Mewujudkan Dogiyai Bahagia: Manusia dan Tanahnya

0
3687

Oleh: Andrias Gobai)*

Tanggal 8 Januari 2008, sejarah baru bagi daerah Dogiyai, Papua. Kala itu, Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia menetapkan Dogiyai sebagai kabupaten baru, dimekarkan dari Kabupaten Nabire.

Seperti bayi, perjalanan Dogiyai susah payah merangkak. Sebagai kabupaten baru, Dogiyai, seperti benih yang baru disemai dan tumbuh. Dogiyai, sebuah ladang dan kebun, yang menanti penggarap-penggarapnya berkarya dan bekerja.

Kini sang penggarap baru telah datang. Yakobus Dumupa dan Oskar Makai, pemimpin muda yang terpilih pada pemilihan kepala daerah pada 2017, kemudian ditetapkan memimpin sebagai bupati dan wakil bupati Kabupaten Dogiyai untuk lima tahun, 2017-2022. Duet tokoh pemimpin muda ini akan menggarap ‘ladang’ dan ‘kebun’ Dogiyai dengan visi ‘Dogiyai Bahagia’.

Bahagiakan Manusia dan Tanahnya

ads

Lima tahun, waktu yang cukup untuk mewujudkan kebahagiaan orang-orang Dogiyai. Kebahagiaan seperti apakah? Pertanyaan ini penting agar kebahagiaan yang akan diwujudkan itu bukan semata-mata kebahagiaan yang tertulis di atas konsep atau kertas saja, tetapi benar-benar terlihat nyata dan dirasakan betul-betul oleh masyarakat Dogiyai.

Dogiyai, dihuni oleh manusia-manusia yang mencintai tanahnya. Orang-orang dan beragam komunitas, dari para petani, pendidik, pekerja kebun, penjual, hingga para birokrat adalah para pihak yang terhubung dan disatukan oleh alam semesta Dogiyai, Papua.

Tanah yang subur di bukit-bukit, hamparan hutan dan bukit, akan memberikan kehidupan dan kemakmuran jika digarap oleh para penggarap-penggarap yang benar dan peduli terhadap alam Papua, alam Dogiyai, yang berkelanjutan, yang akan menghidupkan manusia dan selamatkan alam dari keterpurukan dan kesia-siaan.

Bagaimana alam akan sia-sia? Tanah akan sia-sia terabaikan menjadi lahan yang terbengkelai. Tanah kebun, pertanian, ditinggal penggarapnya. Kebun-kebun yang dalam dekade lalu terhampar tanaman kopi yang luas kini menyusut karena para penggarap yang tidak pergi ke kebun menanam dan merawat pohon kopi.

Baca Juga:  Saatnya OAP Keluar Dari Perbudakan Dosa dan Tirani Penjajahan Menuju Tanah Suci Papua

Beberapa dekade lalu, sebelum menjadi kabupaten sendiri, pernah mengalami kejayaan dengan melimpahnya biji kopi karena hamparan tanah dan di sela-sela hutan penuh dengan pohon kopi. Kala itu orang-orang Dogiyai menjadi penggarap yang tangguh dengan tanaman kopi. Namun, seiring perubahan, keunggulan kopi menjadi tersingkir karena generasi petani kopi yang terus tergerus oleh budaya dan roda ekonomi yang berubah.

Nilai-nilai budaya petani kopi yang setia menggarap lahan dan tanahnya semakin menyusut. Para generasi terdahulu yang punya kesetiaan kepada pertumbuhan tanah dan kebunnya tertutupi oleh ekonomi yang lebih menjanjikan di depan mata, menghasilkan uang yang cepat.

Budaya yang berubah itu terabaikan oleh para tokoh dan pemimpin Dogiyai. Para pemimpin melupakan pendidikan yang bisa melahirkan generasi baru, generasi muda, yang juga giat dan mencintai alam Dogiyai. Situasi demikian dialami oleh Dogiyai, yang kehilangan akan generasi-generasi petani kopi.

‘Dogiyai Bahagia’ seperti yang disuarakan dalam kampanye masa pemilihan kepala daerah (Pilkada) saat pasangan Yakobus Dumupa dan Oskar Makai bertemu dengan masyarakat, diterjemahkan secara nyata bahwa kebahagiaan orang-orang Dogiyai, saat kedua tokoh pemimpin ini dengan barisan birokrat dan administrasi pemerintah daerah berhasil meningkatkan kualitas hidup manusia di bidang kesehatan, pelayanan publik, pertanian, perekonomian, dan nilai-nilai kebudayaan.

Bagaimana melahirkan manusia-manusia berkualitas di Dogiyai? Bagaimana penduduk asli Papua tumbuh menjadi orang-orang berkualitas, paling tidak di masa lima tahun ke depan? Pendidikan adalah satu cara penting mewujudkan kualitas-kualitas manusia, yang bisa mewujudkan kebahagiaan hidup mereka.

Pendidikan: Melahirkan Generasi Bahagia 

Pendidikan dalam konteks perwujudan manusia Papua bahagia bisa diterjemahkan dengan beragam perspektif, meliputi pendidikan di bidang formal; lembaga-lembaga pendidikan sekolah, akademi, universitas, dan pendidikan non-formal, seperti pelatihan dan workshop keterampilan, pengetahuan, dan keahlian praktis di bidang-bidang prioritas di Dogiyai, seperti pertanian, perkebunan, dan bidang-bidang unggulan lain.

