Perang Sudara Orang Papua di Kawasan Pasifik

0
3438

Oleh: Soleman Itlay)*

Perseteruan Sengit

Menarik untuk melihat dan simak perseteruan sengit antara pemerintah Indonesia dan Papua. Keduanya masing-masing bersaing ketat pada setiap momen di kawasan Pasifik. Terutama pada setiap pertemuan para pemimpin negara anggota  Melanesia Spearhead Group (MSG) dan Pasifik Island Forum (PIF). Indonesia sendiri hadir melalui organisasi Melanesia Indonesia (Melindo), sementara Papua bergerak di bawah United Liberation Movement of West Papua (ULMWP).

Keduanya, sama-sama bicara atas nama tanah dan manusia di Papua Barat. ULMWP melancarkan diplomasi untuk membawah aspirasi orang asli Papua ke dalam forum resmi di kawasan Pasifik. Mereka membawah isu-isu seperti pelanggaran HAM, pembungkaman ruang demokrasi, penangkapan dan penyiksaan terhadap aktivis dan masyarakat sipil, pembatasan ruang bagi jurnalis asing, pelanggaran di bidang ekonomi, sosial dan budaya.

Arah Diplomasi ULMWP di Kawan Pasifik

ads

Gerakan ULMWP terus mendorong isu kekerasan dan kejahatan pemerintah Indonesia di segala sektor. Di dalam wadah tersebut, Oktovianus Motte, Benny Wenda, Andy Ayaimsemba, Rex Rumakiek, Yakob Prai serta rekan-rekan lainnya mengangkat terkait genosida yang sedang berlangsung di Papua Barat. Gerakan ini meminta orang-orang dan petinggi di kawasan Pasifik, agar dapat memasukan agenda perjuangan orang asli Papua ke dalam forum dan pertemuan resmi.

Gerekan ini meminta kepada semua elemen di kawasan ini, seperti persekutuan gereja-gereja Pasifik, pimpinan organisasi MSG, PIF, dan NGO lainnya agar dapat mendorong isu penentuan nasib sendiri di Papua Barat. Selain itu, mereka berharap agar isu dekolonisasi untuk Papua Barat dibicarakan di setiap kesempatan. Hari ini, ULMWP sudah berada bersama saudara kandung di Melanesia. Wadah koordinatif ini sudah berada pada level yang stategis di kawasan Pasifik.

Di dalam negeri, mereka juga sangat kuat. Karena tiga organisasi besar, yakni Parlemen Nasional West Papua (PNWP), Negara Republik Federal Papua Barat (NFRPB) dan West Papua National Coalition for Liberation (WPNCL). Sejak 2014 ULMWP lahir di Saralana, Vanuatu persatuan di dalam negeri semakin kuat. Suhu dan semangat kemerdekaan orang asli Papua semakin tinggi. Hal ini didukung karena semua faksi perjuangan di Papua Barat sudah bersatu dan terus terang mengatakan ingin lepas dari Indonesia.

Dimana setiap momen penting, orang Papua terus menerus melakukan aksi damai yang bermartabat. Tiap peristiwa terus disuarakan di dalam organisasi, forum dan persekutuan seperti Solidaritas Demokrasi Hukum dan Demokrasi Rakyat Sipil Papua (SDHDRP), Komite Nasiona Papua Barat (KNPB), Gerakan Pemuda dan Rakyat (GempaR Papua), Forum Independen Mahasiswa (FIM), Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), Solidaritas Nasional Mahasiswa Papua (Sonamapa), Gerakan Rakyat Demokratik Papua (Garda-P) dan masih banyak lagi.

Arah Diplomasi Melindo di Kawasan Pasifik

Sementara Melindo mewakili provinsi Papua, Papua Barat, Maluku, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat. Organisasi ini lahir dan disahkan di Maluku pada Februari 2015 atas perintah Presiden Jokowi melalui mantan Menteri  Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Tedjo Edhy.  Putera terbaik Papua, yakni; Frans Alberth Joku bersama Nickolas Messet saat ini menjadi juru bicara pemerintah Indonesia kawan Pasifik.

Baca Juga:  Freeport dan Kejahatan Ekosida di Wilayah Suku Amungme dan Suku Mimikawee (Bagian 4)

Joko bersama Messet dikenal, tokoh Organisasi Papua Merdeka (OPM) sejak 1960-an. Mereka berdua keluar dari tanah kelahiran dan hijrah ke PNG menjelang PEPERA 1969. Di dalam Komunitas Masyarakat Papua (KMP) yang berbasis di yahoo, menyebutkan bahwa keduanya kembali menyerahkan diri ke pangkuan NKRI. Joku dan Messet secara resmi sebagai warga negara oleh staf khusus wakil presiden RI H.M. Alwi Hamu, di Ifar Gunung.

