WebGis Mata Papua Diluncurkan

0
2493

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Senin, 5 Februari 2018, Pusaka, Papua Forest Watch dan AEER (Aksi, Ekologi dan Ekonomi Rakyat) melakukan peluncuran webGIS baru Mata Papua, matapapua.org.

Inisiatif ini muncul di tengah terbatasnya informasi terkait ijin-ijin konsesi berbagai industri ekstraktif mulai dari perkebunan, tambang hingga eksplorasi migas serta meningkatnya konflik lahan dengan masyarakat asli Papua.

Mata Papua diharapkan menjadi platform tempat berbagi informasi serta meningkatkan visibilitas situasi Papua sesungguhnya terutama bagi masyarakat di luar Papua.

Baca Juga:  Lima Bank Besar di Indonesia Turut Mendanai Kerusakan Hutan Hingga Pelanggaran HAM

Di dalam webGIS Papua ini pemetaan dibagi berdasarkan kriteria sebagai berikut:

  • peta sosial
  • peta kawasan hutan
  • peta konsesi
  • peta demografi
  • peta administratif

Franky Samperante dari Yayasan Pusaka menjelaskan,  sesungguhnya tidak ada tanah kosong di Papua, walaupun dari luar tampak seperti hamparan hutan luas semata tanah-tanah itu sesungguhnya sudah dimiliki oleh marga dan suku-suku di wilayah tersebut sebagai areal tempat tinggal, hutan sagu, ladang perburuan dan sebagainya.

ads

Charles Tawaru dari Papua Forest Watch menjelaskan bahwa saat ini sudah hampir 65% areal di kedua provinsi baik Papua maupun Papua Barat sudah berada dalam kepungan investasi terutama untuk industri ekstraktif.

Baca Juga:  Demi Lindungi Tanah dan Hutan Adat Marga Woro, Hakim PTTUN Manado Segera Batalkan Putusan PTUN Jayapura

“Dan di tengah kekayaan alam yang berlimpah ini ironisnya, kedua provinsi tersebut masih menduduki peringkat atas untuk jumlah penduduk miskin,” ungkapnya.

Dalam kesempatan tersebut, perkumpulan AEER yang diwakili langsung oleh Pius Ginting juga membagikan hasil kajiannya terkait dampak limbah tambang (tailing) dari PT. Freeport yang menyebabkan kerusakan sungai dan lingkungan yang cukup parah di area sekitar tambang.

Baca Juga:  Hujan di Sorong, Ruas Jalan dan Pemukiman Warga Tergenang Air

“Cemaran limbah tambang ini juga menyebabkan terganggunya sumber penghidupan masyarakat asli Papua yang hidup di sepanjang aliran sungai tersebut,” kata Pius.

Selain itu, dalam websitenya Mata Papua disebut sebagai sarana advokasi dan perjuangan memajukan penghormatan dan perlindungan atas hak-hak masyarakat adat Papua dan pengelolaan sumber daya alam secara adil dan berkelanjutan.

 

REDAKSI

Artikel sebelumnyaJurnalis Pasifik Soroti Buruknya Kebebasan Bicara di Papua
Artikel berikutnyaBupati Dogiyai: Pemkab akan Berantas Penyakit Sosial Masyarakat