ArtikelCatatan Aktivis PapuaPengorbanan dan Harapan Cinta Mambruk, “Aku di Jalan Ini”

Pengorbanan dan Harapan Cinta Mambruk, “Aku di Jalan Ini”

Oleh: Mikael Tekege)*

Awal Memori

Siapa yang hidup di dunia ini tanpa cinta? Tentu tidak ada. Semua insan hidup berdasarkan cinta itu sendiri. Dan, setiap insan juga memiliki kisah cinta yang sangat berbeda atau memiliki cerita tersendiri, entah itu manis maupun pahit yang akan dikenang dalam hidupnya. Itulah bukti bahwa cinta mengukir kisah dan mewarnai setiap nafas hidup insan manusia di planet ini.

Begitu juga kisah cinta antara Mambruk dengan Cenderawasih memiliki arti tersendiri dalam kehidupan mereka. Sejak kecil menjalani hidup bersama-sama menghadapi badai kehidupan hingga beranjak dewasa berujung pada ungkapan perasaan cinta tak terbantahkan. Semua kisah yang mereka jalani itu merupakan bukti yang memperkuat cinta yang mereka miliki.

Cinta Mambruk kepada Cenderawasih memiliki cerita yang unik. Susah senang hadapi bersama, sehidup-semati hingga ajal menjemput dan menempuh jurang yang terjal sekalipun sebagai bukti dan pengorbanan cinta sejati. Tiada arti cinta tanpa pengorbanan dan perjuangan melindungi cinta itu sendiri, karena tanpa cinta hidup tiada arti.

Cinta membangkitkan semangat setiap insan dalam konteks apa pun yang kita hadapi. Cinta tak memberikan harta kekayaan apapun, selain menyerahkan keseluruhan dirinya. Begitu juga dengan  Cenderawasih yang sangat cantik bagai putri kayangan, membuat Mambruk semakin cinta padanya.

Mereka menjaga dan menyimpan perasaan cinta di lubuk hati yang paling dalam, menghadapi tantangan hidup bersama cinta yang tulus. Sungguh sangat mempesona jalinan cinta mereka hingga terasa dunia menjadi milik mereka berdua. Dalam perjalanan hidup, tiada hal yang terlintas di benak, selain hidup bahagia, canda tawa dan membagi cerita cinta di setiap waktu seperti yang telah dijalani.

Sehidup-semati, janji setia dan melakukan apa saja demi cinta, berkorban dan berusaha menghadapi tantangan hidup serta melewati jalan berliku-liku sekalipun, karena di ujung jalan itulah cinta termenung menanti kehadiran sang kekasih. Itulah komitmen cinta sejati yang telah ditanamkan dalam hati mereka berdua.

Harga sebuah cinta tak sebanding harta benda yang terlihat di kasat mata insan manusia. Hanyalah hati dan perasaan mampu menjinakkan cinta yang sedang mencari tempat sentral sandaran jiwa, karena hati adalah obat ampuh yang menyembuhkan penderitaan perasaan batin yang merana.

Cenderawasih membangunkan Mambruk setiap fajar menyingsing. Mambruk menelusuri hutan, gunung, lembah dan sungai menjaga cintanya yang merupakan lambang kegagahan sepanjang hidupnya. Karena itulah, Cenderawasih adalah segalanya bagi Mambruk. Pun sebaliknya.

Karena Dia

Di luar dugaan, terjadilah hal yang tak diinginkan dalam jalinan asmara. Entah mengapa mereka harus berpisah karena tak mendapatkan restu. Namun, komitmen cinta tak pernah pudar di hati mereka berdua, hingga Mambruk berusaha dengan berbagai macam cara agar Cenderawasih tetap berada dalam pelukannya.

Siapalah yang mampu mencapai puncak kesuksesan satu banding seribu, hingga merelakan cintanya bersama derai air mata, meskipun sulit melupakan. Begitu pula dengan Cenderawasih yang sangat mencintai Mambruk, tetapi apa boleh buat itulah yang terjadi.

Tiada seorang pun yang menginginkan hal itu terjadi dalam kehidupan, bahkan diluar dari cerita cinta. Cenderawasih menjalani hidup baru bersama Garuda, namun cinta pada Mambruk selalu ada dalam hatinya, begitu juga Mambruk sehingga cinta membawa penderitaan bagi mereka berdua. Itulah definisi cinta secara kontekstual.

