Siaran Pers SKP KAMe di Hari HAM se-Dunia 10 Desember 2017

0
3876

Perjalanan tahun 2017 hampir berakhir. Namun, jeritan hati manusia nampaknya tanpa akhir. Jeritan hati ini selalu menyayat di tengah semboyan “Merauke Istana Damai”. Di manakah kedamaian bila masyarakat masih berteriak minta keadilan? Tidak ada damai tanpa keadilan.

SKP KAMe menapaki tahun ini dengan memberikan catatan pada pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terus bergulir, bahkan memakan korban nyawa oleh aparat negara hanya dengan alasan sepele: Belum paham Standard Operational Procedure (SOP). Hello… Aparat di jaman now belum paham SOP?

Belum lagi, kran investasi dibuka selebar-lebarnya demi peningkatan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Maka, logika yang dibangun adalah semakin luas hutan yang dibabat demi perkebunan kelapa sawit, maka APBD kabupaten semakin meningkat.

SKP KAMe melihat beberapa penekanan tentang HAM di wilayah Keuskupan Agung Merauke, yang menonjol untuk diangkat menyongsong Hari HAM sedunia 10 Desember 2017.

  1. Hak hidup

Hak yang paling mendasar adalah hak hidup. Setiap makhluk hidup memiliki hak untuk hidup, apalagi manusia. Kehidupan diberikan oleh Tuhan dan hanya boleh diambil kembali oleh Tuhan.

ads

Beberapa kasus terjadi di mana hak hidup seseorang dihentikan oleh sesama manusia, seperti pembunuhan dan penganiayaan hingga meninggal. Apalagi, peristiwa ini dilakukan oleh Negara (aparat keamanan).

Kasus Woner, Kimaam, misalnya. Isak dianiaya sampai meninggal oleh anggota Yalet 755 pada tanggal 18-19 November 2017. Isak meninggal di sel Polsek Kimaam hanya karena dianggap mabuk dan butuh istirahat. Padahal Isak pada saat kejadian tidak mabuk.

Baca Juga:  Hilangnya Keadilan di PTTUN, Suku Awyu Kasasi ke MA

Pada tanggal 30 Oktober 2017, Oktovianus Beteop juga meninggal di Lapas Kelas IIB Merauke setelah dianiaya oleh Danramil Mindiptana. Okto meninggal juga karena Polres Boven Digoel tidak merespon permintaan keluarga untuk dibawa ke rumah sakit.

Di samping itu, terjadi kasus pembunuhan lain, yang identitas pelaku dikenal maupun tidak dikenal. Pengabaian terhadap hak hidup ini menunjukkan tanggung jawab yang rendah dari manusia sebagai “penjaga sesamanya” (bdk. Kej. 4:9), atau sebagai pengayom dan pelindung masyarakat.

  1. Hak untuk berekspresi

Hak berekspresi masih menjadi hal yang dapat ditarik ulur. Kebebasan berekspresi dan berpendapat masih dibatasi dalam kerangka NKRI Harga Mati. Kebebasan mengekspresikan hak untuk menentukan nasib sendiri oleh KNPB masih “dibungkam” dalam finalnya Papua menjadi bagian dari NKRI.

Satu hal yang patut diapresiasi di sini adalah dalam pengawalan demonstrasi KNPB di Merauke, anggota Polres Merauke tidak melakukan kekerasan fisik terhadap para demonstran.

  1. Hak atas lingkungan yang sehat

Hak atas lingkungan yang sehat menjadi kerinduan setiap orang. Lingkungan yang sehat mencakup air, tanah, udara. Lingkungan yang sehat juga didukung dengan hutan yang lestari, kebiasaan menempatkan sampah, dan mengurangi sampah plastik.

Hutan dalam skala luas yang dibongkar untuk perkebunan kelapa sawit menjadi ancaman bagi keseimbangan lingkungan hidup di Merauke.

Banjir dan pencemaran air sungai akan menjadi ancaman bagi kehidupan manusia. Bencana ini akan menelan biaya yang sangat besar ketimbang APBD yang disumbangkan oleh para pengusaha kelapa sawit ini.

