PolhukamKriminalSiaran Pers Dewan Adat Wilayah Meepago: Senjata Bukan Untuk Membunuh Rakyat!

Siaran Pers Dewan Adat Wilayah Meepago: Senjata Bukan Untuk Membunuh Rakyat!

Menyimak realitas keamanan Masyarakat Adat di Wilayah Adat Meepago, maka wilayah Meepago sudah menjadi salah satu wilayah adat yang menjadi lahan subur kekerasan senjata terhadap masyarakat adat. Hal ini dikatakan demikian karena kekerasan senjata kapan saja selalu terjadi di Wilayah Adat Meepago.

Setiap masalah selalu dikedepankan pendekatan kekerasan senjata, sehingga pendekatan itu justru melahirkan pertanyaan bagi masyarakat adat, aparat keamanan bertugas untuk menjamin keamanannya siapa. Apakah senjata harus dipakai dalam proses menangani masalah? Kami kira tidak. Pendekatan kekerasan senjata justru melahirkan masalah baru dalam diri masyarakat. Kekerasan senjata hanya menimbulkan amarah dan kebencian bagi masyarakat yang korban.

Lantas, pertanyaannya: Apakah masyarakat harus dibangun dengan amarah dan kebencian? Kasus Kekerasan yang terjadi di Kampung Oneibo, Distrik Tigi, Kabupaten Deiyai, Papua, pada hari Selasa, 1 Agustus 2017 kemarin adalah salah satu kasus yang aparat keamanan kedepankan kekerasan senjata. Hal ini dikatakan demikian karena kasus tersebut disikapi berlebihan oleh Pimpinan PT Dewa Putra Paniai dan Brimob. Padahal masalah yang terjadi di Kampung Oneibo antara para pemuda dan karyawan PT Dewa Putra Paniai tersebut bisa diselesaikan secara dialogis apalagi tidak terjadi kekerasan fisik.

Yang terjadi hanya gertak-menggertak karyawan dan merobek tenda di depan camp akibat sikap kepala tukang yang tidak mau membantu pasien yang dalam kondisi kritis untuk dibawa ke rumah sakit yang pada akhirnya pasien tersebut terlambat ditolong perawat. Akibatnya, para karyawan ketakutan atas gertakan para pemuda, sehingga meninggalkan tempat kerja dan pulang ke Waghete dalam kondisi biasa dan aman. Para karyawan tidak terluka karena memang tidak ada penganiayaan dan pemukulan di camp. Mereka pulang dalam keadaan baik dan lancar sampai di Waghete (Ibu Kota Kabupaten Deiyai).

Baca Juga:  PAHAM Papua Desak Komnas HAM dan Pangdam XVII Investigasi Video Penganiayaan Warga Sipil Papua

Namun, gertakan para pemuda tersebut ditanggapi Pimpinan PT. Dewa Putra Paniai dengan mendatangkan Pasukan Gabungan Polisi dan Brimob ke lokasi kejadian di Kampung Oneibo. Padahal, para pemuda tersebut tidak mencederai karyawan dan tidak merusak camp karyawan. Ini adalah sikap berlebihan yang diambil oleh Pimpinan PT. Dewa Putra Paniai.

Pertanyaannya: Mengapa Pimpinan PT. Dewa Putra Paniai mendatangkan pasukan gabungan Polisi dan Brimob? Apakah ada karyawan yang dipukul para pemuda? Apakah selama ini masyarakat di Kampung Oneibo menghalangi proyek jembatan kali Oneibo yang dikerjakan PT. Dewa Putra Paniai? Kami kira tidak. Masyarakat Kampung Oneibo justru membantu karyawan dengan memberikan bahan makanan karena selama dua tahapan kerja sebelumnya sudah saling kenal. Namun, kebaikan masyarakat Oneibo itu kemudian dibalas dengan kejahatan.

Sementara itu, kehadiran Brimob di lokasi kejadian menimbulkan pertanyaan karena Brimob bukan kesatuan yang bertugas untuk menangani masalah dengan masyarakat sipil. Hanya Polisi-lah yang seringkali memfasilitasi masalah jikalau terjadi masalah dengan masyarakat sipil.

