Sidang JR Pasal Makar, Hari Ini Dengar Keterangan Ahli dan Saksi Pemohon

0
1888

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Sidang Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia di Jakarta, Senin (24/7/2017) dalam perkara nomor 7/PUU-XV/2017 dan nomor 28/PUU-XV/2017 perihal Pengujian Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (KUHP) dan pengujian KUHP terhadap Undang-Undang Dasar 1945, dilanjutkan dengan agenda mendengar keterangan ahli dan saksi yang diajukan pemohon.

Hari ini direncanakan pemohon dalam perkara nomor 28/PUU-XV/2017 atas nama Hans Wilson Wader Dkk akan menghadirkan ahli dari Manokwari dan Jayapura untuk memberi keterangan di depan persidangan serta beberapa saksi yang didatangkan dari luar Tanah Papua.

Rencananya sidang akan digelar di gedung MK RI,  Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.

Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari yang turut sebagai bagian dari Tim Kuasa Hukum Pemohon dalam perkara nomor 28 diwakili oleh Advokat Theresje Julianty Gasperz (Ibu Yanti) bersama sejumlah advokat dari beberapa organisasi bantuan hukum dan hak asasi manusia di Jayapura dan Jakarta.

Yan Christian Warinussy, direktur eksekutif LP3BH Manokwari, menjelaskan, dalam pokok permohonannya, Hans Wilson Wader Dkk mempersoalkan pasal 104, pasal 106, pasal 107, pasal 108 dan pasal 110 dari UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

ads
Baca Juga:  LME Digugat Ke Pengadilan Tinggi Inggris Karena Memperdagangkan 'Logam Kotor' Dari Grasberg

Karena pasal-pasal KUHP yang terkenal dengan sebutan “pasal-pasal makar” tersebut dipandang bertentangan dengan prinsip-prinsip negara hukum yang ditegaskan dalam pasal 1 ayat (3) UUD 1945 dan jaminan kepastian hukum yang ditegaskan dalam pasal 28 D ayat (1) UUD 1945.

Adapun pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 pada pokoknya menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Sedangkan pasal 28 UUD 1945 mengatur tentang kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pendapat dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang undang. Bahkan pasal 28 E UUD 1945 menjamin setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.

“Sementara dalam prakteknya di Tanah Papua sepanjang 10 tahun terakhir ini, begitu banyak rakyat sipil Papua mengalami tindakan kekerasan fisik (penyiksaan, penganiayaan dan pelecehan) yang diduga keras seringkali dialami saat menyampaikan pendapat dan atau berekspresi di muka umum dari aparat keamanan (Polri dan TNI),” ungkap Warinussy.

Dikemukakan, tindakan kekerasan disebabkan karena dugaan bahwa aksi-aksi penyampaian pendapat oleh rakyat sipil Papua di muka umum dicap sebagai upaya makar.

“Padahal terjemahan asli dari bahasa Belanda tentang kata makar atau aanslag adalah penyerangan yang tentu berkonotasi adanya tindakan kekerasan dengan menggunakan senjata dan kekuatan penuh,” jelasnya.

Baca Juga:  Peringatan IWD Menjadi Alarm Pergerakan Perempuan Kawal Segala Bentuk Diskriminasi Gender

Warinussy menilai hal ini sangat kontradiktif dengan gerakan masyarakat sipil di Tanah Papua selama ini yang senantiasa menyampaikan pendapat secara bebas dan damai tanpa kekerasan.

“Sehingga diajukannya permohonan uji materil (judicial review) atas pasal-pasal makar dalam KUHP terhadap UUD 1945 ke Mahkamah Konstitusi adalah sebuah langkah hukum demi mencari solusi damai dalam konteks perlindungan dan penghormatan terhadap hak kebebasan berserikat, berkumpul, berekspresi dan berpendapat yang sesungguhnya dijamin dalam konstitusi negara Republik Indonesia sebagai sebuah negara demokrasi di dunia dewasa ini,” ungkapnya.

Adapun Hans Wilson Wader adalah salah satu mahasiswa di Manokwari yang pernah menjadi tahanan politik, karena dituduh melakukan tindakan makar (aanslag) menurut aparat penegak hukum dengan menggunakan pasal-pasal makar di dalam KUH Pidana dan sudah selesai menjalani proses hukum dan pemidanaannya.

Dalam permohonan untuk perkara nomor 28/PUU-XV/2017 di MK ini, Wader menjadi pemohon bersama-sama mantan narapidana politik Meki Elosak dari Wamena, Jemi Yermias Kapanai alias Jemi Sembay dari Kampung Ariepi, Distrik Kosiwo, Kabupaten Kepulauan Yapen, Provinsi Papua.

Turut menjadi pemohon adalah Pater John Jonga, Pr, dan Gereja Kemah Injil (Kingmi) di Tanah Papua yang diwakili Pdt. DR. Benny Giay serta Yayasan Satu Keadilan yang berkedudukan di Bogor-Jawa Barat.

Baca Juga:  Pilot Philip Mehrtens Akan Dibebaskan TPNPB Setelah Disandera Setahun

“Para pemohon diwakili para advokat dan pengacara berjumlah 56 orang dari Manokwari, Sorong, Jayapura dan Jakarta yang bergabung dalam sebuah tim yang diberi nama Tim Advokai untuk Kebebasan Warga Negara,” imbuh Warinussy.

Sebelumnya, Kamis (13/7/2017) lalu, LP3BH sebagai bagian dari Tim Advokasi untuk Kebebasan Warga Negara, menghadiri sidang pleno perkara Nomor: 28/PUU-XV/2017 tentang uji materil (judicial review) Pasal-pasal Makar dalam KUHP terhadap UUD 1945 di gedung MK.

Dalam sidang dengan agenda mendengarkan keterangan Presiden dan DPR RI, LP3BH diwakili Advokat Theresje Julianty Gasperz, SH yang sehari-hari adalah Kepala Divisi Advokasi Perempuan dan Anak di LP3BH Manokwari. Ia bersama Tim Advokasi yang juga Kuasa Hukum dari para Pemohon, diantaranya Hans Wilson Wader (mantan tahanan politik dari Manokwari).

LP3BH juga telah menerima surat panggilan sidang Nomor 285.28/PAN.MK/7/2017 tanggal 6 Juli 2017 yang ditandatangani oleh Panitera, Kaslanur Sidauruk yang ditujukan kepada Tim Kuasa Hukum yang diwakili Advokat Latifah Anum Siregar, SH, MH, Dkk.

 

Pewarta: CR-3/SP
Editor: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaSejam Lagi di Stadion Mandala, Persipura Siap “Hajar” PS TNI
Artikel berikutnyaPersipura Pimpin Liga 1 Usai Kalahkan “The Army”