Upaya Belanda Membangun Kesehatan Papua (Bagian 2)

0
3930

Prolog

Sebelum membahas nasib ACZH dan kondisi kesehatan Papua pada era pasca kolonial, pada bagian kedua ini akan ditengahkan kehidupan awal ACZH pada zaman Belanda. Pada saat dimana pemerintah Belanda mulai mengkonstruksikan ACZH dan menerapkan berbagai aturan (disiplin) dan ‘irama hidup khas’ mereka dalam pengelolaan ACZH yang pada akhirnya tidak pernah diteruskan dan dirasakan lagi pada era pasca kolonial dewasa ini.

RS ACZH: RS Terbesar dan Termegah Se-Asia Tenggara dan Pasific

Pada tahun 1959 Gubernur Netherland Nieuw Guinea, Vaan Baal, meresmikan pengoperasian ACZH yang dibangun pada kompleks pekuburan suku Kayupulo di lereng bukit Dok II dengan menghabiskan anggaran ± $2 juta Dollar AS. Pemerintah Belanda akhirnya membuktikan komitmennya mendirikan ACZH dan menjadikannya sebagai pusat pelayanan kesehatan tercanggih, termegah, dan terbersih di Indonesia. Bahkan RS dengan nama Algemene Centrale Ziekhenhuis (ACZH) itu disebutkan pernah menjadi RS terbesar se-Asia Tenggara-Pasifik. Saat ini  nama ACZH oleh pemerintah Indonesia  diganti menjadi Rumah Sakit Umum Daerah Dok II (RSUD DOK II) Jayapura. Pemerintah Belanda melalui pemerintahan Gubernur, Van Baal, melengkapi serta menata seluruh perangkat penunjang ACZH dengan sangat baik dan lengkap. Pembangunannya disertai berbagai kelengkapan, seperti; kantor pusat pemberantasan malaria, pemberatasan TBC-Paru, Internat untuk siswa/i, Perawat dan Bidan, Kamar mayat, ruangan belajar, sekolah perawat, dan kantor sederhana lainya. Secara ringkas komposisi infrastruktur bangunan ACZH sebagai berikut:

  1. Bagian Depan-Luar Bangunan Induk (Masuk Dari Jalan Umum) Sebelum ke Portier

Sebelah Kiri: terdapat rumah-rumah dokter spesialis dan direktur. Rumah-rumah dokter lainnya berada di Dok V bawah di belakang pompa bensin yang disebut “Het Groene Huis” (Perumahan  Dok V bawah ini sekarang diduga telah dialihfungsikan).

ads

Sebelah kanan: terdapat Hoofd Kantoor Malaria Bestrijding yang termodern dan termegah di Pasifik, yang terdiri dari: 1 bangunan kantor umum, 1 bangunan laboratorium, parasitology, 1 laboratorium entomology, 1 kamar nyamuk (munggen kamer), 1 broedplaats, 1 garage, dan 1 gudang. Di bagian inilah pembasmian malaria dan filariasis dikendalikan. Di sini para ahli-ahli sekaliber dunia bekerja, seperti: DR.D Metselaar (Marilarioloog), dr.W.J.O.M Van Dijk (Malarioloog, Parasitoloog dan Filarioloog), dr.Van Der Gugten (Epidemioloog), dr. Elkerbout (Imunoloog), Prof. Meeuwissen (epidemiolog), dr. Nijenhuyis (Haematoloog), dr. Van Os (Parasitoloog) dan juga Prof R.Slooff (Entomoloog). Para pakar ini yang terlibat dalam penemuan vaksin BCG dalam dekade tersebut.

Tidak mengherankan jika pada era ini, para pakar ini berhasil ‘mempapuanisasikan’ orang Papua dalam bidang-bidang di atas, diantaranya adalah Mantri Wanma sebagai parasitoloog, Mantri Finthay sebagai entomoloog, dan Mantri Pattiata sebagai Malarioloog dan administrateur.

