JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Sebagai wujud penolakan atas diumumkannya Trikora oleh Soekarno pada 19 Desember 1961, aktivis KNPB dan Solidaritas Nasional Mahasiswa dan Pemuda Papua Barat (SONAMAPPA) gelar diskusi dan baca buku bersama, Selasa (19/12/2017).
Ones Suhuniap, sekretaris umum KNPB usai diskusi bersama, menyatakan, deklarasi Trikora adalah awal dari aneksasi dan pembunuhan orang Papua di Tanah Papua. Dan Indonesia secara de jure dan de facto mengakui adanya sebuah negara yang mereka sebut Negara Boneka Buatan Belanda.
“Secara tidak langsung sebenarnya Indonesia mengakui keberadaan Negara Papua Barat, maka hari ini rakyat Papua Barat menuntut kembalikan hak politik itu. Bendera merah putih yang diperintahkan dikibarkan di Irian Barat juga menandakan bahwa mereka sedang mendirikan negara di dalam negara,” ujar Ones di sekretariat KNPB Pusat.
Termasuk poin ketiga Trikora yang menyebutkan mobilisasi umum merebut Irian Barat, menurut dia, point itu menunjukan bahwa Soekarno sendirilah yang telah melanggar pasal Makar, sehingga yang pantas disebut Makar adalah Soekarno yang telah mengawali semua pembunuhan di Tanah Papua. Juga awal terjadinya malapetaka terhadap manusia Papua dan alamnya termasuk adanya keterlibatan pihaknya internasional, baik Rusia, Amerika dan Inggris.
“Sehingga sebagai bentuk aksi protes dari Trikora yang menganeksasi kemerdekaan bangsa Papua, kami gelar diskusi bersama ini. Tidak harus demo, tetapi aksi protes itu bisa dengan berbagai cara dan ini adalah bentuk dari cara itu,” jelasnya.
Aksi protes juga dilakukan SONAMAPPA dengan menggelar baca buku sejarah Papua bersama di Taman Imbi, Kota Jayapura.
Dalam rilis pers SONAMAPPA yang dikirim ke redaksi suarapapua.com, mempertanyakan kepada Pemerintah Indonesia bahwa hingga kapan negara akan terus melakukan pembohongan atas perintah Trikora yang meluluhlantahkan orang Papua dan alamnya di Tanah Papua.
“Apakah sampai orang Papua punah di atas tanahnya? Ataukah hingga sumber daya alam diperut bumi mama Papua dieksploitasi habis hingga kering? Entahlah,” tulisnya dalam rilis yang ditandatangani Kristian Alberth C. Pepuho, ketua umum SONAMAPPA.
Oleh sebab itu, SONAMAPPA menyampaikan beberapa tuntutan. Pertama: menolak integrasi Papua kedalam NKRI, kedua: menolak investasi modal asing dan nasional Indonesia di Tanah Papua.
Ketiga: menolak MIFEE di Merauke. Keempat: meminta negara Indonesia untuk segera mengusut, menangkap dan mengadili pelaku pelanggaran HAM di Papua demi menciptakan keadilan bagi keluarga korban dan pelanggaran HAM di Papua.
Kelima: meminta kepada negara untuk segera membuka akses yang seluas-luasnya bagi jurnalis asing untuk ke Papua, dan keenam: meminta negara segera memberikan hak penentuan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi penyelesaian konflik yang berkepanjangan di Tanah Papua.
Pewarta: Elisa Sekenyap