meningkat di Papua pada 2016

2
4369
Demo yang dilakukan oleh SORAK Bandung untuk mendukung hak penentuan hak nasib sendiri bagi Rakyat Papua di Bandung beberapa bulan lalu. (Dok Suara Papua)
adv
loading...

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Lembaga advokasi hak asasi manusia di Tanah Papua, Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari mencatat, pelanggaran HAM terus meningkat secara signifikan di Tanah Papua dalam konteks pengekakangan dan pemasungan terhadap hak kebebasan berpendapat (right to  freedom of speech), hak kebebasan berekspresi (right to freedom of expresion) serta hak kebebasan berserikat dan berkumpul (right to freedom of assembly).

LP3BH menjelaskan, fakta menunjuk pada masih terjadinya penggunaan pendekatan keamanan yang lebih mengedepankan anasir kekerasan dalam menyikapi setiap aksi damai dari rakyat Papua yang senantiasa menyampaikan pendapat dan pandangan politik berbeda mengenai sejarah politik integrasi Tanah Papua, maupun tuntutan atas kesempatan memperoleh hak menentukan nasib sendiri (right to self determination).

LP3BH mencatat bahwa di awal periode pemerintahannya, Presiden Joko Widodo memang memulai langkah positif dengan niat dan juga janji akan menyelesaikan masalah pelanggaran hak asasi manusia yang berat (gross violation of human rights) di Tanah Papua. Tujuannya jelas untuk mengembalikan kepercayaan rakyat Papua terhadap pemerintah Indonesia. Hal ini sesungguhnya sejalan dengan konsideran huruf f dari UU Otsus No. 21 ahun 2001 Bagi Provinsi Papua, sebagaimana dirubah dengan UU No. 35/2008.

Memang ada kebijakan membuka akses bagi jurnalis asing memasuki Tanah Papua, tapi sayang karena kebijakan berbentuk pernyataan tersebut tidak sekalipun ditindak-lanjuti dengan regulasi tertentu.

Baca Juga:  Pelaku Penyiksaan Harus Diadili, Desakan Copot Pangdam Cenderawasih Terus Disuarakan

“Sehingga hingga kini dampaknya adalah tak ada jurnalis asing yang bisa secara bebas dan imparsial masuk dan mempublikasikan situasi riil di Tanah Papua ke dunia internasional secara transparan dan bertanggung jawab. Demikian juga dengan pemberian amnesty kepada tahanan politik (tapol) maupun narapidana politik (napol) sama sekali tidak berdampak pada tidak terulangnya pelanggaran HAM  di bumi Cenderawasih ini,” jelasnya dalam siaran pers yang diterima suarapapua.com tidak lama ini.

ads

“Catatan kami hingga menjelang akhir tahun 2016, sudah hampir 8.000 orang Papua yang senantiasa ditangkap, dianiaya serta ditahan dan diproses secara hukum, karena menyampaikan pandangan politik yang berbeda secara damai. Mereka berada fi sejimlah kota besar di Tanah Papua seperti di Jayapura, Wamena, Merauke, Timika, Nabire, Serui, Biak, Manokwari, Sorong dan Fakfak serta beberapa kota besar di luar Papua seperti Jakarta, Yogyakarta, Denpasar, Makassar dan Manado,” ungkap LP3BH.

Dikatakan, fakta-fakta tersebut menunjuk pada situasi kritis HAM dalam konteks penghormatan dan perlindungan atas hak kebebasan berpendapat, hak kebebasan berekspresi serta hak kebebasan berserikat dan berkumpul yang sangat dipasung oleh Pemerintah Indonesia di Tanah Papua sepanjang 10 tahun terakhir.

Baca Juga:  Usut Tuntas Oknum Aparat yang Diduga Aniaya Warga Sipil Papua

“Itu dilakukan dengan mengggunakan kekerasan serta pembungkaman demokrasi melalui penerapan pasal-pasal Makar 106 dan 110 KUH Pidana maupun pasal 160 KUH Pidana mengenai penghasutan dan mengganggu ketertiban umum,” katanya.

Dijelaskan, LP3BH juga mencatat bahwa tidak pernah nampak adanya tindakan hukum yang adil, tegas dan imparsial oleh institusi TNI maupun Polri yang kedapatan aparatnya terlibat tindakan kekerasan berdimensi pelanggaran HAM terhadap rakyat sipil di Tanah Papua hingga akhir tahun ini.

“Sehingga makin memupuk terus impunitas aparat negara yang difuga keras melakukan kekerasan berdimensi pelanggaran HAM tanpa pernah diproses hukum di Tanah Papua,” tulisanya.

Sementara itu, sedikitpun tak nampak adanya keseriusan pemerintah Indonesia dalam memberi dukungan politik yang penuh dan tegas bagi upaya pengungkapan dan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM yang Berat di Tanah Papua seperti kasus Wasior (2001), Wamena (2003), Paniai (2014).

Dukungan politik dari Pemerintah, khususnya Presiden Jokowi sangatlah relevan dan urgen demi penyelesaian hukum atas ketiga kasus tersebut sesuai mekanisme yang diatur di dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Ditegaskan, agar presiden harus mengeluarkan keputusan hukum yang tegas guna menghentikan pola pendekatan keamanan yang sudah terbukti bersifat klasik, ketinggalan jaman, tidak pro demokrasi dan berpotensi melanggar HAM sepanjang lebih dari 50 tahun di Tanah Papua.

Baca Juga:  Presiden Jokowi Segera Perintahkan Panglima TNI Proses Prajurit Penyiksa Warga Sipil Papua

“Demikian juga pemberian label separatis bagi gerakan damai rakyat Papua yang senantiasa dimotori kaum muda Papua dewasa ini hendaknya segera diganti dengan pola pendekatan damai yang lebih soft dan mengedepankan dialog sebagai media yang memberi penghargaan pada nilai-nilai kesetaraan dengan senantiasa menghormati setiap perbedaan pendapat secara demokratis dan menjunjung nilai dan prinsip hak asasi manusia itu sendiri,” katanya.

Untuk itu, dituliskan, LP3BH mendesak pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi unyuk segera melakukan demiliterisasi di Tanah Papua dan menghapuskan model pendekatan keamanan (security approach) dalam menyikapi situasi politik lokal dengan pendekatan damai dan dialogis.

Disebutkan, penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM yang Berat seperti Wasior, Wamena, Paniai dan juga Sanggeng-Manokwari harus menjadi agenda utama bagi pemerintah Indonesia di tahun kerja 2017 mendatang sesuai aturan perundangan yang berlaku.

“LP3BH dan masyarakat sipil/adat di Tanah Papua tengah mempersiapkan langkah hukum untuk membawa keempat kasus tersebut ke jalur internasional, bilamana pemerintah Indonesia tidak dapat menunjukkan komitmen dan dukungan politik yang sungguh dalam menyelesaikan kasus-kasus tersebut,” katanya.

 

Pewarta: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaDemo di KJRI Australia, Satu Aktivis Papua Ditangkap
Artikel berikutnyaIPMMO Korwil Semarang Sukses Gelar Natal IPMMO Jawa dan Bali 2016