Masyarakat Palang Kantor Bupati Keerom

0
3351

KEEROM, SUARAPAPUA.com— Masyarakat adat Arso korban perampasan tanah adat  melakukan pemalangan kantor bupati keerom. Pemalangan itu dilakukan karena tak ada langkah serius dari pemerintah menyelesaikan masalah hak Ulayat dengan Pihak PTPN II. Aksi ini di lakukan di depan kantor DPRD Keerom, Arso  pada Kamis (8/6/2017) siang. 

Sejak pagi hari masyarakat dari tiga sub suku yang ada di Arso, seperti Marab, Abrab dan Manem melakukan aksi tuntut Bupati dan DPRD Keerom segera menjawab aspirasi mereka.

Dominika Tafor di sela-sela aksi kepada suarapapua.com mengatakan, sebelum melakukan aksi pemalangan kantor Bupati Keerom, masyarakat adat yang dipimpin tim kerja Ngawa Yimnawai Gir yang selama ini menjadi corong suara masyarakat adat melakukan aksi pemalangan pabrik kelapa sawit di Arso 12 kampung Dukwia namun masyarakat adat terpaksa kembali di depan pintu pabrik kelapa sawit akibat dijaga jetat oleh Aparat Gabungan TNI/POLRI.

Baca Juga:  Proteksi OAP, FOPERA Desak KPU RI Menerbitkan PKPU Khusus Pelaksanaan Pemilu di Tanah Papua

“Tujuan kami hanya ingin memalangan pabrik secara adat saja, namun katika kami sampai ternyata banyak aparat yang sudah menjaga pabrik kepala sawit sejak pagi hari, maka kami marah dan kami kembali memalang kantor bupati keerom sampai ada penjelasan penyelesaian konflik tanah adat kami,” jelas Ketua Tim tiga sub suku yang juga kordinaotor aksi.

Menurut Tafor, masyarakat adat di Keerom hanya minta pemerintah segera menjawab tuntutan dan aspirasi yang sudah pernah dilayangkan pada pemkab Keerom.

ads

“Kami hanya minta kembalikan tanah adat kami yang sudah dicaplok oleh negara selama 35 tahun sejak 19 oktober 1982 silam,” tegas Tafor

Sementara itu, Ferdinan Tuamis dalam Orasinya di depan kantor DPRD kabupaten keerom mengaku sangat menyesal kepada semua pihak terutama Pemerintah terkait.

Baca Juga:  Media Sangat Penting, Beginilah Tembakan Pertama Asosiasi Wartawan Papua

“Saya sangat menyesal, kami ini sebenarnya  bukan ingin memalang kantor bupati, namun karna kami tidak mendapat santun dari orang lain, maka kamipun akan lebih tidak santun,” tutur Tuamis ketika berhadapan dengan para pejabat DPRD Keerom.

Menurutya, tanah adat  kami 50.000 Ha yang dipakai oleh pemerintah dan pihak perusahan untuk membangun kemegahan pemerintahan bukan masyarakatnya.

Aspirasi mereka diterima oleh Syahabuddin SP ketua DPRD keerom dan wakil bupati kabupate keerom Muhamad Markum, ketua komisi B markus Gonai dan didampingi para anggota DPRD Keerom.

“Saya akan tindak lajut aspirasi dari para saudara-saudara sekalian, namun untuk sementara bapak bupati keerom sadang berada di Provinsi dalam rangka rapat kerja daerah,” tutur ketua DPRD.

Baca Juga:  LME Digugat Ke Pengadilan Tinggi Inggris Karena Memperdagangkan 'Logam Kotor' Dari Grasberg

Disampaikannya lagi, bapak bupati bersedia bertemu dengan saudara-saudara pada hari senin medatang, jadi diharapkan agar saudara-saudara bisa meunggu sampai bapak bupati kembali.

Berikut ini adalah tuntutan dari masyarakat adat dari tiga sub suku.

  1. Pemerintah dan perusahaan negara segera mengembalikan tanah kami seluas 50.000 Ha.
  2. Pemerintah dan perusahan adat segera membayar denda adat selama 35 thn berjalan ini. Senilai Rp. 7 Triliun.
  3. Selanjutnya akan di bicarakan kemudian antara kami pemilik tanah dan pihak perusahan sesuai kebutuhan.

Dari pantauan suarapapua.com hadir juga, para akrivis lingkungan dan mahasiswa seperti, Forum Independen Mahasiswa (FIM Papua), Aliansi Demokrasi untuk Papua , KPKC SINODE GKI Papua, jaringan kerja rakyat  (Jerat Papua), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI Papua).

 

Pewarta: Harun Rumbarar

Editor: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaDPRD Keerom : Kasus Sawit Kami Sudah Dorong ke Provinsi
Artikel berikutnyaLestiadi Undurkan Diri dari Pelatih Persipura Jayapura