Oleh: Yosef Rumaseb)*
Sujud syukur patut kita lakukan karena sampai pada Hari H 27 Juni 2018, proses Pilgub Papua di sebagian besar wilayah provinsi ini berjalan dalam damai. Namun ada catatan yang perlu kita perhatikan untuk menjaga keberlanjutan sujud syukur ini.
Menurut media, pada H – 2 terjadi aksi kekerasan di Nduga yang memakan korban jiwa dan menimbulkan duka bagi Papua sekaligus mengakibatkan penundaan pelaksanaan pilgub di Kabupaten Nduga. Dan pada H + 1 kabar duka juga menyebar karena terjadi tindak kekerasan fatal yang meregut nyawa di Kabupaten Puncak.
Menurut Polda Papua di media, insiden maut ini dilakukan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata; ini mengindikasikan bahwa kejadian ini tidak bernuansa politik. Semoga benar demikian.
Namun, jika “tindakan kriminal bersenjata” itu terjadi karena ada motif politik terkait dengan pilgub Papua (tidak murni kriminal) maka ini merupakan early warning bagi semua pihak untuk tetap bekerja sama menjaga Papua sebagai Tanah Damai.
Pada konteks itu, ada beberapa dinamika yang menuntut kehati-hatian semua pihak. Terutama pihak berwenang.
Pertama, saat proses pemberian suara masih jalan, sudah muncul banyak postingan yang mengklaim kemenangan kubu tertentu. Pemberian suara ditutup jam 13.00 tapi jam 12.00 postingan berisi klaim sudah ramai di medsos. Perlu penegasan resmi dari KPU untuk menghentikan segala klaim ini.
Kedua, beberapa jam pasca pemilihan, media memberitakan pernyataan Pjs. Gubernur Papua bahwa angka partisipasi masyarakat Papua dalam Pilgub berkisar pada 20% (apakah ini kesimpulan terhadap kondisi di Jayapura saja atau se-Papua?) pada hal dana pemilukada mencapai Rp 1 T. Plt Gubernur memberi indikasi bahwa KPUD Provinsi Papua tidak bekerja maksimal terutama dalam proses pemutakhiran data pemilih.
Penjelasan ini patut diklarifikasi. Ada banyak implikasi yang bisa menyulut konflik di sana. Misalnya, jika benar 80 % warga tidak ikut memilih sah kah hasil pilgub Papua? Dan akan jadi lebih ribet lagi jika laporan akhir KPU berbeda dengan pernyataan Pjs Gub misalnya jika KPU mengklaim bahwa angka partisipasi melebihi 20%. Quo vadis 80%?
Ketiga, seolah menjawab tudingan Plt Gubernur, KPUD Provinsi Papua menjelaskan bahwa pemutakhiran data pemilih di Provinsi Papua sudah dilakukan namun mengalami kekacauan dalam e-system dan e-system dikelola terpusat di portal yang diatur di KPU Pusat. Nah loe, kata orang Jakarta.
Pernyataan ini pun perlu diklarifikasi. Benarkah? Jika benar, kenapa itu bisa terjadi? Adakah ini permainan invisible hands untuk mengacaukan DPT melalui e-system KPU? Adakah penyusupan? Tanpa klarifikasi maka keraguan terhadap pengumuman hasil Pilgub Papua akan menimbulkan ketidak-percayaan publik. Bahkan mungkin konflik.
Keempat, sementara di level Provinsi Papua masih berkembang polemik tentang kemutakhiran data pemilih dalam e-system, KPU Pusat sudah mengumumkan hasil quick count satu-satunya yg mengindikasikan kemenangan salah satu paslon dengan perbedaan presentasi kemenangan satu digit (sekitar 4%). Sulit untuk mempercayai pengumuman KPU itu tapi sudah dilakukan dan sudah membentuk opini publik.
Kelima, entah berdasarkan quick count KPU Pusat atau data lain, salah satu parpol secara resmi di Jakarta mengklaim kemenangan paslon dukungannya. Sementara paslon lain menggunakan data perhitungan timses memperlihatkan keunggulan. Proses perhitungan resmi masih berlangsung tetapi opini sudah terbentuk, antara pro dan kontra. Ini pun merupakan api dalam sekam.
Keenam, dua kabupaten tidak kondusif untuk melakukan pemilukada, Nduga dan Paniai. Mereka akan mengadakan pilgub kemudian.
Dinamika ini memberi indikasi bahwa sujud syukur kita karena Pilgub Papua sudah berlangsung damai hingga Hari H mungkin akan mengalami tantangan pasca Hari H. Kerawanan Pilgub pasca Hari H bukan mustahil timbul diakibatkan oleh interpretasi terhadap berbagai klaim kemenangan maupun “kekacauan” e-system data pemilih yg berujung pada ketidakpastian angka pastisipasi 20% versus angka “quo vadis” 80%. Juga pada kecurigaan tentang kekacauan data KPU sebagai indikasi mengenai potensi intervensi invisible hands terhadap hasil akhir perhitungan suara.
Ketenangan pasca Hari H Pilgub Papua sangat tertolong dengan kematangan berpolitik dan leadership dari kedua paslon. Mereka tidak ikut bereforia dalam situasi ini. Tidak satu pun di antara keduanya mengklaim sudah memenangkan hasil Pilgub Papua atau memberikan konfirmasi atau bantahan terhadap klaim yang sedang berseliweran. Leadership ini turut mendinginkan suhu politik. Diam itu emas.
Dan tentu, kita sebagai warga Provinsi Papua berterima kasih atas kinerja pihak berwenang menjaga kedamaian di Tanah Papua dengan berbagai resiko dan pengorbanan. Terutama bagi pihak POLRI.
Semoga Papua tetap damai hingga Gubernur Terpilih dilantik dan terus berlanjut hingga 5 tahun masa kerjanya untuk mewujudkan visi, missi dan janji politiknya berakhir. God bless Papua.
Biak 29.06.2018
)* Penulis adalah anak kampung. Tinggal di Biak, Papua.