Garuda cemburu Cenderawasih dengan Mambruk, dan itu memang tidak salah, sehingga Cenderawasih menghadapi berbagai macam siksaan, sementara Mambruk pun mendapatkan perlakuan yang sama. Itulah bukti bahwa cinta harus berkorban segala hal. Mambruk tahu bahwa itulah cobaan dan jalan berliku-liku yang harus ia lewati demi cinta.

Suatu hal yang tak pernah terbayangkan dalam jalinan cinta Mambruk dan Cenderawasih telah terjadi. Cinta yang mereka bina, telah pudar entah apa sebabnya hingga kebahagian dan cinta berubah menjadi derai air mata yang tiada batas.

Ternyata kecantikan dan pesona tubuh yang dimiliki Cenderawasih membawa perpisahan antara mereka berdua. Mambruk pun tetap memuji Sang Pencipta atas kecantikan Cenderawasih, meskipun telah tiada dalam pelukannya karena ia tahu bahwa Cenderawasih adalah miliknya yang tidak mampu dikuasainya. Tetapi ia seringkali bertanya, apakah salah Cenderawasih memiliki kecantikan?

Namun, ia masih menyimpan rasa cinta kepada Mambruk, sehingga menerima dan merelakan perlakukan apapun dari Garuda demi cinta. Penderitaan telah menjadi bagian integral dari hidupnya sebagai upaya menaklukan cinta yang masih merindukan posisi semula.

Tangisan Cinta

Cenderawasih, putri dari surga yang jatuh ke bumi. Memiliki berbagai macam keunikan sifat, perilaku dan pesona tubuh yang membedakan ia dengan putri lain di dunia ini. Indahnya pesona tubuh tak terbantahkan, bagaikan putri dari kayangan. Namun, banyak orang juga bertanya: apakah kecantikan Cenderawasih membawa penderitaan bagi dirinya maupun Mambruk yang telah ditinggalkan?

Situasi telah berubah melampaui rotasi hidup yang tak terkirakan di benak insan manusia, tiada kata lain, selain berkonflik merebut Cenderawasih yang cantik ini. Mambruk, pemilik cinta diintimidasi, dianiya, disiksa hingga menaruh batas tipis antara hidup dan mati. Penderitaan dan tatanan hidup Mambruk bersama Cenderawasih rusak masuk rekor dunia, membawa bencana batin serta fisik tak terkontrol.

Doktrin buat anak negeri mengelas dan mencuci otak demi menanamkan jati diri palsu untuk menghilangkan penderitaan dan tangisan cinta. Menciptakan konteks ketergantungan Mambruk kepada Garuda yang telah merebut cinta, sehingga memberikan peluang datangnya tekanan hidup Mambruk. Segalanya yang dimiliki Mambruk telah direbut hingga menjual kembali kepadanya dengan harga yang sangat menguras kantong.

Baca Juga:  Apa Makna ‘Harga Diri’ Sebagai Individu dan Sebagai Bangsa?

Suatu saat, Mambruk terbangun dari tidur terdengar teriakan suara meminta pertolongan (tolooo… ng). Mambruk keluar perlahan-lahan, melangkah menuju ke arah teriakan itu. Mambruk melihat seorang perempuan. Di seluruh tubuhnya penuh luka, darah mengalir di tubuhnya, mata buta, tangan patah, kaki pincang. Mambruk kaget melihatnya, ternyata cintanya yang tak mendapat restu, dipisahkan dan dikawin paksakan dengan orang yang tidak pernah dikenal Cenderawasih selama hidupnya. Sungguh tak pantas mendapatkan perlakuan seperti itu.

Tak mampu membendung derai yang berkaca-kaca di sudut mata Mambruk, melihat penderitaan cintanya. Bersama derai air mata, Cenderawasih mengungkapkan cintanya yang tak pernah pudar pada Mambruk, “aku cinta padamu.”

“Mambruk, aku sangat mencintaimu. Cintaku padamu lebih dari segala-galanya. Demi cinta ku menaruh nyawa batas tipis antara hidup dan mati”. “Tolonglah aku wahai cintaku, ku tak mampu bertahan lagi, bebaskanlah aku. Ku tak mau hidupku terus seperti begini.” Mambruk, bawalah diriku dari tempat ini. Cintaku hanyalah padamu, Mambruk.

Semua pembicaraan Cenderawasih membuat Mambruk tak mampu menahan tetesan air mata tak terbendung, hingga memeluknya.

