JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Dugaan keterlibatan oknum anggota Kepolisian dan Brimob dalam banyak kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi di Tanah Papua, diharapkan dapat dibuktikan di “meja hijau”.
Kapolda Papua diminta agar ke depan dapat mengadili anggotanya di pengadilan umum. Oknum aparat yang diduga sebagai pelaku itu harus diproses secara hukum di pengadilan umum agar dapat disaksikan oleh masyarakat luas di Papua.
“Kami minta Kapolda Papua segera menyiapkan peraturan Kapolda Papua untuk dasar hukum bagi proses hukum bagi oknum anggotanya,” ujar anggota DPRP, John NR Gobai, dalam rilis yang dikirim ke media ini, kemarin.
Hal ini menurutnya, berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2003 tentang Petunjuk Teknis Institusional Peradilan Umum Bagi Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
“Kalau ada anggotanya diduga sebagai pelaku, Kapolda harus proses secara hukum juga di peradilan umum yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia dan di tingkat masyarakat kasus ini harus dibicarakan secara terbuka dengan disaksikan oleh masyarakat,” ungkapnya.
Setiap kasus kekerasan bahkan pelanggaran HAM, tegas dia, tidak bisa dibiarkan begitu saja tanpa diproses. Sebab hal tersebut justru memperburuk citra negara di mata dunia internasional. Sebaliknya, dengan tegakan aturan di meja persidangan, tentunya akan ada efek jera untuk tidak diulangi tindakan brutal di kemudian hari.
“Fakta selama ini di Papua adalah lahan balas dendam dan lahan melampiaskan emosi aparat keamanan terhadap masyarakat adat Papua. Sudah banyak kali masyarakat menjadi korban dari kekerasan negara melalui keberingasan oknum anggota Brimob dan Kepolisian. Masyarakat Papua juga untuk kesekian kalinya telah menjadi korban akibat bisnis keamanan oknum aparat di perusahaan-perusahaan. Sudah kesekian kalinya masyarakat dicurigai memiliki senjata dan rakyat biasa pun distigma OPM, sehingga harus dihadapi dengan senjata,” beber John.
Ia membeberkan dari data yang ada, untuk kesekian kalinya nyawa manusia Papua diukur sama dengan harta benda yang dijaga atau dirusak akibat tidak adanya kepedulian orang dan badan yang datang untuk bekerja dan mengais rejeki di Tanah Papua.
“Kondisi seperti yang saya sebutkan itu sudah bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999. Oknum anggota Kepolisian juga telah melakukan tindakan yang bertentangan dengan Perkapolri tentang implementasi HAM,” tegasnya.
Lebih lanjut dikemukakan, dalam kasus yang sudah ada korban yang tertembak dengan peluru tajam dan jelas pelakunya tak dapat dibantah lagi dan ini adalah sebuah pelanggaran HAM karena telah terjadi tindak kesewenang-wenangan yang mengakibatkan korban meninggal dunia dan luka-luka tembak adalah sebuah tindakan pelanggaran hukum dan HAM.
“Kita ketahui bersama bahwa kekerasan oleh aparat negara itu sudah melanggar Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang HAM. Dalam Pasal 30 memberikan jaminan hak atas rasa aman,” bebernya sembari menyebutkan bunyi pasal itu adalah, “Setiap orang berhak atas rasa aman dan tentram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.”
Penilaian selama ini, lanjut dia, negara dan pemerintah Republik Indonesia melalui aparat keamanan tidak melakukan kewajiban dan tanggung jawab untuk menghormati dan menjamin hak asasi setiap orang tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya, bahasa, status hukum, urutan kelahiran, serta kondisi fisik dan atau mental.
REDAKSI