ELSHAM Papua: Agenda Nawa Cita Jokowi Belum Membuahkan Hasil di Tanah Papua

0
9426

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Lembaga Study dan Advokasi Hak Asasi Manusia (ELSHAM) Papua mengungkapkan bahwa pelanggaran HAM di tanah Papua meningkat pada tahun 2017 dari tahun 2016. Dengan meningkatnya angka pelanggaran HAM tersebut membuktikan bahwa agenda Nawa Cita Jokowi belum membuahkan hasil yang signifikan.  

Hal ini diungkapkan Pejabat Direktur ELSHAM Papua, Matheus Adadikam dalam jumpa pers pada Rabu (20/12/2017) di kantor ELSHAM Papua, Padang Bulan Papua.

Adadikam menjelaskan, menurut pengamatan dari Lembaga Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia (ELSHAM) Papua, visi Nawa Cita yang dikumandangkan oleh pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla tidak memberi dampak yang signifikan terhadap perubahan situasi Hak Asasi Manusia (HAM) di Tanah Papua.

Katanya, selama kurang lebih tiga tahun pemerintahan Jokowi-JK, tidak terlihat langkah yang jelas dalam menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM di Tanah Papua. Persoalan HAM telah tersirat dalam agenda pertama dan kedua, dari sembilan agenda pokok “Nawa Cita” ala Jokowi-JK.

Angka kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua masih terus berlanjut dan tidak mendapat perhatian serius dari pemerintah. Sekalipun pemerintah telah membentuk Tim Penyelesaian Pelanggaran HAM Papua di bawah Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan sejak Mei 2016, namun hingga berakhirnya masa kerja Tim pada Oktober 2017, belum ada kasus pelanggaran HAM Papua yang berhasil diselesaikan oleh pemerintah.

ads

ELSHAM Papua membeberkan catatan pelanggaran HAM sepanjang 2017. Di mana telah terjadi beberapa kasus kekerasan dan pelanggaran HAM yang dilaporkan oleh warga. Antara lain:

  1. Penembakan diluar prosedur hukum terhadap Michael Merani oleh anggota Kepolisian Resort Kepulauan Yapen pada 28 Maret 2017. Michael Merani (28), termasuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Polres Kepulauan Yapen, setelah Rudi Orarei yang ditembak tahun 2013 silam.
  2. Keresahan Warga Fakfak akibat Kondisi Pemerintahan di Kabupaten Fakfak tidak berjalan normal karena adanya temuan dugaan Pemalsuan Dokumen Pemilihan Kepala Daerah tahun 2015 di Kabupaten Fakfak pada 30 April 2017.
  3. Anggota TNI dari Batalyon Infanteri (Yonif) Raider Khusus 753 Arga Vira Tama Nabire melakukan penikaman terhadap Yos Degey dan Isak Degey, warga asal Kampung Kopo, Kabupaten Paniai, pada 01 Mei 2017. Warga setempat melakukan aksi pemalangan terhadap Pos TNI Uwibutu, sebagai reaksi protes terhadap tindakan semena-mena dari aparat TNI AD.
  4. Aksi Pawai Kendaraan Bermotor yang dilakukan oleh sekelompok warga yang menamakan diri Barisan Pembela Merah Putih, yang dikoordinir oleh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Fakfak pada 1 Mei 2017. Tindakan ini menimbulkan keresahan warga, karena dinilai berpotensi menimbulkan konflik antar kelompok yang berbeda ideologi di Fakfak.
  5. Insiden “Pembakaran Alkitab sebanyak 56 buah oleh Anggota TNI AD di Wisma KOREM 172/PWY. Akibat tindakan tersebut, warga Abepura, Kota Jayapura melakukan aksi protes dan mendatangi Markas KOREM 172/PWY. Warga Papua menilai tindakan tersebut sebagai bentuk penghinaan terhadap umat Kristen.
  6. Kepolisian Resort Mimika melarang Aksi Protes Buruh Freeport pada 06 Juni 2017, terkait Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di lingkungan Perseroan Terbatas Freeport Indonesia (PTFI).
  7. Aparat Kepolisian Resort Nabire membubarkan paksa kumpulan massa yang berniat merayakan ibadah syukuran memperingati 1 Juli 2017, sebagai hari lahirnya Organisasi Papua Merdeka. Dalam pembubaran aksi tersebut, diketahui sedikitnya 90 orang ditahan dan seorang perempuan meninggal dunia akibat menghirup gas air mata yang ditembakan oleh aparat kepolisian.
  8. Penembakan diluar prosedur hukum terhadap Robi Murib oleh anggota TNI AD pada 08 Juli 2017 di Ilaga, Puncak Jaya. Menurut warga setempat, Robi ditembak dengan alasan kepemilikan senjata api (pistol) ilegal.
  9. Penembakan terhadap David Tarko (57) di kampung Brap tgl 11 Januari 2017 oleh TimSus Polres dan Polda Papua.
  10. Penembakan terhadap bapak Toali Alle (71) di kampung Noyali, Distrik Mamberamo Timur, Kabupaten Mamberamo Raya.
  11. Penolakan terhadap proyek Perkebunan Kelapa Sawit oleh Dewan Adat KNASAIMOS mewakili masyarakat pemilik hak adat Suku Saifi di Sorong Selatan.
  12. Penolakan rencana masuknya warga transmigrasi ke wilayah suku Saifi oleh Dewan Adat KNASAIMOS di Sorong Selatan
  13. Kematian 84 bayi dan  9 orang dewasa di Deiyai
  14. Penembakan terhadap Yulianus Pigai (27), Siswa SMU Negeri Waghete, tanggal 1 Agustus 2017 di kampung Oneibo, Distrik Waghete, pelaku BRIMOB BKO.
Baca Juga:  Empat Terdakwa Pembunuhan Bebari dan Wandik Dibebaskan, Wujud Impunitas