Joku dan Messet mati-mati memperjuangkan Melindo di MSG dan PIF tidak main-main. Status mereka sebagai orang asli Papua dan mantan tokoh Organisasi Papua Merdeka (OPM), menjadi tolak ukur serta patut diperhitungkan. Upaya pemerintah Indonesia lewat staf khusus wakil presiden RI (Jusuf Kalla), H.M. Alwi Hamu (dan mantan gubernur Papua, Barnabas Suebu (2007) patut diapresiasi. Karena berhasil mempengaruhi kedua putera terbaik ini kembali ke pangkuan NKRI dan membangun daerahnya sendiri.

Hari ini Joku dan Messet menjadi orang Orang terpengaruh di kawasan Pasifik. Dimana, keduanya telah berjuang dalam forum KTT MSG pada Juni 2015 lalu di Honiara, Salomon Island. Mereka menunjukkan tekad agar Melanesia Indonesia menjadi anggota asosiasi di MSG. Tetapi baik Melindo maupun ULMWP tidak dapat diterima sebagai anggota di organisasi ini. Dalam momen tersebut sempat menarik perhatian publik di kawasan Pasifik dan Indonesia. Karena kedua wadah ini saling bersaing untuk menjadi anggota sambil melempar isu persoalan di tanah Papua Barat.

Nama Melindo sekarang tak sehangat ULMWP. Melindo seperti tenggelam di tengah waktu. Pada 2015 lalu, lobi Melindo di PNG dan Fiji cukup menakjubkan. Tetapi belakangan ini, kemudian nama Melindo jarang didengarkan lagi. Tetapi Melindo tidak pernah diam di tempat. Pemerintah Indonesia tidak perlu juga sibuk membendung gerakan pembebasan Papua Barat. Sebab, Indonesia telah berhasil merekrut pria yang kini mengelolah Independent Group Supourting Otonomous Regiont Of Papua Within Republik Indonesia (Ijssartri).

Baru-baru ini, Joku sempat memanaskan situasi pada pertemuan PIF di Samoa. Berikut Joku punya pernyataan: “Sangat disesalkan bahwa orang-orang di Kepulauan Pasifik tiba-tiba ingin membahas masalah Papua, sekarang,” kata Joku saat itu, dikutib dari Jubi. Joku dan Messet mendapat posisi atas nama Papua atas perintah Presiden Jokowi. Berdua, saat sudah menjadi diplomat untuk Indonesia, guna memperjuangkan Indonesia dalam kaitan isu-isu Papua Merdeka di kawasan Pasifik.

Bersama Messet, Joku pasti akan memberikan bauh positif bagi Indonesia di kawasan Pasifik. Pemerintah Indonesia santai saja, karena posisi kedua putera terbaik Papua ini akan memberikan informasi yang baik demi kepentingan Indonesia. Keduanya, tidak main-main. Mereka dua juga korban dari tindakan kekerasan dan kejahatan. Dimana pada tahun 1969 jelang PEPERA melarikan diri ke PNG. Apalagi Joku pernah menjadi moderator dalam kongres PDP dan meseet 40 tahun di luar negeri gara-gara masalah status politik Papua.

Baca Juga:  Vox Populi Vox Dei

Tentu keduanya tahu masalah Papua dan akan membantu Indonesia. Pemerintah tidak salah memilih kedua tokoh yang disegani orang Papua saat ini. Dari awal mereka menunjukkan tekad kecintaan terhadap Indonesia melalui diplomasi di MSG dan seluruh kawasan Pasifik. Mereka sudah hadir dan terus memberikan informasi kepada orang Melanesia di Pasifik tentang Papua. Mereka memastikan bahwa Indonesia sudah memberikan kewenangan penuh melalui UU Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua dan Papua Barat.

Mereka terus menyuarakan tidak ada kekerasan dan kejahatan kemanusiaan yang berujung pada pelanggaran HAM. Mereka juga berusaha agar meredam isu genocida di Papua Barat. Joku dan Messet juga terus menginformasikan bahwa tidak ada penangkapan, penyiksaan, penembakan dan pembatasan ruang demokrasi. Mereka pula terus menyuarakan bahwa tidak benar akses jurnalis asing masih tertutup. Hal semacam ini sangat membantu Indonesia. Mereka tidak sekedar mehg     mihak Indonesia tetapi juga menunjukkan sikap untuk menarik simpati orang Papua lain di dalam dan luar negeri.

Perang Diplomasi Sesama Papua Barat

Pertarungan belum usai. Perlawanan antara Melindo dan ULMWP tidak sekedar perang diplomasi antara Indonesia dan Papua. Tetapi lebih dari itu adalah perang antar bangsa. Di dalam kedua wadah ini, pemainnya sama-sama orang asli Papua. Mereka adalah orang-orang Melanesia yang lahir dan besar di Papua Barat. Mereka, baik di pihak melindo maupun ULMWP sama-sama orang pribumi yang mempunyai hak tanah, wilayah dan masyarakat di Papua Barat.

Namun yang membedakan di sini kedudukan mereka di dalam organisasi yang berbeda. Kepentinganlah yang membuat mereka berpisah dan melakukan perlawanan atas nama dan untuk tanah dan manusia di Papua Barat. Mereka membawah nama Papua Barat yang meliputi persoalan hidup yang luas. Ada yang mengakui keberagaman masalah. Ada pula yang menyebut, tidak ada masalah dengan orang Papua di dalam rumah Pancasila. Siapa saja bisa binggung, karena sama-sama tahu masalah di Papua Barat.