Portier, terletak di bagian depan tempat loket pengambilan kartu bezoek pasien. Jadi pada masa itu, tiap orang hanya bisa ‘besuk’ pasien dengan mengenakan kartu pengunjung. Pengunjung pun dibatasi 3-5 orang dalam waktu hanya 5-10 menit. Tidak bisa lama, apalagi tidur  di RSUD seperti saat ini. Jadi pengunjung tidak bisa mengunjungi pasien jika tidak mengenakan kartu pengunjung pasien. Di sebelah Kiri dari porter terdapat satu ruang berbentuk ‘L’ dilengkapi dengan dapur ringan, ruang confersatie dan perpustakaan ringan. Di sini biasanya dipakai sebagai rumah untuk perawat putri/ bidan. Rumah-rumah untuk para suster lainnya berada di pusat Kota Jayapura, jalan masuk ke Ampera lama disebut “ De Groene Zusterhuis” (rumah-rumah tersebut sekarang sudah tidak ada).

Meisjes Internat, selain kamar dan fasilitas penginapan terdapat pula: Ruangan confersatie, dapur ringan, kamar strika, kamar inap petugas jaga malam, halaman olahraga ringan, ruangan belajar, dan kantor badan pengawas. Terdapat juga penampungan dan penginapan siswa/i, perawat  dan bidan.

Baca Juga:  Freeport Indonesia Dukung Pengentasan Penyakit TB di Kabupaten Mimika

Selain itu, jika ditinjau dari arah jalan masuk RS hingga depan kantor KPA maka, di sebelah kanan terdapat: Lapangan olahraga mini (sekarang sedang dibangun gedung poliklinik terpadu) untuk pertandingan bolla Volley, Korf Ball, Soft Ball (dapat dari PNG). Lapangan ini juga berfungsi sebagai tempat pendaratan Helikopter bila membawa pasien rujukan dari daerah. Dalam jadwal ACZH, tiap hari kamis merupakan hari olahraga; semua siswa/i diharuskan berolahraga di lapangan ini, tetapi jika ada mayat (jenazah) di kamar mayat, maka harus berjalan kaki ke lapangan Dok V (sekarang lapangan Mandala) untuk berolahraga di sana; karena sangat dilarang berolahraga sementara ada mayat (dulu ada 3 lapangan bola di Mandala). Pada bagian ini  juga terdapat bangunan kamar mayat yang hingga saat ini masih ada. Di bagian kanan jalan ini pula terdapat bangunan sekolah dengan 3 ruangan belajar lengkap dengan media belajarnya (Audio Visual Aids/AVA) yang digunakan oleh semua jenis pendidikan kesehatan yang ada waktu itu. Seperti; Verpleger/ster, analis laboratorium, asisten apoteker, beambte malaria bestrijding dan Vroedvrouw. (Diduga ruangan ini yang dipakai sebagai poliklinik lama, bersampingan dengan kantor KPA Provinsi Papua).

  1. Bagian Dalam Bangunan Induk RS ACZH

Bagian ini dimulai dari depan IGD lama, dari sebelah kiri terdapat ruangan direktur, kantor direktris, kantor administrasi, terdapat ruang Bibliotheek dan ruang pustaka merangkap ruangan “malam ilmiah” (ruangan seperti ini tidak pernah ada sekarang) dan ruang kamar dokter jaga (Docter Wacht Kamer). Ke semua ruangan ini telah tiada karena mungkin dibongkar untuk direnovasi. Sedangkan pada bagian sisi kanan jalan terdapat: polik umum, poli bedah, polik mata, poli penyakit dalam, poli anak, polik kebidanan, laboratorium umum, Apotik, Polik gigi dan WC. Tiap poli ini dilengkapi dengan penanggung jawab masing-masing yang terdiri dari Profesor, dokter dan perawat. Semua bangunan ini masih ada walaupun beberapa sudah rusak dan tidak diperbaiki lagi. Adapula yang sudah dipindahkan ke bagian yang lain. Pada bagian jalan menuju ke belakang, sebelah kiri terdapat ruangan rontgen yang dioperasikan oleh Mantri Wally dan M. Puraro kala itu, juga terdapat kamar operasi (OK). “Pada waktu itu kamar operasi ACZH memiliki keunikan tersendiri, yaitu lampu-lampu ultraviolet di dalamnya akan menyala secara otomat di malam hari untuk menyucihamakan seluruh ruangan dan peralatan yang ada di dalamnya segera setelah dikosongkan manusia. Cara ini hanya terdapat disini di negara lain tidak ada”.