“Aku hanya manusia biasa, wahai kasihku inginku kau cepat sembuh, inginku kau cepat bebas dari semua penderitaan ini dan memulai hidup baru bersama cinta. Akan ku lakukan segala upaya demi cinta sekalipun nyawa menjadi taruhan. Akan ku wariskan lembaran kisah yang pernah kita ukir bersama kepada anak negeri ini.”

Cenderawasih tak menerima ungkapan Mambruk sambil mengatakan, “Cintaku, berbagai macam doa telah ku panjatkan, puasa berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, tak mendapatkan jawaban yang pasti, masih berjalan di tempat yang sama bersama sejuta derita hingga membuat diriku meminta kepada maha pencipta untuk mengambil diriku.”

“Kasihku ternyata doa harus disertai dengan usaha dan perjuangan, serta tindakan yang nyata. Sepanjang hidupku, tak pernah mencuri barang milik dia, tak pernah membuat dia marah kepadaku dan ku tak pernah mencintai dia seumur hidupku, selain dirimu Mambruk.”

“Mambruk, aku setia mencintaimu sepanjang hidupku. Bila kau masih mencintai padaku, buktikanlah dengan komitmen untuk berjuang bersama doa demi membawa diriku ke tempat yang jauh dari penderitaan ini. Mambruk, kita akan bahagia di tempat itu, kita akan memulai hidup baru bersama cinta. Menata masa depan anak cucu kita, membuat kisah-kisah indah seperti dulu.”

Semua pembicaraan Cenderawasih tak mampu dibalas sepatah kata pun oleh Mambruk, menatap pilu bersama air mata.

Kini Mambruk berusaha menggerakkan bibirnya dan berkata, “Cenderawasih, aku juga sangat mencintaimu, melebihi dari cintamu padaku. Aku akan berjuang dan berusaha bersama doa semampuku seumur hidup ini demi memilikimu seperti dulu. Demi membebaskan dirimu dari beban penderitaan ini, percayalah padaku Cenderawasih.”

Ditengah perbincangan, sang malampun tiba memisahkan mereka berdua, kembali ke tempat hunian. Mambruk hidup bersama penuh kewaspadaan, dan kehidupan Cenderawasih tak terpisahkan dari penderitaan dan perlakuan jahat dari suaminya yang dikawin paksakan.

Demi Cinta

Engkaulah yang membuat diriku mengerti dan memaknai setiap langkah hidup ini. Kau membawa sejuta warna dalam hidup ini yang tak akan pernah hilang dari setiap lembaran kisah yang akan ku wariskan kepada anak negeri. Engkaulah kekuatan yang tersembunyi di balik kegagahanku. Engkau juga yang membuat banyak cerita tersendiri yang sulit dilupakan sepanjang napas hidupku.

Aku harus mati demi cinta. Aku harus mengembalikan tulang rusukku yang telah hilang satu, aku harus mencari sampai dapat agar rusukku lengkap, yakni dialah Cenderawasih cintaku. Tak mampu aku menjalani kehidupan tanpa dia, tiada arti hidup tanpa cinta.

Dia penyemangat ketika sakit dan sedih, membangunkan ketika fajar menyingsing dan membagi asmara di setiap waktu. Namun, dialah alien manusia langit memporak-porandakan cinta ini. Dia membeli cinta dengan harta kekayaan, bukan dengan hati dan ketulusan. Itulah akibatnya hidup tak pernah damai dan bahagia.

Tak mungkin melarikan diri dari kenyataan hidup yang pahit ini. Ku harus menerima kenyataan ini sebagai bentuk kepedulianku, meskipun berat dan menyakitkan bahkan nyawa menjadi taruhan karena cintaku telah mendarah daging. Cinta membuat diriku relakan apa yang ku miliki. Cinta membuat diriku mengerti apa yang terjadi pada dia. Cinta membuat diriku harus berkorban.

Cinta membuat aku berjuang memiliki cinta itu sendiri, sekalipun akan menempuh jalan yang berliku-liku. Dan semua itu karena cinta. Itulah komitmen Mambruk mendapatkan cintanya yang menderita di tangan Garuda.

Wahai kawan, kelakuanmu pada dirinya membuat diriku semakin cinta padanya. Jangan kau cemburu Cenderawasih dengan lelaki lain adalah salah, karena akulah Mambruk cintanya. Jika kau cemburu, cemburulah denganku. Ketulusan cinta tak bisa dibeli dengan harta apapun, selain ketulusan hati dibeli dengan ketulusan hati pula.

Janganlah kau bertanya apa yang membuat diriku berjuang membawa pulang cinta ke tempat yang jauh darimu, karena semua itu terjadi demi cinta yang tulus.

