Kasus Geri Goo: Selain Minta Tito Karnavian Tanggungjawab, Mahasiswa Desak DPR Bentuk Pansus

0
2599

SEMARANG, SUARAPAPUA.com — Rakyat Indonesia dan mahasiswa Papua yang bergabung dalam Front Rakyat dan Mahasiswa Anti Militerisme (FRMAM) berdemonstrasi damai di Semarang, Jumat (25/5/2018) menuntut Kapolri Tito Karnavian desak Kapolda Papua seriusi penyelesaian kasus tembak mati yang dilakukan anggotanya terhadap Geri Goo pada Jumat 6 April 2018 lalu.

Aksi serupa pada hari ini telah digalang FRMAM di Jakarta dengan titik pusat aksi di depan Istana Merdeka. Di Bandung, aksi telah berlangsung dan dipusatkan di Istana Merdeka Bandung. Di Bali, aksi berlangsung damai walau sempat diganggu polisi. Semua turun ke jalan untuk tuntutan yang sama.

Selain mendesak Tito Karnavian, mahasiswa juga menyerukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Dogiyai agar segera membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menangani kasus tembak mati atas Geri Goo (alm).

Baca Juga:  Dikabarkan Satu Warga Sipil di Ilu Puncak Jaya Tertembak Meninggal Dunia

Pantauan suarapapua.com, puluhan anggota FRMAM yang turun jalan di Semarang dengan titik akhir di Kantor Polda Jawa Tengah meneriakkan “polisi pembunuh rakyat Papua” dalam aksi long marchnya.

Jekson, koordinator umum aksi, dalam kesempatan membacakan pernyataan sikap menyebutkan, selain menuntut Kapolri Tito Karnavian untuk menegur dan Mendesak Kapolda Papua agar ‘bangun dari tidurnya’ dan segera menyeriusi kasus penembakan atas Geri Goo, mahasiswa juga menuntut Kapolres Nabire saat ini dicopot jabatannya. Mahasiswa minta Kapolres Nabire diperiksa di pengadilan sebagai atasan atas beberapa kasus pelanggaran HAM yang diduga dilakukan anak buahnya di daerah Nabire, Dogiyai, Deiyai dan Paniai.

ads

Selain itu, Jekson mendesak militer baik organik maupun non organik agar ditarik dari Tanah Papua, sehingga ruang demokrasi di Papua dibuka seluas-luasnya, lebih khusus pembukaan akses atas Papua oleh jurnalis asing.

Baca Juga:  MRP Papua Tengah Tolak Transmigrasi, Ini Alasannya

Sebagaimana diberitakan suarapapua.com sebelumnya, setelah 33 hari lamanya peluru polisi berdiam di dalam tubuhnya, Gerri Goo meninggal pada 9 Mei 2018 dari Goodide, kampungnya. (Baca juga: Setelah 33 Hari Peluru Polisi di dalam Tubuhnya, Gerri Goo Meninggal).

“Desakan masyarakat Dogiyai yang berdemonstrasi pada 9 April 2018 di depan kantor DPRD Dogiyai hingga demonstrasi mahasiswa di luar Papua di Gorontalo, Manado, Bali, Malang, Surabaya, Jakarta, Yogyakarta, Semarang, Bogor hingga Bandung pada 11 April itu hingga kini belum ditanggapi,” begitu tulis FRMAM dalam pernyataan sikap yang diterima suarapapua.com.

“Perwakilan mahasiswa juga telah mengadukan kasus penembakan yang dilakukan oknum polisi ini kepada Komnas HAM RI, namun sampai saat ini tidak ada tindaklanjutnya,” lanjut mereka menulis.

Baca Juga:  Dewan Gereja Papua Tolak Rencana Transmigrasi ke Tanah Papua

FRMAM menuntut dicabutnya izin usaha atas perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Papua milik koorporasi kapital nasional internasional yang bersekongkol dengan militer Indonesia untuk mengamankan modal. Sehingga tiap bentuk protes, bentuk aksi rakyat mempertahankan hak-haknya dihadapkan dengan militer, sehingga pelanggaran HAM terjadi dan eksploitasi terus jalan.

FRMAM juga menuntut diakui dan diberikannya hak politik bagi bangsa Papua untuk menentukan nasib sendiri sebagai solusi paling demokratis dari berbagai persoalan yang ada di Tanah Papua.

Aksi demonstrasi damai di Semarang, Jakarta, Bandung dan Bali berjalan aman. Di Semarang, pukul 11:30 WIB, pernyataan sikap dibacakan koordinator umum di depan kantor Polda Jawa Tengah dan massa aksi membubarkan diri sesaat setelah penyerahan pernyataan sikap kepada perwakilan Kapolda Jawa Tengah.

Pewarta: Bastian Tebai

Artikel sebelumnyaBertemu ULMWP, Sogavare Pastikan SI Tetap Dukung Referendum Papua
Artikel berikutnyaPelantikan Penjabat Bupati Paniai Diwarnai Kericuhan