Masih di sebelah kiri jalan menuju belakang, terdapat pula ruangan Pavilyun Laveran (Ruang Penyakit Dalam Wanita), Palviljun ruang neonatologi, perinatologi, dan juga terdapat ruang bersalin Verloskamer (VK). Pada bagian ini beberapa ruangan telah dibongkar untuk dibangunkan ruangan VIP yang sekarang masih mangkrak. Sementara ruangan lainnya masih ada dengan sedikit perubahan. Sedangkan di sebelah kanannya terdapat bangunan paviljunen Thierfelder (ruangan penyakit Dalam Laki-laki), Eykman, Ross dan ruangan Koch (untuk perawatan TB Paru Laki-laki).

Pada bagian belakang, ke arah bawah. Terdapat  Paviljunen Sweitscher untuk ruangan umum orang Belanda, Paviljunen Semmeweiss untuk perempuan Belanda, Pavilyun De Rook ruang kelas dan sebuah paviljun untuk laki-laki. Selanjutnya terdapat bangunan umum/teknik, dapur umum, dan ruangan mesin listrik otomat yang dikelola oleh dua Ahli teknik Belanda, Mr. Tabarima, dan Lakota. Keistimewaan sistem listrik ini adalah ketika listrik kota padam, maka hanya dalam waktu 5 dektik lampu RS akan menyala secara otomat. Ruangan ini sampai sekarang masih ada. Juga terdapat ruangan bengkel teknik ringan tempat untuk reparasi otomotif, scooter, listrik dsb yang rusak, juga mesin-mesin, kursi, meja dan strika. Di sini juga terdapat ruangan  yang dinamakan Wasserij, dan Strijkenkamer dan Naai Kamer untuk mencuci pakaian, hingga melicinkan pakaian serta menjahit pakaian dinas yang robek.

Baca Juga:  Adakah Ruang Ekonomi Rakyat Dalam Keputusan Politik?

Pada bagian lainnya terdapat bangunan luar di bagian belakang (achtergrond- gebouw) yang terdiri dari: bangunan berbentuk ‘O’ untuk para mantri yang sudah berjasa, bangunan untuk siswa laki-laki yang memiliki ruangan tidur khusus untuk siswa kelas I-V (5 kelas x 40 org), dan rumah-rumah tinggal para karyawan ACZH.

Disiplin Kerja di RS.ACZH

Upaya penyiapan rakyat Netherland Nieuw Guinea menuju kemerdekaan terus digenjot dan dilakukan oleh pemerintahan kerajaan Belanda. Setelah membangun RS ACZH, maka Pemerintah Belanda pun mengajarkan kedisiplinan kerja untuk ditanamkan kepada orang Papua agar kelak dapat menjadi kebiasaan atau ‘ethos’ kerja bangsa setelah merdeka. Hal ini mulai tampak dari berbagai peraturan yang mulai diberlakukan pada awal hadirnya RS ACZH.