Baca Juga:  Proteksi OAP, FOPERA Desak KPU RI Menerbitkan PKPU Khusus Pelaksanaan Pemilu di Tanah Papua

Lantas, mengapa Pimpinan PT. Dewa Putra Paniai mengajak Brimob untuk datangi ke lokasi kejadian? Bukankah itu tugas polisi? Namun, oleh karena keterlibatan Brimob dalam persoalan ini, maka Brimob yang notabene tidak memiliki skill bagaimana menangani masalah masyarakat justru melahirkan masalah baru.

Mereka justru mengandalkan kekuatan senjata dalam menangani masalah masyarakat. Mereka menembak ke arah para pemuda tanpa peringatan, sehingga korban berjatuhan. Mereka melakukan penembakan secara beruntun, padahal adapula dua Anggota Polisi asal Suku Mee, Kepala Desa dan seorang Guru sedang berusaha menghalangi para pemuda. Namun, oleh karena tindakan Brimob yang tidak peduli dengan situasi tersebut justru tembak membabi buta, sehingga mereka terpaksa lari menyelamatkan diri dari rentetan tembakan anggota Brimob.

Lebih sadis lagi tembakan Brimob tersebut langsung bersasaran ke manusia, sehingga menimbulkan pertanyaan: Apa niat anggota Brimob tersebut, sehingga tembakan bersasaran langsung kepada manusia? Apakah kekuatan para pemuda sebanding dengan kekuatan pasukan gabungan Polisi dan Brimob saat itu? Apakah anggota Brimob menembak karena kondisinya terancam nyawa? Tentu tidak. Para pemuda hanya membawa batu di tangan dan mereka pun tidak bertindak brutal untuk menghabisi nyawa Polisi dan Brimob. Malah tindakan Brimob-lah yang justru bertindak brutal daripada para pemuda, sehingga korban berjatuhan di tengah masyarakat yang mengakibatkan 2 orang meninggal dunia dan 11 orang lainnya luka-luka.

Baca Juga:  Koalisi: Selidiki Penyiksaan Terhadap OAP dan Seret Pelakunya ke Pengadilan

Menyikapi peristiwa berdarah yang terjadi di Kampung Oneibo, Distrik Tigi, Kabupaten Deiyai, Papua, 1 Agustus 2017, maka kami selaku Dewan Adat Wilayah Meepago menyampaikan sikap kami sebagai berikut:

  1. Kami sangat sesalkan sikap Pimpinan PT. Dewa Putra Paniai yang selalu melibatkan aparat keamanan dalam mengerjakan setiap proyek infrastruktur, sehingga setiap proyek selalu terjadi peristiwa kekerasan terhadap masyarakat adat. Juga kami mengutuk tindakan Brimob yang selalu represif dalam menyikapi setiap masalah dengan masyarakat sipil.
  2. Kami mendesak Bupati Deiyai untuk mencabut izin usaha bagi PT. Dewa Putra Paniai karena dalam mengerjakan setiap proyek selalu terjadi tindakan yang meresahkan dan melukai masyarakat.
  3. Kami mendesak Kapolda Papua untuk segera mencopot Kapolsek Tigi dan Komandan Brimob di Deiyai karena telah lalai dalam mengontrol anggotanya yang bersama-sama hadir di lokasi kejadian di Oneibo, sehingga terjadi kekerasan senjata yang mengorbankan 13 pemuda dalam waktu sekejab.
  4. Kami mendesak Aparat Penegak Hukum untuk segera mengungkap pelaku dan menyampaikan kepada publik serta mengadali pelaku melalui Pengadilan HAM.

Demikian pernyataan sikap kami selaku Dewan Adat Wilayah Meepago. Atas perhatian semua pihak untuk mengungkap dan menyelesaikan kasus kekerasan senjata ini, kami atas nama Masyarakat Adat Wilayah Meepago, menyampaikan terima kasih.

 

Nabire, 5 Agustus 2017

Ketua Dewan Adat Wilayah Meepago

Oktovianus Pekei, S.S, M.Sc

Terkini

Populer Minggu Ini:

Presiden Jokowi Segera Perintahkan Panglima TNI Proses Prajurit Penyiksa Warga Sipil...

0
Direktur LBH Papua, dalam siaran persnya, Senin (25/3/2024), menyatakan, ditemukan fakta pelanggaran ketentuan bahwa tidak seorang pun boleh ditahan, dipaksa, dikucilkan, atau diasingkan secara sewenang-wenang. Hal itu diatur dalam pasal 34 Undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.