  1. Hak masyarakat adat
Baca Juga:  Hilangnya Keadilan di PTTUN, Suku Awyu Kasasi ke MA

Tahun 2017 masih tetap diwarnai oleh pengabaian terhadap hak masyarakat adat. Hak masyarakat adat bukan sekadar mendapatkan uang tali asih dari perusahaan yang mengambil wilayah adatnya untuk dijadikan kebun sawit.

Hal yang lebih jauh dari itu adalah identitas budaya masyarakat adat akan punah. Masyarakat adat kini dijajah oleh pangan dari luar (beras, supermie, ikan kaleng). Sagu, ikan, dan binatang hutan semakin sulit untuk didapat. Belum lagi, proses pengambilan wilayah adat untuk kebun sawit dilakukan dengan intrik, penipuan, dan memecah belah anggota marga maupun antar suku. Dalam situasi ini, masyarakat adat sangat terpojok. Tatanan adat diabaikan demi suatu surga perubahan yang dijanjikan.

  1. Hak atas pendidikan dan kesehatan

Pendidikan dan kesehatan merupakan kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi saat ini. Kita bersyukur karena sarana pendidikan dan kesehatan sudah sampai ke kampung-kampung. Namun, ketersediaan dan kesediaan tenaga pendidik dan kesehatan tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Ada sekolah di wilayah Ngguti yang dipalang oleh kepala distrik karena tidak ada proses belajar mengajar dalam waktu yang cukup lama. Litani kesibukan urusan di kota perlu ditindak tegas agar akses pendidikan dan kesehatan di kampung-kampung terlayani dengan baik.

Baca Juga:  Hilangnya Keadilan di PTTUN, Suku Awyu Kasasi ke MA

Rekomendasi

Dari beberapa pokok yang disebutkan di atas, maka beberapa rekomendasi dapat disampaikan untuk diperhatikan bersama di tahun 2018 mendatang.

  1. Aparat keamanan (TNI/Polri) wajib diberikan penyadaran tentang “Bela Kemanusiaan”. Anggota TNI/Polri hebat dalam “Bela Negara”, tetapi dalam banyak kasus, gagal dalam “Bela Kemanusiaan”. Negara ada karena, salah satunya, ada manusia (rakyat). Anggota TNI/Polri sebagai pengayom dan pelindung masyarakat perlu meningkatkan kapasitas pengayoman dan perlindungan tersebut, bukan malah menjadi alat penindas dan pelaku kekerasan terhadap warga sipil.
  2. Pemerintah Daerah di wilayah Keuskupan Agung Merauke (Kabupaten Merauke, Boven Digoel, dan Mappi) perlu membatasi investasi yang mengarah pada pembukaan kawasan hutan dalam skala besar. Dalam hal ini, pemerintah daerah perlu mengawasi pelaksanaan investasi agar tidak menimbulkan konflik di tengah masyarakat adat dan degradasi lingkungan dalam skala luas.
  3. Pemerintah Daerah di wilayah Keuskupan Agung Merauke (Kabupaten Merauke, Boven Digoel, dan Mappi) perlu mengembangkan pangan lokal yang menjamin keberlanjutan budaya masyarakat adat.
  4. Pemerintah Daerah di wilayah Keuskupan Agung Merauke (Kabupaten Merauke, Boven Digoel, dan Mappi) perlu melakukan pemetaan wilayah adat batas marga agar terdapat kepastian administratif wilayah adat di kalangan masyarakat adat.
  5. Pemerintah Daerah di wilayah Keuskupan Agung Merauke (Kabupaten Merauke, Boven Digoel, dan Mappi) perlu bersikap tegas dalam menjamin akses pendidikan dan kesehatan masyarakat di kampung-kampung.

Contact Person:

Anselmus Amo MSC (Direktur SKP KAMe; HP: 081287778974)

Artikel sebelumnyaPersitoli Buktikan, Sepak Bola Wanita Indonesia Milik Papua
Artikel berikutnyaInvestor Ilegal dari Korea Diduga Keruk Emas di Siriwo Nabire