Dimana pada zaman itu, waktu kerja petugas medis dibagi menjadi: dinas pagi mulai 07.00-15.00 WIT, dinas  sore mulai 15.00-21.00 WIT dan dinas malam dimulai pukul 21.00-07.00 WIT dini hari. Dalam mengisi setiap kegiatan harian di atas terdapat ‘budaya baik’ yang sudah tidak ditemukan lagi pada saat ini. Misalnya, setiap jam istirahat pada pukul 10.00-10.30 WIT, semua aktifitas sementara dihentikan karena semua dokter, mantri, suster dan pasien  harus minum ringan secara sama-sama sambil bernyanyi bergembira ria (kecuali jika ada pasien darurat). Tradisi ini sudah tidak pernah dilakukan lagi sejak pemerintah Indonesia mengambil alih RS.ACZH. Pada  pukul 13.00-14.30 WIT dilakukan evaluasi kegiatan, analisis, kesimpulan, siapkan rujukan, dsb untuk diserahkan ke dinas sore. Pada jam ini semua pasien wajib tidur siang. Pada pukul 15.00 dilakukan serah terima kegiatan dari dinas pagi ke dinas sore secara tertib dan lengkap.  Pada pukul 16.00-17.00 WIT klinik umum ditutup, sedangkan IGD tetap dibuka sampai pagi didampingi petugas mobil ambulans dan petugas telepon. Pada jam ini pula semua pasien dimandikan dan disiapkan untuk menerima kunjungan keluarga. Tradisi pada bagian ini tidak ditemukan saat ini. Pada pukul 17.00-18.00 WIT dibuka untuk pengunjung pasien (keluarga teman-teman dll). Pada saat kunjungan ini tamu harus berpakaian rapih dan bersih, tidak boleh makan pinang, isap rokok dan jika ada pasien yang tidak memiliki keluarga, maka perawat, bidan, dokter wajib kunjungi dengan membawakan sekuntum bunga. Keluarga pasien dilarang membawa makanan dari luar. Keluargapun tidak perkenankan tidur di ruangan RS.

Pada pukul 19.00-20.00 WIT tiap petugas ruangan akan bersihkan perlengkapan makan minum, ruangan, dan menyiapkan pasien untuk doa malam, kemudian tidur. Satu jam sesudahnya, akan dilakukan serah terima tugas dari petugas dinas sore kepada petugas dinas malam. Jadi, jam makan pasien itu tepat pukul 18.00-19.00 WIT. Kemudian serah terima tugas dilakukan setelah pasien tidur dan setelah tidak ada satu pun keluarga di dalam ruangan RS. Pukul 24.00-01.00 WIT barulah petugas medis malam  akan makan malam (dinner). Jika waktu sudah menunjukan pukul 04.00-06.00 WIT semua jendela-jendela/ventilasi ruang dibuka selebar mungkin untuk menyambut mentari pagi dan udara sejuk. Kemudian pasien dimandikan, di sini tidak dibenarkan pasien mandi sendiri/oleh keluarganya.

Selanjutnya dalam tata cara berpakaian, cara menyapa penderita atau etika berkomunikasi petugas medis dan siswa/i dsb diajarkan sesuai etika petugas kesehatan dan siswa/i di negeri Belanda. Jika kedapatan tidak mematuhi aturan yang sudah ditetapkan biasanya diberikan teguran lisan hanya 1 kali kemudian bila terjadi kesalahan yang sama akan dipecat langsung secara tidak dengan hormat disebut  Ontslaag”.