“Tahun 2016 jumlah kasus yang Elsham data sebanyak 101 kasus. Sedangkan pada tahun 2017 jumlah kasus yang Elsham terima adalah Jadi ada kenaikan jumlah kasus sebesar 1.16 % dari tahun 2016 ke 2017,” ungkap Adadikam.

Kasus-kasus kekerasan tersebut di atas, kata dia, memberi indikasi bahwa agenda Nawa Cita yang didorong oleh Jokowi-JK belum sepenuhnya membuahkan hasil yang maksimal, khususnya pada aspek penegakkan dan penghormatan terhadap HAM di Tanah Papua.

Baca Juga:  Gereja Pasifik Desak MSG Keluarkan Indonesia Jika Tidak Memfasilitasi Komisi HAM PBB Ke Papua

Seruan organisasi masyarakat sipil baik di tingkat lokal, nasional dan internasional, tidak mendapat tanggapan yang serius dari pemerintah. Bahkan tawaran “Dialog Damai” yang terus didorong oleh berbagai kalangan di Papua, tidak mendapat respon yang berarti dari pihak pemerintah. Program Pemerintah di Papua selama ini lebih dititikberatkan pada pembangunan sarana dan pra-sarana fisik semata, tanpa memperhatikan pemenuhan rasa aman dan keadilan bagi orang Papua di tanah Papua.

Baca Juga:  Hilangnya Hak Politik OAP Pada Pileg 2024 Disoroti Sejumlah Tokoh Papua

Menyikapi situasi HAM yang berkembang di Papua, ELSHAM Papua menyampaikan pandangan sebagai berikut:

Pertama, pemerintah baik di tingkat nasional maupun lokal segera mengambil langkah-langkah yang lebih konkrit dan transparan dalam menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Tanah Papua.

Kedua, pemerintah segera membuka diri dan bekerja sama dengan berbagai organisasi kemanusiaan baik di tingkat lokal, nasional dan internasional guna menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Tanah Papua.

Ketiga, pemerintah segera merealisasi Dialog Damai Lintas Sektoral dan Multi-stakeholders demi menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM dan kekerasan yang terjadi di Tanah Papua.

Keempat, pemerintah harus merubah pendekatan penanganan konflik di Tanah Papua dengan lebih mengedepankan pendekatan humanisme dan dialogis.

 

Pewarta: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaPresiden Jokowi Serahkan 2.586 Sertifikat Tanah kepada Masyarakat
Artikel berikutnyaWene Tabuni: Sebelas Warga Nduga Dianiaya di Wamena