Oleh:Â Pares L. Wenda)*
Dari tahun ke tahun, orang Papua termarginalkan dari dunia bisnis. Hampir dunia bisnis dikendalikan oleh saudara kita dari seberang lautan. Bisnis yang berskalah kecil sampai kelas wahid. Orang Asli Papua (OAP) menjadi kelas wahid dalam menjadi konsumen terkemua mulai dari barang termahal sampai berang termurah yang dijual oleh saudara kita dari seberang lautan.
Menelusuri jalan-jalan raya di Tanah Papua, Anda akan menemukan sepanjang jalan itu, dimana ada toko, supermarket, kios yang menjaga, menjual, melayani, menerima karcis, menjual karcis berdiri di kasir, semuanya orang dari seberang lautan. Di mana OAP? Dimana keberpihakan Otsus terhadap OAP dalam bidang ekonomi? Berapa OAP yang sudah diberdayakan dan menjadi konglomerat selama Otsus berlangsung? Lalu, dimana keberpihakan pemerintah daerah Provinsi, Kabupaten/Kota di Tanah Papua?
Orang Papua yang didaftar sebagai pengusaha pada KAPP (Kamar Adat Pengusaha Papua) berapa jumlah mereka dan bergerak di bidang apa saja? Di KAPP juga sudah berapa orang pengusaha yang dibesarkan dengan dana-dana APBD/APBN, dana Otsus? Dan berapa OAP yang berbisnis mandiri tanpa dukungan finansial dari dana APBD dan APBN?.
Data seperti ini perlu sekali dirilis oleh KAPP guna mengetahui kemajuan orang Papua dalam dunia bisnis sampai dengan saat ini? Atau minimal setiap Provinsi dan Kabupaten/Kota merilis sejumlah pengusaha OAP yang dapat didorong hingga berhasil menjadi pengusaha sukses. Sampai dengan hari ini data seperti itu belum kami punya atau belum kami peroleh?
Sementara itu, sejak Pilkada serentak 2005 baik di Papua dan Papua Barat calon kepala daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota belum terdengar atau mungkin sudah pernah disampaikan, dan saya yang belum mempunyai dokumen? Bahwa dalam kepemimpinan mereka, mereka akan memberdayakan beberapa anak dari OAP yang akan dijadikan wirausaha.
Pernyataan seperti itu belum dan bahkan belum pernah kita dengar. Di luar Papua, misalnya cagub, cabup, dan calon walikota menjadikan pengembangan wirausaha sebagai upaya kemandirian anak bangsa di daerah itu, mereka selalu menjadikan isu utama atau trend isu dalam kampanye mereka. Mereka menjadikan wirausaha sebagai primadona, dalam menyajikan program prioritas mereka. Secara tidak langsung, mereka memulai mendorong setiap orang berpikir bagaimana berusaha dalam bidang ekonomi.
Di Papua, mungkin ini isu yang tidak seksi, tetapi berharap isu ini menjadi isu yang penting dalam menjual program di masa depan, dalam upaya bersama mendorong kemajuan OAP dalam dunia entrepreneurship, namun sayang beribu sayang kami belum mendengarnya dalam kampanye Pilgub dan kampanye Bupati/Walikota sejak tahun 2005.
Minimal seorang calon gubernur Papua, bupati dan walikota mengatakan dalam kurun waktu lima tahun kepemimpinan akan mendorong 100 anak negeri yang berwirausaha, dengan asumsi keberhasilan yang ingin dicapai setengah dari 100 wirausaha berhasil, atau ¼ dari 100 orang yang didik berhasil, atau ½ dari 100 orang itu berhasil membungun bisnisnya. Hal seperti ini belum kami jumpai, sampai memasuki kampanye Pilkada 2018.
Mantan Bupati Yahukimo Ones Pahabol pernah melakukan usaha semacam ini sampai mengirimkan orang ke Ambon untuk belajar pabrik Sagu. Namun upaya itu dilanjutkan atau tidak, kita tidak mengetahui sejauh ini.
Mungkin ini juga dipengaruhi kebiasaan selama ini di Indonesia, dimana siapa menjadi pemimpin baru, pasti mempunyai kebijakan baru, kadang-kadang kebijakan itu dapat meneruskan kebijakan terdahulu, tetapi lebih banyak pemimpin baru membuat kebijakan baru dan akhirnya menjadi sok tahu, yang kemudian menghambat potensi orang berkembang dan maju, yang telah dimulai pemimpin sebelumnya, apalagi kalau sudah masuk dengan isu politik. Matilah orang yang mau berkembang itu dalam dunia usaha (wirausaha).
Selain itu, di Papua, pemberitaan media massa selalu kabur. Belum ada media yang menjadi tawaran program para kandidat sebagai berita utama mereka, justru lebih banyak media lokal kita memberitakan prediksi kemenangan kandidat, sengekata Pilkada, dimana kandidat saling sikut menyikut itu yang diutamakan, daripada pemberitaan program. Misalnya apa yang para calon Gubernur, Bupati/Walikota akan lakukan terhadap pemberdayaan OAP dalam bidang ekonomi, orang Papua itu sendiri. Seperti ini belum pernah kita dengar, lalu kapan?
Orang Papua hari ini dalam bidang wirausaha, ibarat rebus katak hidup di dalam belanga, dimana katak tersebut tidak sadar bahwa sebentar lagi air panas akan merebusnya dan mati selamanya. Banyak OAP merasa keadaan aman-aman saja, tetapi akan datang waktunya kepanikan, masa suram ekonomi OAP dengan paradoks Papua yang kaya, dan orang Papua mati diatas kekayaan dengan penderitaan dan masa depan yang suram.