Kawan, bila ku mengatakan sejujurnya bahwa Cenderawasih adalah milikku. Sampai kapan pun, seumur hidup cinta membuat diriku berjuang semampu dan sekuat tenagaku, karena cinta memanggilku dan akan ku ikuti setiap jejak langkahnya hingga ajal menjemput.

Baca Juga:  Perjuangan Papua Untuk Membela Diri

Ini Cintaku

Jangan anggap diriku bodoh, tak punya apa-apa, dan keras kepala. Sebenarnya aku tahu dan mengerti konteks yang terjadi ini. Aku tahu siapa yang salah dan yang benar, siapa yang jahat dan yang baik, siapa yang punya cinta tulus pada Cenderawasih dan yang membeli serta memaksakan cinta dengan harta. Ketulusan cinta membuat kita menjauhkan diri daripada membeli cinta dengan harta.

Aku tahu bahwa kau merebut cintaku dari hidup ini. Aku tahu, kau berusaha menyingkirkan diriku sambil memporak-porandakan serta merusak tatanan hidupku. Aku pun tahu cintaku menderita digenggamanmu. Kau memberikan berbagai macam bentuk tawaran instan untuk memiliki Cenderawasih, tetapi ini masalah cinta yang tak bisa ditawar lagi.

Cenderawasih adalah cintaku yang tak kan pernah ku lupakan. Aku memiliki sejuta kenangan entah itu manis maupun pahit bersamanya. Cenderawasih mengukir kisah dan mewarnai hidupku bersama canda tawa dan memberikan kehangatan asmara serta memiliki cerita tersendiri dalam hidupku. Semua itu adalah bukti bahwa Cenderawasih merupakan cintaku dan aku adalah cintanya, bukan kamu.

Berikanlah dia ruang untuk berbicara sejujurnya. Berikanlah dia waktu untuk mengatakan yang sebenarnya, apakah Cenderawasih memilih kau atau aku karena itulah jawabannya yang pasti untuk mengakhiri penderitaan cinta ini.

Pergilah dari Hidup Ini

Aku bahkan semua orang tahu bahwa kamu datang tanpa diundang oleh siapa pun. Aku tak pernah mengenal dirimu sepanjang hidupku yang telah ku lalui. Namun, cintaku Cenderawasih yang sangat cantik mempesona membuat dirimu merebut dan memaksakan diriku menerima kau menjadi bagian dari hidupku.

Kamu telah membuat kisah pahit yang sulit dilupakan sepanjang hidupku, bahkan akan diceritakan kepada anak cucuku. Aku tak mau hidup bersama kamu yang jahat, pencuri, pembunuh, dan pemerkosa cintaku.

Kawan, aku tak suka dengan kelakuanmu. Aku juga tak mau tawaran instan apapun, selain kembalikan Cenderawasih padaku. Aku muak melihat kamu dalam hidupku. Aku bosan bersama kamu yang memaksakan diriku tunduk padamu.

Kawan, kamu memang orang yang tak tahu malu dan keterlaluan. Merebut cintaku, dan menyiksa diriku entah apa sebabnya.

Aku bertanya pada kenyataan ini: “apakah salah dan apa dosaku hingga kamu lakukan semua ini?”

Kawan, tak pernah ku temukan setitik salah dan dosaku sepanjang hidup ini. Kamu bukan siapa-siapa bagiku, yang ku minta kembalikan Cenderawasih dalam pelukanku dan pergilah dari hidupku. Aku bukanlah anak kecil yang mesti diurus dan diatur.

Semua yang kamu lakukan hanyalah sandiwara belaka. Mau menunjukkan kebolehan dan kehebatan hingga menginjak-injak harkat dan martabatku sambil menstigma berbagai bentuk label sebagai pembunuhan karakter secara moderat.

Semua itu tak pernah membuat kita bersatu, sekalipun kamu berbuat baik pada diriku, tetapi cintaku Cenderawasih akan tetap menderita. Karena itulah, yang ku minta kawan “pergilah dari hidupku”. Akan ku tunjukkan harga diriku dan siapa diriku di mata insan manusia di belahan bumi ini.

Sebenarnya aku mampu melakukan apa pun seperti kamu, tetapi hidupku berada dalam rotasi yang kau tentukan hingga terlihat tak berdaya di pandangan setiap insan manusia. Dan semua yang kamu lakukan tak membuat diriku bangga, selain bagian dari menyembunyikan derita cinta yang ku rasakan saat ini.