Baca Juga:  Papua Sedang Diproses Jadi Hamba-Nya Untuk Siapkan Jalan Tuhan

Bagi bidang perindustrian, perdagangan, dan koperasi, misalnya, mulai memprakarsai pendidikan alternatif dan implementatif yang mampu mendukung kegiatan perekonomian masyarakat. Agar pendidikan ini segera membawa perubahan nyata, Dinas Perindustrian dan Perdagangan memberikan pelatihan dan workshop kepada orang-orang yang bekerja dan terlibat dalam perekonomian unggulan, seperti pengembangan kopi dari hulu hingga hilir.

Bagi Dogiyai, kopi merupakan salah satu produk unggulan yang berpotensi signifikan bagi pembangunan masyarakat yang sejahtera. Kepemimpinan Dogiyai saat ini mampu menciptakan forum-forum pendidikan, yang mampu memberikan inspirasi kepada masyarakat, orang-orang asli Papua, untuk kembali ke kebun menggarap lahan-lahan pertanian untuk ditanami produk-produk unggulan: kopi, kentang, wortel, maupun produk-produk kreatif lainnya.

Pendidikan yang mampu membuka kesadaran dan menggerakkan perubahan lahir dari persoalan dan kebutuhan penduduk langsung. Pendidikan yang dibuat sesuai dengan kebutuhan masyarakat, yang bisa membumikan pengetahuan kepada penduduk di akar rumput. Dan, pendidikan ini punya sistem keberlanjutan. Sesudah workshop, misalnya, pemerintah daerah dan berbagai pihak yang bertanggungjawab dengan bidang-bidangnya terus menjaga dan merawat orang-orang yang dilatih. Bahkan, memberikan dukungan nyata dan memantau perkembangan dengan karya-karya nyata hingga mendampingi terus menerus dalam penerapan di lapangan.

Sistem pendidikan itu punya fungsi nyata membuka akses pengetahuan yang berdampak pada akses ekonomi, yang ditunjukkan dengah hasil-hasil pertanian, misalnya, baik secara kuantitas seperti pertambahan lahan produktif pertanian dan jumlah hasil panenan, hingga secara kualitas yaitu hasil panenan yang bermutu.

Baca Juga:  Kegagalan DPRD Pegunungan Bintang Dalam Menghasilkan Peraturan Daerah

Keteladanan Pemimpin, Wujudkan Dogiyai Bahagia

‘Dogiyai Bahagia’ bukanlah mimpi di atas langit yang jauh dari jangkauan kita. Konsep Dogiyai Bahagia bisa diwujudkan nyata. Sudah saatnya, Kabupaten Dogiyai, yang kini memiliki pemimpin baru mampu membuat perubahan yang lebih baik sekarang ini.

Keteladanan pemimpin yang bersih dari praktik korupsi, banyak tinggal dan bekerja di tengah-tengah rakyatnya, dan merespon secara cepat dalam memperbaiki pelayanan-pelayanan publik, serta memiliki kepedulian tinggi masyarakatnya, adalah prinsip-prinsip yang sudah selayaknya diterapkan bagi kepemimpinan saat ini.

Selain itu, para pemimpin dan tokoh-tokoh Dogiyai juga mau belajar bersama rakyatnya. Ia mampu mendengarkan suara-suara rakyatnya, dan melibatkan rakyat serta para pihak dalam membangun sistem pemerintahan yang terbuka, transparan, dan berpihak kepada penduduk asli Papua.

Para pemimpin segera membentuk tim-tim kerja yang energik, bergerak cepat-tanggap, dalam menyelesaikan masalah-masalah yang muncul di tengah masyarakat. Aparatur sipil negara, kalangan birokrasi, satuan-satuan tugas, didorong lebih banyak bergerak di lapangan, daripada diam di balik meja.

Kebudayaan, salah satu bidang yang menjadi prioritas dari Bupati Yakobus Dumupa dan Wakil Bupati Oskar Makai, diterjemahkan secara tepat. Selain merawat nilai-nilai budaya masyarakat, juga melahirkan budaya kerja yang baru, penuh inovatif, dan banyak terobosan nyata bagi pembangunan kualitas manusia dan tanah Dogiyai, Papua.

Demikian, pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Dogiyai di Jayapura pada hari Senin, 18 Desember 2017, melahirkan harapan nyata bagi masyarakat Dogiyai. Sesudah pelantikan, masyarakat menantikan langkah-langkah nyata dalam mewujudkan visi ‘Dogiyai Bahagia’. Sosok pasangan pemimpin muda ini memberikan harapan dan optimisme Dogiyai akan berubah ke arah lebih baik dengan cepat dalam lima tahun ke depan.

)* Penulis adalah birokrat di kabupaten Dogiyai, Papua. 

Artikel sebelumnyaDavid Saweri, ‘Orang Gila’ yang Menggilakan Orang Lain
Artikel berikutnyaFestival Budaya Melanesia akan Digelar Juli 2018 di Solomon Islands