LP3BH Beri Empat Usulan Terkait Dialog Konstruktif Indonesia-ULMWP

0
1992

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari menyatakan mendukung langkah politik dan desakan dari negara-negara Pasifik seperti Kepulauan Solomon, Vanuatu dan Tuvalu yang telah mengangkat masalah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) sepanjang lebih dari 50 tahun di Tanah Papua pada Sidang Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss, pekan lalu.

Dalam pengantar konferensi pers di Manokwari, Senin (25/9/2017), Yan Christian Warinussy, direktur eksekutif LP3BH, mengemukakan alasan bahwa persoalan pelanggaran HAM di Tanah Papua sudah berlangsung lebih dari 50 tahun dan tanpa penyelesaian secara hukum yang adil dan bermartabat oleh Pemerintah Indonesia.

“Sudah saatnya dibawa dan diselesaikan menurut mekanisme hukum internasional di bawah pengawasan PBB melalui Dewan HAM PBB (the United Nations Human Rights Council/UNHRC) dan Majelis Umum PBB (the United Nations General Assembly/UNGA),” tulisnya dalam siaran pers.

Menurut Warinussy, dialog konstruktif antara Pemerintah Indonesia dengan orang asli Papua diwakili United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) adalah langkah penyelesaian masalah pelanggaran HAM yang dapat dilakukan dibawah pengawasan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).

Baca Juga:  Peringatan IWD Menjadi Alarm Pergerakan Perempuan Kawal Segala Bentuk Diskriminasi Gender

“LP3BH sebagai Organisasi Masyarakat Sipil (Civil Society Organization) yang bergerak dan memfokuskan gerakannya pada upaya penegakan hukum dan perlindungan hukum bagi semua orang, khususnya Orang Asli Papua (OAP) sebagai bagian penting dari komunitas pribumi di Tanah Papua,” jelasnya.

ads

Lanjut Yan, LP3BH juga mendukung agar Majelis Umum PBB (UNGA) segera dapat mengeluarkan resolusi bagi penyelesaian persoalan pelanggaran HAM di Tanah Papua melalui mekanisme internasional yang dapat diawali dengan mengirimkan Pelapor Khusus (Special Rapporteur) di bidang extra judicial killing (pembunuhan di luar proses hukum), penghilangan orang, penyiksaan dan penganiayaan secara sewenang-wenang, hak masyarakat adat/pribumi dan diksriminasi rasial ke Tanah Papua selambat-lambatnya bulan Januari 2018.

LP3BH selanjutnya menggarisbawahi beberapa hal penting berkaitan dengan usulan PBB memfasilitasi rencana dialog tersebut. Pertama, OAP diwakili oleh ULMWP sebagai wadah aspirasi politik OAP yaitu mayoritas rakyat Papua sebagai masyarakat adat/pribumi di Tanah Papua dalam mempersiapkan dialog konstruktif di bawah pengawasan dan mediasi langsung oleh PBB melalui Majelis Umum PBB yang berkedudukan di New York, Amerika Serikat.

Baca Juga:  Nomenklatur KKB Menjadi OPM, TNI Legitimasi Operasi Militer di Papua

Kedua, perlu dibentuk Komisi Kerja Penyelesaian Persoalan Pelanggaran HAM di Tanah Papua dibawah otoritas Dewan HAM PBB yang bertugas melakukan investigasi kemanusiaan dalam mempersiapkan semua data-data dugaan pelanggaran HAM sepanjang 50 tahun di Tanah Papua di bawah otoritas Pemerintah Indonesia.

Ketiga, pengiriman Pelapor Khusus untuk mengunjungi dan diberikan akses yang seluas-luasnya untuk dapat menemui semua korban dan saksi serta keluarganya di seluruh Tanah Papua dan semua organisasi masyarakat sipil yang penting demi kepentingan penyelesaian hukum dibawah pengawasan Dewan HAM PBB dan Majelis Umum PBB.

Keempat, menolak usulan penyelesaian atas pelanggaran HAM oleh Pemerintah Indonesia dalam berbagai bentuk, termasuk proposal dari Menko Polhukam Wiranto untuk penyelesaian dengan metode bakar batu yang bersifat melecehkan adat-istiadat OAP, merendahkan martabat manusia Papua serta bertentangan dengan mekanisme hukum nasional Indonesia yang diatur di dalam UUD 1945, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Pada dasarnya, lanjut Yan, LPBH menghormati desakan Negara-negara Pasifik dalam Sidang Dewan HAM PBB dan Majelis Umum PBB tahun 2017 bagi digunakannya Resolusi PBB Nomor 1514 tentang Dekolonisasi bagi kepentingan pemberian Hak Menentukan Nasib Sendiri bagi Rakyat Papua yang merupakan salah satu bagian penting dari Hak Asasi Manusia sebagaimana dijamin dalam Deklarasi Universal mengenai HAM 10 Desember 1948.

Baca Juga:  Empat Jurnalis di Nabire Dihadang Hingga Dikeroyok Polisi Saat Liput Aksi Demo

Untuk itu, LP3BH menghimbau agar Majelis Umum PBB mempertimbangkan secara seksama dan teliti melalui tinjauan hukum yang mendalam atas semua laporan dan pernyataan para pemimpin Negara Pasifik dan negara lainnya serta meminta pertimbangan dari Dewan HAM PBB dan semua komponen masyarakat sipil internasional mengenai kasus pelanggaran HAM di Tanah Papua yang sudah berlangsung lebih dari 50 tahun tanpa penyelesaian yang adil dan bermartabat.

“Dengan demikian Majelis Umum PBB mampu melahirkan keputusan penting dan bersejarah bagi masa depan dan demi menyelamatkan Orang Asli Papua sebagai salah satu dari komunitas masyarakat adat/asli/pribumi yang merupakan penguasa Tanah Papua,” ungkapnya.

Pewarta: CR-3/SP

Editor: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaRealisasi Dana PKK Kampung di Paniai Dipertanyakan
Artikel berikutnyaDana Desa Triwulan III dan IV di Paniai, Nominalnya Tidak sama dengan Tahap Sebelumnya