Advokasi Perdasus DBH Migas Provinsi Papua Barat

“Ranu Sosiau” Bapak Wim Fimbay

0
2615

Oleh: Yosef Rumaseb)*

Advokasi Perdasus DBH Migas adalah perjuangan yang masih berproses sejak tahun 2012 dan banyak tokoh terlibat dalam proses ini. Suatu kerja sama tim yang indah seperti suatu paduan suara yang harmonis. (Tentang apa itu Perdasus DBH Migas, bisa dibaca dalam postingan saya di akun ini – sebelum postingan yang ini.)

Salah seorang tokoh yang aktif menjaga nyala api perjuangan advokasi ini adalah Bapak Wim Fimbay, pamong senior dari Pemda Kabupaten Teluk Bintuni.

Beliau berperan aktif nyaris di semua lini. Baik dalam koordinasi dengan masyarakat adat, koordinasi internal Pemda Kabupaten Teluk Bintuni, koordinasi dengan Pemda Penghasil lainnya, koordinasi dengan Provinsi baik dengan eksekutif, DPR PA maupun MRP PB, koordinasi dengan pihak universitas, maupun koordinasi dengan SKK Migas dan investor. Tidak kenal lelah dan tidak kenal libur.

Saya mendukung proses perjuangan beliau pada beberapa koordinasi dan sesering keteteran mengikuti cara kerja beliau yang sangat energik dengan mobilitas tinggi. Saat keteteran, saya bertanya pada diri sendiri …. tenaga extra apa yang menguatkan beliau?

ads

Jawaban atas pertanyaan ini saya temukan dalam “ranu sosiau” beliau yang kisahkan kepada Para Tokoh Adat dan Kepala Suku dari Tujuh Suku Teluk Bintuni dalam pertemuan tanggal 17 Juni 2018 di Kantor LMA Tujuh Suku Bintuni.

Ranu Sosiau adalah nyanyian-kisah dalam tradisi dan bahasa ibu Suku Wamesa, salah satu suku dari Tujuh Suku di Kabupaten Teluk Bintuni. Nyanyian-kisah itu biasa dibawakan sambil menabuh tifa panjang dan berdansa. Isinya adalah kisah tentang perjuangan atau tentang ungkapan rasa yang terdalam tentang suatu kegembiraan, atau kesedihan atau pergumulan yang mendalam. (Sebagai perbandingan, dalam tradisi Byak ada “wor beyuser” yang sama maknanya yaitu nyanyian-kisah dalam bahasa daerah yang dibawakan sering dalam bentuk pantun atau puisi diiringi tabuhan tifa dan tarian adat).

Baca Juga:  Orang Papua Harus Membangun Perdamaian Karena Hikmat Tuhan Meliputi Ottow dan Geissler Tiba di Tanah Papua

Singkat cerita, di bawah ini nyanyian kisah atau ranu sosiau Bapak Wim Fimbay: “Minggu pagi 10/06/2018 jam 04.00 subuh saya terbangun. Saya pun menabuh Tifa Panjang-alat musik orang Wamesa dan bersenandung “RANU SOSIAU” nyanyian kisah-cara kami orang Wamesa menyampaikan pikiran, perasaan dari lubuk hati yang terdalam.

Saya memikirkan nasib masyarakat adat di tanah adat kami yang kaya dengan sumber daya alam tetapi yang di atasnya masyarakat adat kami belum sejahtera. Eksploitasi kekayaan dilakukan di tanah adat kami, kami pemiliknya, kami mengalami dampak buruknya, dan kami sudah dapat menikmati hasil yang dibagi melalui Pergub Provinsi Papua Barat tetapi bagi hasil itu belum cukup adil.

Dalam keheningan subuh ini, saya menyanyi untuk mengenang nasib saudara-saudara saya dari salah satu marga di Saengga yang sudah menyerahkan seluruh tanahnya untuk Proyek Vital Nasional Tangguh LNG dan saat ini mereka “duduk di pangkuan” tanah marga lain. Ketika anak-anaknya bertengkar dengan anak tetangga pemilik tanah yang mereka tempati dan anak tetangga menangis maka mereka akan diteriaki sebagai “orang pendatang”.

Saya membayangkan dengan sedih masa depan kami jika produksi LNG sudah habis. Apa yang akan kami wariskan bagi anak cucu kami? Apakah hanya rongsokan tengki dan pipa serta bangunan yang tidak terawat bekas-bekas Tangguh LNG seperti rumah hantu? Hati saya hancur.

Jika kami diberi kewenangan mengelola Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas (DBH Migas) dari kekayaan alam kami maka kami akan mengaturnya sesuai kebutuhan jangka pendek dan kebutuhan jangka panjang kami. Kami akan atur juga untuk generasi masa depan.

