JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Pada Awal April 2017 kemarin, situs resmi dari Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) diduga telah diputus akses internetnya secara sewenang – wenang tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu. Selain situs milik AMP, ada juga empat situs lain yang ikut diblokir.
Pernyataan ini disampaikan oleh Lembaga Bantuan Hukum Pers, Perkumpulan Jubi, Yayasan Satu Keadilan, Papua Itu Kita dalam surat elektronik yang dikirim dari. Jakarta, selasa, 18 April 2017 kepada Suara Papua.
Dijelaskan, pemutusan akses ini berbarengan dengan situs-situs lainya yang juga menyuarakan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Papua.
Situs yang diduga diputus akses internetnya adalah infopapua.org, tabloid-wani.com, papuapost.com, freepapua.com dan ampnews.org. Pemutusan terhadap situs-situs yang memberitakan tentang Papua sebelumnya sudah terjadi pada portal berita resmi yaitu suarapapua.com. Ia diblokir pada 4 November 2016.
Dan berkaitan dengan hal tersebut di atas dan jika Kominfo melalui Dirjen Aplikasi dan Informatika yang melakukan pemutusan akses tersebut, maka tindakan tersebut adalah sewenang-wenang dan melanggar kebebasan berekspresi.
Dugaan tersebut menguat karena alasan-alasan berikut:
Disebutkan, Pertama, Kominfo memblokir dengan tidak menggunakan dasar hukum yang kuat. Dan pembatasan hak asasi yang sah adalah melalui undang-undang berdasarkan Pasal 28J UUD 1945. Walaupun Pemerintah telah diberikan kewenangan melalui Pasal 40 ayat 2 UU ITE, namun implementasi pasal tersebut harus dituangkan di dalam Peraturan Pemerintah dan sampai saat ini aturan tersebut belum ada.
Kedua, Kalaupun memang konten atau web www.ampnews.org dan website lainnya dianggap Kominfo melanggar ketentuan perundang-undangan, seharusnya pembatasan hak ini berdasarkan: Pembatasan yang dituangkan di dalam undang-undang dan dalam tujuan melindungi hak orang lain dan untuk memenuhi persyaratan aspek moralitas, ketertiban umum di dalam masyarakat. (ICCPR 19 (3)).
Ketentuan pemblokiran harus jelas ditetapkan oleh undang-undang. Penentuan tentang konten, harus dilakukan oleh otoritas peradilan yang berwenang atau badan yang independen; Perintah pemblokiran harus dibatasi dalam ruang lingkup sesuai dengan persyaratan kebutuhan dan proporsionalitas dengan pasal 19 ayat 3 ICCPR;
Mempublikasikan rincian detail daftar situs yang diblokir disertai dengan alasan keharusan untuk memblokir. Penjelasan di situs terdampak terkait pemblokiran.
Dari kriteria di atas, tidak ada satupun yang dipenuhi oleh Kominfo. Yang ada hanya ketertutupan informasi mengenai pemblokiran.
Ketiga, www.ampnews.org adalah salah satu situs yang aktif dan kritis menyuarakan fakta kekerasan yang terjadi di Papua dan oleh karena itu, pemblokiran terhadap situs tersebut adalah salah satu bentuk pemutusan hak atas informasi masyarakat khususnya masyarakat Papua.
Keempat, jika pemutusan akses internet www.ampnews.org dimasukkan ke dalam kategori makar, maka hal tersebut sangatlah tidak tepat, karena Makar sebagaimana diatur dalam KUHP diterjemahkan dari kata aanslag yang dalam bahasa belanda dipahami sebagai gewelddadige aanval.
Pemaknaan gewelddadige aanval tersebut berdasarkan terjemahan bebas yang dalam bahasa Inggris memiliki arti violent attack sedangkan dalam bahasa Indonesia adalah serangan kekerasan.
Jadi tindak pidana makar, seharusnya hanya terkait dengan tindakan yang bersifat menyerang/attack. Sehingga Tanpa adanya perbuatan menyerang/attack, perbuatan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai tindak pidana makar.
Pemutusan akses tersebut bukan hanya pada website yang dikelola di dalam Papua, namun juga website yang dikelola di luar Papua seperti Freewestpapua.org, bennywenda.org, ulmwp.org
Oleh karena itu, kami mendesak agar:
1. Kominfo untuk membuka atau “menormalisasi” situs www.ampnews.org dan beberapa situs yang disebutkan diatas, serta memulihkan semua hak-hak dari kerugian yang telah dialami ampnews.org.
2. Kominfo untuk membuat mekanisme transparan terkait pemblokiran website yang menghormati prinsip-prinsip hak asasi manusia.
3. Kominfo untuk segera menghentikan pemblokiran situs-situs kritis di Papua karena pemblokiran adalah pelanggaran HAM.
Pewarta : Harun Rumbarar
Editor: Arnold Belau