Disipin kerja juga diberlakukan dalam pemakaian berbagai fasilitas RS ACZH yang ada. Misalnya penggunaan telepon. Di RS terdapat dua sistem jaringan telepon yakni sistem jaringan keluar masuk dan penggunaan jaringan internal. Untuk kategori jaringan telepon masuk hanya melalui satu pintu masuk dan keluar yang dijaga oleh Mr. Deda yang disebut “ Centraal Telephone” tiap telepon masuk atau keluar akan lewat sini, entah untuk kepentingan pasien atau hendak menghubungi dokter, manteri, direktur dsb. Sedangkan penggunaan jaringan telepon internal sangat unik karena semua hubungan interlokal harus melalui pak Deda. Setiap pejabat dan dokter spesialis memiliki kode warna yang akan menyalah sesuai dengan keperluan pasien. Jadi jika ada pasien bedah maka, pak Deda akan mengaktifkan lampu sesuai dengan warna  dokter ahli bedahnya begitupun seterusnya sehingga jika dokter ahlinya, melihat warna lampu akan segera menerima telepon untuk dimintai keterangan selanjutnya. Sistem pelayanan pasien rujukan juga menarik, karena jika  pasien yang memerlukan pertolongan ada dirumah  maka, akan diterapkan sistem dokter keluarga.  Jadi, jika ada pasien yang membutuhkan pertolongan mereka akan menelepon sentral telepon RS sehingga dokter jaga saat itu bersama dengan seorang perawat akan ke rumah pasien tersebut untuk memeriksa dan memutuskan; apakah pasien tersebut perlu ke RS atau tidak.  Demikian pula dengan sistem hiburan untuk para pasien. Pasien ACZH dilarang membawa hp, radio dsb.  Karena ditempat tidur pasien terdapat perangkat mikro radio dengan headset yang menyiarkan lagu-lagu dan informasi.

Baca Juga:  Freeport dan Fakta Kejahatan Kemanusiaan Suku Amungme dan Suku Mimikawee (Bagian 3)

Satu keistimewaan pelayanan kerja dari para dokter spesialis saat itu adalah mereka akan turun ke tiap kabupaten selama 1 minggu. Mereka akan melakukan pengobatan dengan biaya yang sangat minim. Dalam setiap bulan akan dilakukan pertemuan ilmiah membahas kasus-kasus langkah, kejadian luar biasa (KLB)  dengan semua petugas medis dan para medis diwajibkan hadir dalam pertemuan ini. Dalam sistem pelayanannya juga RS.ACZH memiliki ruangan/Pavilyun khusus bagi pasien anak-anak tidak mampu dan cacat. Di ruangan ini semua anak-anak yang cacat akan dilatih dengan fisioterapi, diberikann pelajaran, pendidikan dengan proses belajar yang luar biasa. Pada saat itu ada seorang guru luar biasa yang setiap  hari akan mendampingi mereka pada waktu-waktu tertentu dengan penuh kasih sayang. Pavilyun ini dilengkapi dengan alat-alat peraga, rekreasi  setingkat TK ( Kleuter School).

Selain itu, pada masa pemerintahan Belanda, petugas kesehatan diwajibkan memberikan pelayanan minimal sekali seminggu terhadap para  narapidana asli Papua (pribumi) yang berasal dari pedalaman Papua yang ditawan karena sangat buas dan masih bersifat nomaden. Mereka ditempatkan di sekitar aardbeierskamp  yang letaknya di Dok II bawah (sekarang telah ditempati militer)

Demikian corak pelayanan RS ACZH pada tahun 1959  dan beberapa tahun sesudahnya yang berjaya dengan moto: “De Groene Ziekenhuis, Met Jesus Christus Glimlagend” atau dalam bahasa indonesianya, “Rumah Sakit Hijau Dengan Senyum Kasih Kristus”.  Pada tahun yang sama pula pemerintah Belanda membuka sekolah, dan menetapkan RS ACZH sebagai rumah sakit pendidikan. Lalu, bagaimana sistem pendidikan Kesehatan Netherland Nieuw Guinea di masa pemerintahan Belanda ?

Baca Artikel Bagian Pertama di sini: Upaya Belanda Membangun Kesehatan Papua

Bersambung…

Penulis adalah mahasiswa Fakultas Kedoketeran Uncen yang sedang Ko-assisten di RS Dok II Jayapura.

Artikel sebelumnyaBupati Abock: Tidak Ada Bantuan untuk Mahasiswa Makassar dan Jakarta
Artikel berikutnyaKPUD Paniai Gelar Gerakan Sadar Pemilu 2018