BeritaLingkunganKali Enagone Meluap, Rumah Warga Terendam

Kali Enagone Meluap, Rumah Warga Terendam

PANIAI, SUARAPAPUA.com — Hujan lebat yang terjadi pada Sabtu (12/8/2017) sore hingga Minggu (13/8/2017) subuh, di kota Enarotali, Kabupaten Paniai, telah membuat air yang mengalir di kali Enagone meluap keluar.

Akibatnya, selain rumah warga terendam, seluruh tanaman dan kandang ternak yang terletak di sepanjang kali Enagone hancur dihantam air.

Nopias Nawipa, warga setempat, mengaku kaget dengan hujan yang turun tersebut karena pada pagi hari dirinya mendapati semuanya sudah hancur.

“Bangun pagi, saya kaget sekali karena bukan saja tanaman yang hancur, pagar yang saya buat juga rubuh. Terus kandang babi yang saya buat sebagian rusak lagi,” beber dia, di Enarotali, Selasa (15/8/2017).

Nopias mengaku musibah tersebut benar-benar telah merugikan dirinya. “Kalau mau dihitung-hitung uang yang saya keluarkan waktu itu untuk buat semua ini 6 sampai 10 juta. Lebihnya itu di pagar seng ini, karena harga satu lembar seng saja 55 ribu rupiah,” tuturnya.

Baca Juga:  Seorang Fotografer Asal Rusia Ditangkap Apkam di Paniai

Lanjut dia, “Sedangkan untuk sayuran memang tidak seberapa pengeluarannya, tapi sekali panen saya bisa dapat 3 jutaan lebih. Dan itu buat saya rugi besar,” ujarnya kesal.

Sehingga Nopias akui tidak punya pilihan lain, selain harus menanam ulang semua seperti semula.

“Tapi saya harus menunggu sampai cuaca normal kembali. Kalau sekarang tidak bisa, hujan terus,” ucap Nopias.

Sementara itu, Mama Maria Pekei, yang juga adalah warga setempat, mengaku mengalami nasib sama.

“Saya sekarang bingung harus bagaimana lagi, semua tanaman saya tadi malam hancur. Tidak ada yang tersisa,” kata mama Pekei, saat temui suarapapua.com.

Dikatakan, sayurannya yang hancur itu beragam ada kol, boncis, japan, sawi dan bayam.

Baca Juga:  Soal Satu WNA di Enarotali, Begini Kata Pakum Satgas dan Kapolres Paniai

Sehingga, lanjut ibu lima anak ini, kejadian itu bukan saja telah merugikan dirinya, melainkan seluruh keluarganya.

“Jadinya bingung sekarang, suami saya petani sama dengan saya. Kami bingung bagaimana harus menghidupi kebutuhan keluarga,” tutur mama Pekei.

Atas kejadian itu,  Nopias dan mama Pekei berharap, pemerintah setempat dapat segera membuat bronjong di sepanjang kali Enagone.

Terpisah, Tinus Pigai, tokoh pemuda Paniai, dengan tegas mengatakan, musibah tersebut terjadi akibat pemerintah setempat tidak pernah memanfaatkan uang yang dikucurkan untuk pembangunan infrastruktur daerah.

“Dana APBD Paniai terbilang sangat besar, yakni 1,3 Triliun lebih. Tapi fakta hari ini di lapangan, masyarakat menderita dan menderita. Tidak ada pembangunan sama sekali. Semua uang itu dikemanakan,” kata Tinus.

Tinus katakan, musibah sudah terjadi, tetapi pemerintah hingga saat ini belum memberi bantuan. Ini artinya pemerintah benar-benar sudah tidak lagi peduli dengan derita dan tangisan rakyat Paniai.

Baca Juga:  Tak Patuhi Aturan, 38 Anggota PPD di Intan Jaya Diberhentikan Sementara

“Bukan hanya rumah yang terendam air, seluruh tanaman dan ternak hancur dimakan air. Pemerintah sudah tahu itu, tapi dong sampai sekarang masih tutup mata. Jelas ini sangat menyedihkan,” ujar Tinus.

Lanjut Tinus, “Yang lebih mengherankan dari sikap pemerintah saat ini adalah, pemerintah malah memberi bantuan ke gereja, bukan ke rakyat kecil yang sedang menderita. Parah sekali.”

Untuk itu, ia meminta pemerintah daerah dapat meluangkan waktu untuk langsung dengar dan beri bantuan ke rakyat yang terkena musibah.

“Jangan sibuk terus dengan urusan politik, coba luangkan waktu sejenak lihat rakyat di Paniai karena sudah tiga bulan lebih rakyat menderita,” pinta Tinus.

 

Pewarta: Stevanus Yogi

Terkini

Populer Minggu Ini:

TPNPB: Danramil Aradide Ditembak Karena Melakukan Aktivitas Mata-Mata

0
“Orang Papua yang terlibat sebagai Banpol atau mata-mata TNI dan Polri, akan kami eksekusi. Warga imigran yang ada di wilayah perang, kami minta segera angkat kaki dari wilayah perang kami,” ujarnya dengan tegas.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.