YOGYAKARTA, SUARAPAPUA.COM – Aprila Wayar, jurnalis dan novelis dari Papua ketika menjadi narasumber pada Diskusi Publik dan Launching Buku novel ketiganya, Sentuh Papua, Jum’at (27/04/18) malam di Sekretariat Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta mengatakan, selama ini Jakarta (Pemerintah pusat, red) hanya mendengar persoalan Papua, bukan mendengarkan.
Menurutnya, mendengar dan mendengarkan memiliki arti yang berbeda. Mendengar, seperti dijelaskan dalam KBBI, berarti dapat menangkap suara (bunyi) dengan telinga/tidak tuli. Sedangkan mendengarkan adalah mendengar akan sesuatu dengan sungguh-sungguh. Mendengarkan juga adalah sebuah pekerjaan reseptif, yang dalam konteks pembangunan, ia adalah satu langkah awal untuk menuju kepada masalah dan kemudian mencari solusi untuk mengatasinya.
“Selama ini Jakarta memang mendengar masalah-masalah Papua di semua aspek kehidupan. Sayangnya, mereka hanya mendengar, bukan mendengarkan. Jakarta harus memahami Papua secara menyeluruh (termasuk hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya) sehingga kebijakan yang dibuat tidak bias dan tepat sasaran,” kata perempuan berkacamata ini dalam keterangannya.
Misalnya, kata dia, dana Otsus triliunan rupiah yang dikucurkan untuk Papua sampai hari ini tidak sepenuhnya dinikmati oleh orang asli Papua, tapi hanya dinikmati segelintir orang. Pembangunan dalam empat aspek yang didengung-dengungkan Jakarta juga masih jauh dari harapan orang asli Papua. Persoalan lain, menurutnya, atas nama pembangunan, masyarakat adat sering disingkirkan dengan cara-cara paksa dari tanah adatnya.
Aprila juga mengkritik soal perkembangan pembangunan infrakstruktur di Papua yang selalu digembar-gemborkan oleh pemerintah melalui media-media mainstream. Menurutnya, itu sudah merupakan kewajiban negara, karena memang negara ada untuk penuhi semua itu. Fenomena ini dia menganalogikannya dengan seorang bapak dan anak.
“Seperti seorang bapak yang menyekolahkan anaknya, lalu berteriak-teriak, eh, ini saya sekolahkan anak saya. Loh, bapak seperti apa yang kayak begitu? Toh, itu kewajiban seorang bapak sebagai orangtua. Begitu analoginya. Jadi pemerintah stop menggembar-gembor pembangunan, seakan-akan semua itu sudah tuntas menjawab kebutuhan masyarakat Papua,” ucapnya mengibaratkan.
Pewarta: CR-5
Editor: Bastian Tebai