Pertarungan sesama Papua ini seperti di lapangan hijau. Kataknalah pertandingan sepak bola antar klub. Pemainnya adalah anak-anak Papua, yang tempo dulu latihan bersama di suatu tempat di Papua. Anak-anak Papua itu akan berpisah karena manajemen klub, mengontrak mereka. Klub, dicontohkan antara Persipura Jayapura dan Persija Jakarta. Mereka akan bermain di kompetisi Indonesia Super liga (ISL). Kemudian anak-anak Papua itu, main demi kepentingan klub masing-masing. Hubungan mereka sebagai sesama Papua akan dibatasi di dalam klubnya.

Anak-anak Papua yang bermain di Persipura maupun Persija, otomatis akan bermain dengan tiga kepentingan. Pertama, untuk kepentingan klub. Kedua, untuk kepentingan pribadi dan keluarganya. Kemudian yang ketiga, untuk harga diri dan martabat orang asli Papua Barat. Namun untuk nomor ketiga ini penuh pertimbangan. Khususnya, anak asli Papua yang bermain untuk di klub Jakarta. Anak-anak Papua yang bermain untuk Jakarta (Persija), pantas disebut setengah Jakara dan Papua Barat.

Baca Juga:  Indonesia Berpotensi Kehilangan Kedaulatan Negara Atas Papua

Kalau soal angkat martabat, anak-anak Papua Barat yang bermain untuk klub Jakarta tidak bisa gampang mengatakan, angkat harga diri dan martabat orang dari Sorong-Merauke. Mereka sebagian besar bermain untuk Persija, maka otomatis sebagian besar angkat harga diri dan martabat orang Jakarta. Derajat orang Papua Barat di Jakarta hanyalah ampas dari harga diri dan martabat orang Jakarta. Kalau disebut ada juga pengankatan martabat dan harga diri orang kulit hitam, berarti itu hanya kembali kepada: kepentingan pribadi dan keluarga.

Pertarungan di lapangan hijau atau disini dapat disebut di kawasan Pasifik tidaklah main-main. Anak-anak Papua di Persipura, selain kepentingan klub dan pribadi, mereka akan memperjuangkan mati-matian nama baik salah satu klub dari Indonesia paling timur. Sementara anak-anak Papua Barat yang main di Jakarta, akan menunjukkan skillnya, tidak seratus persen untuk angkat harga diri dan martabat orang Papua Barat. Mereka yang bermain untuk Jakarta, akan memenangkan pertandingan mati-matian demi nama baik klub Jakarta, bukan untuk mengangkat derajat orang Papua Barat.

Jakarta hanya sekedar pakai tenaga anak-anak Papua untuk kepentingan klubnya. Sementara Persipura Jayapura akan mempertaruhkan harga diri dan martabat di depan pemain untuk mati-matian memenangkan pertandingan. Bisa saja manajemen Persija Jakarta memanfaatkan anak-anak berambut keriting untuk melawan saudara kandungnya di lapangan hijau. Jika dikabarkan, rata-rata pemaian berasal dari satu tanah air Papua Barat, orang bakal akan meramaikan dan mengahbiskan waktu di tribun deretan kursi panjang.

Bila pemainnya terdapat dari anak-anak Papua Barat yang dulu latihan bersama, siapa pun akan heran. Bakal akan berkata: pertandingan hari ini bukan antara Jakarta dan Jayapura (Papua). Tetapi hari ini beda dari sebelumnya. Luar biasa, manajemen Jakarta (Persija) menurunkan dan memainkan semua pemain dari asal Papua Barat. Tentu orang di Papua Barat akan ramai. Tidak akan menahan perasaan. Soalnya, pemain kedua klub adalah anak-anak dari satu tanah air Papua Barat. Hanya bermain di lapangan hijau dari klub yang berbeda.

Tidak bisa menghentikan semangat orang Papua Barat, baik yang sering hanya mendengar dari media masa dan kata orang. Bahkan orang dari mana-mana pun akan menyaksikan stadion. Orang akan menonton di televisi dan dengar dari radio serta membaca lewat Koran dan jejaring sosial (Facebook, Instagram, Twiter, dan WhattAp). Barangkali pertandingan antar Persija dan Persipura dapat disamaratakan dengan pertarungan sengit, antara diplomasi Melindo dan ULMWP di Pasifik. Perang diplomasi ini persis: “Perang Saudara Papua Barat di Kawasan Pasifik.”

)* Penulis adalah anggota Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) St. Efrem Jayapura, Papua

 

Artikel sebelumnyaPeringati Hari Pangan Dunia, Uskup Timika Ajak Masyarakat Tolak Beras Raskin
Artikel berikutnyaPangkoopsau II dan PIA AG DII Wilayah Timur Bantu Semen untuk Yahukimo dan Pegubin