Semua ini akan berakhir ketika kau pergi jauh dariku dan meninggalkan Cenderawasih dalam pelukanku.

Kekuatan Cinta

Kawan, aku tahu, kamu memang tak suka padaku. Setiap langkah kaki ini, kamu pandang dengan penuh kecurigaan. Kamu menjadi hantu yang paling menakutkan dalam hidupku.

Kamu menganggap aku bodoh, separatis, pengacau tatanan hidup insan manusia, dan kamu menganggap aku tak punya apa-apa. Kamu selalu meruncing setiap jejak langkahku hingga berujung pada hilangnya nyawa.

Kamu berusaha menanamkan identitas palsu dalam diriku untuk menutupi semua kelakuan yang membuat hidupku menderita. Kamu memaksakan aku agar menuruti perintahmu yang tak memperhatikan tatanan hidupku.

Kadang kamu berbuat baik dan juga buruk padaku, di sanalah aku mendapatkan jawaban bahwa kamu sulit mengatur dan mengurus diriku, karena semua yang kamu lakukan, entah itu manis maupun pahit, membuat diriku semakin cinta pada Cenderawasih, membuat aku semakin mengerti apa yang terjadi pada cintaku dan membuat aku menyadari bahwa hidupku telah berada dalam tantangan yang harus diperjuangkan.

Cinta membuat Mambruk melihat dan mengerti apa yang terjadi padanya. Cinta mengajarkan dan meningkatkan sikap kepedulian terhadap apapun yang terjadi padanya. Cinta memanggil dia untuk membebaskannya, dan cinta sebagai kekuatan batin dalam perjuangan menghadapi berbagai tantangan.

Mambruk berjuang atas dasar cinta tulus yang tak terbantahkan kepada Cenderawasih.

Dalam perjuangan tak luput dari tawaran dan hambatan kekuatan harta benda yang telah membeli cinta oleh orang yang menghancurkan hidup mereka. Namun, baginya harga cinta tak terbatas pada harta benda apapun, selain cinta dibeli dengan cinta itu sendiri.

Inilah Hidupku

Wahai dunia, saat ini kita semua berada dalam jaman serba canggih dan menghadapi tantangan hidup bersama kehangatan cinta, tetapi ku tak merasakan apa arti semua itu, karena cintaku telah tiada dalam genggamanku. Semuanya tiada arti tanpa cinta yang tulus dan dunia terasa gelap dan hampa tanpa cinta.

Baca Juga:  Papua dan Segala Isinya Milik Tuhan Terancam Musnah, Presiden Prabowo Punya Tanggung Jawab Moral

Cinta membuat kita memaknai hidup ini, namun dunia ini sungguh terbalik dalam pandangan mata hatiku, betapa pahitnya hidup yang kurasakan saat ini mengejar jejak cinta telah menanti dalam penderitaan.

Akulah penyelamat cinta ini yang telah tertanam dalam batinku. Namun, ku tak mampu menguasai semua cinta yang telah diperuntukan pada diriku yang lemah ini. Pantaslah jika dunia buta terhadap apa yang terjadi pada diriku dan cintaku, karena penderitaan ini berada dalam rotasi hidup yang telah dibatasi ruang setiap jerih tangis, hingga tak membising di telinga insan manusia di seberang sana.

Setiap suara, jeritan dan tangisanku terpantul di kuping tembok batu hingga tiada arti. Setiap tetesan air mata terkesan menyiksa diri sendiri, meskipun secara tersirat ku mengatakan penderitaan ini kepadamu yang mestinya mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh. Namun, nasib hidupku bukanlah Tuhan yang menentukan, karena setiap langkah ini tak terlepas dari batas-batas yang telah ditentukan oleh dia yang berjaya di negeri kejam ini.

Wahai dunia, di era modern ini, tiada alasan bahwa tak tahu eksistensi hidupku yang porak-poranda ini. Semua yang terjadi dalam hidupku bukanlah sesuatu yang tersembunyi, melainkan terjadi terang-terangan.

Tolonglah selamatkan diriku dari negeri kejam ini, kembalikanlah cintaku pada diriku. Ku ingin memulai hidup baru bersama cintaku, merintis jalan menuju masa depan yang indah.

Dalam Perjalanan

Aku tahu hidup ini telah dibatasi dengan rotasi penghalang antara kamu dan aku yang masih menyimpan perasaan cinta sejati ini. Aku tahu pengorbanan selalu mengikuti setiap jejak kaki ini, tetapi itulah konsekuensi cinta hingga membuat aku menempuh perjalanan sejauh apapun sekalipun nyawa menjadi taruhan.

