Rayakan Paskah di Tengah Gong Kepunahan, Depopulasi, Diskriminasi dan Marginalisasi Rakyat West Papua

0
2654

Oleh: Dr. Socratez Sofyan Yoman)*

Setiap Paskah dari tahun ke tahun, Gereja-gereja di West Papua dari mimbar suci, para gembala dan pendeta selalu berkhotbah ayat-ayat dan dogma-dogma bagaimana serdadu Romawi menangkap Yesus, menyiksa, menghina, dipaksa memikul salib dan Ia disalibkan, kedua tanganNya dan kedua kakiNya dipaku, kepalaNya dimahkotai duri dan lambungNya ditikam.

Para gembala ini berbicara peristiwa 2.000 tahun yang lalu. Khotbah-khotbah Paskah itu selalu kena tembok gereja, kena dinding gereja, dihalau oleh kipas angin dan tenggelam dalam AC (Air Condition) yang tertempel di dinding gereja bahkan hilang dibawah kursi-kursi yang berjejer dalam gereja.

Bahasa-bahasa yang indah dan doa-doa yang indah dan lagu-lagu yang merdu yang menghibur diri mereka dan orang-orang yang memenuhi kursi-kursi gedung ibadah itu tidak mengerti dan tidak berdaya untuk menghalangi lajunya kepunahan, depopulasi, diskriminasi dan marginalisasi rakyat dan bangsa West Papua.

“… dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya (luka-lukanya) kita menjadi sembuh…” (Yesaya 53:5).

ads
Baca Juga:  Rasisme dan Penindasan di Papua Barat (Bagian 1)

Tombak Serdadu Romawi tertembus lambung Yesus.

Kekejamannya serdadu-serdadu Romawi yang menyalibkan Yesus tampak dalam proses penangkapan Yesus sampai pada saat di salib. Para imam dan pemuka agama semua bungkam. Karena para imam, para pemimpin agama telah berkolaborasi dengan para serdadu Romawi.

Para pemilik jubah, jas dan dasi (para gembala dan pendeta) tidak rela menjadi seperti orang Kirene, Simon untuk memikul Salib Yesus, mengantarkan Yesus menuju bukit Golgota/Kalvari. Para gembala dan pendeta tidak mau menanggung resiko dan takut dan menghindar dan berlindung dibalik ayat-ayat firman Tuhan, dokma dan dibalik mimbar, dibalik jubah, jas dan dasi.

Mengapa para pemilik jubah, jas dan dasi membisu dan tidak berani atas perilaku serdadu-serdadu Indonesia yang menangkap, menyiksa, membantai dengan kejam umat Tuhan di West Papua atas nama keamanan dan kepentingan nasional?

Baca Juga:  Perjuangan Papua Untuk Membela Diri

Mengapa para gembala dan pendeta tidak bersuara untuk menghentikan kekejaman dan kejahatan negara yang menimpa rakyat dan bangsa West Papua?

Para serdadu Indonesia terus memaksa memikul beban salib umat Tuhan menuju kuburan-kuburan di Tanah West Papua.

Di Tanah ini, umat Tuhan terus berguguran tanpa dasar dan tanpa alasan. Pemilik negeri ini disalibkan terus oleh serdadu Indonesia dengan stigma anggota OPM. Ahli waris tanah ini dipaku kaki dan tangan mereka oleh serdadu Indonesia dengan mitos pembuat makar. Umat Tuhan yang ditebus dengan darah Yesus yang kudus dan penderitaan di kayu salib itu masih disalibkan dan dibantai oleh serdadu Indonesia dengan mitos anggota separatis.

Apakah Paskah itu hanya biasa-biasa saja? Apakah kematian Yesus itu tidak berdampak untuk umat Tuhan yang di West Papua yang sedang berada pada tingkatan gong kepunahan, depopulasi, diskriminasi dan marjinalisasi?

Baca Juga:  Mempersoalkan Transmigrasi di Tanah Papua

Peringatan keras bagi para pemimpin Gereja, gembala dan pendeta, jangan Anda menghibur diri dengan ayat-ayat Firman Tuhan dan dogma-dogma tanpa mendaratkan arti penderitaan, kematian Yesus dan pengharapan dalam kehidupan nyata yang sedang bergejolak di West Papua.

Di depan mata gereja, di depan mata para pemimpin gereja, di depan mata para gembala dan pendeta umat Tuhan dibuat tidak punya martabat dan nilai. Apakah kematian Yesus di kayu salib juga bukan untuk orang asli West Papua?

Hadirkan Salib Yesus itu dalam dunia nyata dengan bertanya kepada serdadu dan pemerintah Indonesia, mengapa engkau masih menyalibkan Yesus, Arnold Clemens Ap, Thomas Wanggai, Theys Hiyo Eluay, dimana Aristoles Masoka disalibkan, Kelly Kwalik, Yustinus Morip, 4 siswa di Paniai pada 8 Desember 2014? Yesus masih menderita.

)* Penulis adalah ketua umum Badan Pelayan Pusat Persekutuan Gereja-Gereja Baptis Papua

Artikel sebelumnyaUskup Pasifik Angkat Isu Papua di Forum yang Dihadiri Wakil Paus
Artikel berikutnyaButler Tepat Turunkan Pemain Muda Persipura