Ini korelasi yang perlu dibuktikan kebenarannya, tetapi secara kasa mata dan diduga kuat secara signifikan antara SDA yang kaya dengan manusia yang miskin, yang kemudian menjadi paradoks. Jadi, siapa yang malu? Siapa yang berhasil menghancurkan spirit bisnis OAP? Hanya Tuhan yang tahu! Siapa arsitek yang menghancurkan masa depan OAP dalam dunia usaha, dunia bisnis. Karena hampir semua sektor ekonomi dan keuangan dikuasai dan dikendalikan oleh saudara kita dari seberang lautan.
Kesadaran harus dimulai dari sekarang untuk mandiri di bidang wirausaha. Kampanye ini harus dimulai pada semua stakeholders terutama seorang gubernur, bupati dan walikota. Mulai sekarang bukan besok, membangun kesadaran OAP daripada menyesal di kemudian hari. Jadi, sebenarnya juga sedang terjadi kekerasan struktural pada bidang ekonomi terhadap OAP.
Kalau ada anak negeri yang berminat, bersemangat, walaupun tanpa modal, beri dia perhatian, kalau tidak bisa dibantu dengan dana APBD/APBN karena tidak ada mata anggaran untuk itu, minimal dengan dana operasional pribadi gubernur, walikota dan bupati di Tanah Papua.
Tambahan informasi, bahwa KLB Gizi buruk dan campak di Asmat tidak perlu terjadi, jika sebelumnya kita sudah antisipasi, gizi buruk di beberapa kabupaten tidak perlu terjadi, kalau kita sudah melakukan pendeteksian dini. Lalu, kalau terjadi KLB itu kita mau salahkan siapa atau kesalahan siapa? Apakah kesalahan mereka, rakyat Papua? Satu sisi iya karena pengaruh lingkungan dan pengaruh faktor budaya dan sulitnya geografis. Tetapi mengapa Tuhan menempatkan mereka ada di sana? Dan bagaimana mereka bertahan hidup berabad-abad lama tanpa sentuhan Misionaris dan pemerintah?
Tetapi hari ini ada Misionaris, hari ini ada pemerintah! Hari ini ada uang, hari ini ada SDM! Hari ini ada fasilitas teknologi yang mampu menjawab masalah OAP! Dan karena itu, siapa yang mengklaim bahwa masyarakat yang terkena campak dan gizi buruk itu adalah rakyatnya, maka pemerintah sebagai hamba rakyat harus hadir, menjawab kebutuhan mereka, pemerintah harus melakukan pendeteksian dini. Apa yang susah untuk pemerintah? Walaupun dana terbatas, SDM terbatas, tidak sesuai harapan, minimal ada perhatian, dari pemerintah. Ketahanan pangan lokal dan produk kuliner harusnya ditingkatkan, supaya dapat menghindari keadaan KLB. Memang sulit diprediksi sebagai pemerintah dan masyarakat keadaan seperti ini, tetapi minimal upaya pencegahan mestinya dilakukan.
Apa kaitan antara peristiwa KLB ini, dengan pemberdayaan OAP dalam dunia usaha? Minimal ketahanan pangan OAP sudah digumuli oleh anak tanah ini, untuk menjawab permasalahan tersebut, sehingga orang lain datang membawa bantuan, di atas penderitaan anak negeri, kita anak negeri yang lain sudah harus sigap lebih dahulu terjun untuk beri pertolongan pertama. Namun semua itu tidak bisa terjadi, salah satu bagian hilang dari orang Papua di era dimana Tuhan melalui orang cerdas menyediakan peluang-peluang untuk mengatasi kesulitan sesama manusia dengan ketersediaan teknologi.
Mama Papua misalnya, yang berjualan daging babi di pinggiran jalan Abe-Waena depan kantor Distrik Heram, perhatian gubernur maupun perhatian walikota tidak ada, sepanjang yang saya tahu. Mereka menjual daging yang sudah mereka olah di rumah, mereka menjualnya di sini? Seharusnya pemerintah membantu mereka dari sisi pengelolaan secara manajemen dan keuangan dan sistem layanan, yang lebih ekonomis dan menguntungkan bagi mereka. Jika pemerintah berpihak kepada mereka untuk membantu sesuatu yang dapat meningkatkan nilai tambah dari sisi ekonomi dan higienis dari sisi kesehatan. Tetapi perhatian seperti ini tidak ada. Lalu, apa yang bisa diharapkan dari pemerintah untuk masyarakat kita seperti ini.
Semoga saja calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati melihat kami anak negeri yang mau berkembang dalam dunia bisnis, adalah melihat sebagian dari darah daging mereka yang ingin berprestasi. Dan, jangan tinggal diam, datanglah kepada kami yang membutuhkan perhatian, uluran tanganmu sebagai orang tua asuh dalam dunia wirausaha/entrepreneurship, bangkitkan kami dari zona kenyamanan kami, bangkit kami dari zona ketiduran kami, kalau bukan ko, siapa lagi. Kalau bukan ko sekarang, apakah kita menunggu yang lain? Wa.. wa.. wa.. wa….
)* Penulis adalah pemerhati sosial politik dan penulis buku dan artikel tentang Pilkada di Papua. Tinggal di Jayapura.Â