Baca Juga:  23 Tahun Otsus, Orang Asli Papua Termarginalkan

DBH Migas sudah mulai dibagi tahun 2011. Tahun 2012 kami perjuangkan adanya Perdasus DBH Migas di mana ada alokasi untuk masyarakat adat, di antaranya dana abadi untuk persiapan pasca proyek. Sekarang sudah tahun 2018. Kami sudah kehilangan waktu selama 7 tahun. Jika Perdasus DBH Migas tidak dapat selesai tahun 2018 maka kami harus menunggu 5 tahun lagi. Dan ketika itu UU Otsus sudah berubah. 13 tahun berlalu tanpa hasil bagi masyarakat adat.”

Bapa Wim meneruskan senandung Ranu Sosiau subuhnya: “Tanggal 8 Juni 2018, dalam perjalanan darat 292 Km Manokwari-Bintuni saya merenung. Sepanjang 3 hari (6,7,8 Juni 2018) saya mengalami pertemuan-pertemuan besar mulai dengan Gubernur PB, DPRPB dan MRP PB. Puji Tuhan semua berjalan lancar seperti air mengalir tentang DBH Migas.

Raperdasus DBH Migas kami mulai dorong di tahun 2012 ke Pemerintah Provinsi PB tidak pernah selesai. Saat itu saudara saya Alfons Manibui (Mantan Bupati) bilang “mari kita berpikir out of box untuk menyelesaikan paradoks ini”.
Dan pagi itu tgl 7/6/2018 saudara saya Piet Kasihiuw (Bupati Bintuni saat ini) di depan Bapak Gubernur Papua Barat dengan suara lantang bernyanyi lagi betapa rakyatnya menantikan Perdasus DBH Migas bukan Pergub DBH Migas.

Puji Tuhan Saudara Dominggus Mandacan Gubernur PB dengan suara yang sejuk menyatakan tahap demi tahap beliau pasti menuntaskan semua agenda kerja beliau termasuk Perdasus DBH Migas sesuai janji politik saat kampanye dulu. Dan saat mendengar itu, saya percaya Bapa Gubernur tidak main-main. Saya kenal sosok Bapa DM sebagai sosok pemimpin yang disiplin, jujur dan komitmen yg teguh pada janji sesuai dengan mottonya “membangun dgn hati dan mempersatukan dengan kasih”.

Komitmen Bapa Gubernur PB disambut baik Ketua MRP PB sebagai lembaga representatif Adat, Agama dan Perempuan. Hal ini diikuti juga DPR PB melalui Bapemperda. Semua siap mendukung Perdasus DBH Migas agar (harus) tuntas di tahun ini, tahun 2018.

Baca Juga:  Freeport dan Fakta Kejahatan Kemanusiaan Suku Amungme dan Suku Mimikawee (Bagian 3)

Para tua tua dan Kepala Suku dari Tujuh Suku Teluk Bintuni yang malam ini mendengarkan senandung Ranu Sosiau dari Bapa Wim itu merespons senandung ini dengan antusias. Mereka sepakat mendukung langkah Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni yang disenandungkan dalam Rani Sosiau Bapa Wim Fimbay itu dengan satu tekad bulat : MENDUKUNG PENUH”

Dan kemarin, 28 Juni 2018, bertempat di Kantor DPR Papua Barat, ranu sosiau itu dinyanyikan lagi ketika beliau mendampingi para tokoh adat menyerahkan pokok-pokok pikiran terhadap Perdasus DBH Migas Provinsi Papua Barat kepada Pimpinan DPR PB. Para perwakilan masyarakat adat berharap agar pengesahan Perdasus DBH Migas sudah selesai per Oktober 2018.

Nyanyian-kisah “Ranu Sosiau” advokasi Perdasus DBH Migas Provinsi Papua Barat yang dibawakan Bapak Wim Fimbay ini masih akan terus bersambung selagi belum ada pengesahan dan pemberlakuan Perdasus DBH Migas.

Namun, isi Ranu Sosiau ini memberi pencerahan bagi saya tentang perjuangan yang bukan saja lahir dari pikiran intelektual seorang Wim Fimbay tetapi juga perjuangan yang digumuli dengan doa dan pergumulan mendalam secara adat terhadap aspirasi masyarakat adat pemilik ulayat di mana sumber daya alam berada. Mereka pemiliknya, mereka mengalami dampak buruknya dan karena itu logis jika mereka juga berhak menikmati dampak baiknya secara adil. Perdasus DBH Migas adalah payung hukum bagi pergumulan itu. Itulah yang diperjuangkan.

Selamat berjuang Bapa Wim Fimbay. TUHAN sertai, bimbing dan berkati.

Biak 29.06.2018

 

)* Penulis adalah anak kampung. Tinggal di Biak. 

Artikel sebelumnyaPilgub Papua 2018: Quo Vadis Angka Partisipasi 80%?
Artikel berikutnyaPerumus Kebijakan LN Solomon Islands atas Papua Mengundurkan Diri