Setiap 1 Desember selalu ku renungkan dimana kita membulatkan komitmen cinta kita yang kini ku jadikan sebagai bukti untuk bersuara dan terus bersuara, meskipun tak pernah mendapatkan jawaban yang pasti. Aku berjalan di bawah terik matahari membakar kulit bumi, membawa sejuta poster bersama kucuran keringat di tengah keramaian miliaran penghuni planet ini.

Semua berkompetisi demi kepentingan diri-sendiri, dan tidak ada kata peduli membising di telinga ini. Aku dianggap orang gila di tengah keramaian itu, karena mereka bersenang-senang mencari dan membicarakan hidup, sedangkan aku berbicara masalah cinta yang sedang berada dalam terali besi penderitaan. Aku memang pantas dikatakan gila, karena hidupku tidaklah sama dengan mereka yang konon tak pernah mengalami penderitaan seperti yang ku hadapi saat ini.

Cintaku, semua yang ku lakukan mereka anggap sebagai tindakan melawan penguasa negeri ini. Pantaslah karena aku bukanlah mereka yang telah ditanamkan nilai-nilai individualitas yang diciptakan oleh sang kapitalis dari ufuk barat yang menguasai separuh dunia.

Dalam perjalanan hidup ini, aku melihat banyak orang haus akan kekuasaan dan haus akan harta benda dan wanita. Tiada seorangpun yang haus akan keadilan dan kedamaian, dan itulah suatu kewajiban bagi insan minoritas di negeri ini perlu diperjuangkan.

Mereka berpikir, yang penting aku bahagia, tanpa memperdulikan eksistensi insan lain yang membutuhkan pertolongan demi keselamatan. Segala cara dilakukan demi kebahagiaan itu ala Machiavelli hingga yang berlaku hukum rimba.

Cintaku, semua itu adalah tantangan yang ku hadapi dalam perjalanan ini, dan mungkin engkaupun tahu betapa kejamnya hidup kita. Namun, komitmen cinta tak pernah pudar dari lubuk hatiku untuk menemuimu, membawamu dan membahagiakanmu dari lembah penderitaan ini.

Cenderawasih, aku tahu banyak musuh mengikuti setiap jejak perjuanganku. Namun, aku lupa apa itu musuh, apa itu sakit, apa itu cape, apa itu malu dan apa itu takut karena yang ku tahu adalah aku benar dan Cenderawasih adalah milikku.

Nantikan Kehadiranku

Cintaku, aku tak berpikir apa itu kelaparan karena engkau telah menyiapkan berbagai macam makanan yang siap santap sesuai selera. Aku berburu di tengah hutan belantara di bawah perlindunganmu yang tiada batas hingga aku menjaga hutan ini, aku menjaga kali ini dan aku menjaga segalanya dengan gagah berani, karena engkaulah tempat sandaran jiwaku.

Cintaku, dengarkanlah perkataanku, aku hidup di dunia ini karena cintamu yang tulus hingga menyerahkan keseluruhan dirimu. Cintaku tiada arti hidup ini tanpa engkau. Kesunyian menemani setiap detik hidup ini.

Canda tawa telah digantikan dengan sebuah tangisan membising di telinga ini tiada henti. Aku terpanggil mengikuti arah tangisan ini untuk mengetahui sumbernya dan menggantikan dengan tetesan air mata bahagia dalam pelukan cinta.

Cintaku, tangisanmu membuat diriku keluar-masuk hutan hingga ajal menjemput. Cintaku, aku mencarimu hingga naik-turun gunung bahkan menyeberangi samudra yang begitu luas ini hingga aku lupa dengan kelelahan, kelaparan, kematian dan penderitaan.

Cintaku, aku sedang mencari alternatif yang terbaik untuk mendapatkan cinta yang kita bina bersama. Dan semua itu berat bagi kita, tetapi akan ku coba sampai akhir hayatku pun akan ku wariskan cinta ini kepada generasi berikut.

Cintaku, yang ku tahu engkaulah milikku yang tak bisa dibantah dengan alasan dan atas nama apapun.

Cintaku, aku mati dalam perjalanan ini adalah terhormat karena itulah arti cinta adalah pengorbanan.

)* Penulis adalah aktivis, salah satu penulis buku “Anomali Negara, Kawin Paksa Burung Garuda dengan Cenderawasih”

Terkini

Populer Minggu Ini:

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.