YAPKEMA: Malaria Impor Dominan di Paniai

0
2718

PANIAI, SUARAPAPUA.com — Yayasan Pembangunan Kesejahteraan Masyarakat (YAPKEMA) mengungkapkan penderita penyakit positif Malaria di Paniai didominasi penyakit malaria impor.

Direktur YAPKEMA, Hanok Herison Pigai membeberkan, pihaknya telah menemukan pasien dengan posisit malaria sebanyak 9 orang. Masing-masing 7 dari kampung Mogeya, 1 di kampung Obaiyoweta dan 1 di kampung Epouto.

“Jenis malaria yang ada di tiga tempat itu dikategorikan malaria impor. Malaria impor artinya, penyakit yang dibawa oleh masyarakat pernah hidup di Nabire, Jayapura atau Timika lalu pernah terserang parasit malaria kemudian datang ke kampungnya. Bukan mereka yang tinggal menetapkan di kampung,” ungkapnya menjelaskan saat Lokakarya Malaria Perdhaki di aula GSG Uwata Wogi Yogi, Enarotali, Papua, Jumat (13/10/2017).

Dalam lokakarya itu Pigai menyampaikan, lokakarnya tentang Malaria dilakukan untuk mencegah dan melawan penyakit malaria di kabupaten Paniai dan wilayah Meepago pada umumnya.

Katanya, walaupun angka kasus malaria positif di kabupaten Paniai rendah, namun penyakit tersebut memberi perhatian dan keseriusan, terutama terhadap penyakit mematikan seperti HIV/AIDS.

ads

“Sehingga (malaria) harus diseriusi.  Jumlah penderita  positif malari yang kami ditemukan di pania ada 9 kasus. Itu tidak banyak. Tapi malaria harus tetap dicegah. Apalagi sampai bulan September kemarin ini penderita penyakit AIDS jumlahnya sudah seribuan orang. Itu untuk yang (datang) periksa,” kata Hanok.

Baca Juga:  Penolakan Memori Banding, Gobay: Majelis Hakim PTTUN Manado Tidak Mengerti Konteks Papua

Untuk memperlancar kerja, kata dia, pihaknya telah membentuk UKBM (Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat) sejak tahun 2016. UKBM tersebut berlokasi di empat kampung: UKBM Mogeya di Paniai Barat, UKBM Ugidimi di Bibida, UKBM Obaoyoweta di Paniai Timur sekarang Wegebino dan UKBM Epouto di Kec. Yatamo.

“Kami berkoordinasi langsung dengan kepala-kepala Puskesmas dimana UKBM berada. Jadi semua tenaga kesehatan yang ada terlibat langsung dalam program malaria Perdhaki ini,” jelasnya.

Ia menyebutkan, kepala Puskesmas Bibida, Natalis Zonggonau, Ibu Wandik, kepala Puskesmas Obano menunjuk Suster Yanuaria Utii – tenaga honorer, Puskesmas Yatamo menugaskan bidan Selviana Bobii. Dan dr. Laswan menugaskan Suster. Gobai serta kader-kader kesehatan yang diambil dari masing-masing kampung yang sudah lama bekerja atau terlibat dalam setiap program Yapkema sebelumnya.

“Sebelum program malaria perdhaki ini ada, mereka-mereka ini sebelumnya dengan Yapkema sudah bekerja di bidang HIV/AIDS. Jadi mereka bukan orang baru,” terangnya.

Baca Juga:  Freeport Indonesia Dukung Pengentasan Penyakit TB di Kabupaten Mimika

Dikatakan, mereka sudah diberi pelatihan dan pembekalan-pembekalan pengetahuan pokok dan praktis tentang malaria. Mereka juga ditatar soal keterampilan dasar untuk hitung umur bayi, hitung nafas, pengenalan tanda-tanda bahaya pada balita.

“Harapannya supaya mereka saat jalankan pemeriksaan dan pengobatan malaria, mereka juga dapat berperan memberikan pertolongan atau rujukan untuk kasus-kasus gawat darurat yang tidak bisa ditangani di Puskesmas,” beber dia.

Lebih dari itu tujuannya, kata dia, untuk menurunkan angka kematian orang asli papua yang kian signifikan tiap tahun, yang berdampak pada genoside.

Alberth. H, Program Manajer Yayasan Caritas Timika Papua (SR YCTP) Keuskupan Timika, mengatakan tujuan dari program malaria perdhaki adalah terhapusnya penyakit malaria di daerah kawasan timur Indonesia (KTI) dan angka kematian menurun.

Di wilayah Meepago, kata dia, program malaria Perdhaki sudah berjalan di tiga daerah diantarnya Nabire, Dogiyai dan Paniai.

“Nabire ada 5 kampung, Dogiyai 4 kampung dan Paniai 4 kampung. Syukur, di semua kampung tersebut, program ini sudah berjalan maksimal walau masih ada tantangan,” katanya.

Baca Juga:  Heboh! Banyak Bangkai Babi di Mimika Dibuang ke Aliran Sungai

Menurutnya, program malaria perdhaki mempunyai kerinduan untuk bisa menjangkau semua daerah di seluruh wilayah Meepago. Untuk itu, diharapkan kerja sama dari pelbagai lembaga kesatuan baik pemerintah maupun non pemerintah yang berada di masing-masing daerah.

“AIDS, TBC dan Malaria adalah tiga penyakit mematikan yang sudah dan sedang menelan ribuan nyawa dari bayi hingga orang dewasa. Untuk itu mari kita lawan. Semua lembaga baik pemerintah dan non pemerintah, kami harap dapat menaruh perhatian demi kelancaran program ini,” harap dia.

Suster Apriana Zonggonau, anggota UKBM Ugidimi-Bibida, mengaku program Malaria Perdhaki memberi manfaat besar bagi dirinya dan masyarakat di tempat pelayanannya.

“Program ini beri saya ilmu banyak. Sekrang saya sudah lebih percaya diri untuk merawat dan beri obat masyarakat saya disana. Masyarakat yang datang banyak. Tidak seperti dulu,” tutur dia, ketika diberi waktu bersaksi terkait program tersebut.

Pewarta: Stevanus Yogi

Editor: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaMelawan Lupa Tragedi 610 di Papua
Artikel berikutnyaMasyarakat Larang Pagari Kuburan Empat Pelajar di Paniai