BeritaKontraS Surabaya Ajak Masyarakat Lindungi Mahasiswa Papua dari Persekusi

KontraS Surabaya Ajak Masyarakat Lindungi Mahasiswa Papua dari Persekusi

SURABAYA, SUARAPAPUA.com – Federasi KontraS bersama Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Surabaya mengecam keras tindakan sejumlah aparat kepolisian dan TNI yang telah melakukan tindakan paksa pembubaran acara diskusi yang diselenggarakan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) di Surabaya dan Kota Malang pada hari Minggu (01/07).

KontraS Surabaya menilai peristiwa ini merupakan alarm tanda bahaya bagi masa depan demokrasi di Indonesia dengan terancamnya kebebasan berserikat dan berkumpul sebagaimana diatur dalam pasal 28E ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945.

Mereka mengajak masyarakat untuk melindungi dan mendukung hak mahasiswa dan masyarakat Papua menyuarakan ketidakadilan yang mereka alami. Sebaliknya menolak persekusi terhadap mereka.

“Pihak Kepolisian telah menerapkan cara yang salah dan melanggar prinsip HAM dalam menjamin perlindungan atas kebebasan berkumpul dan berpendapat,” demikian siaran pers KontraS Surabaya.

Siaran pers KontraS Surabaya tersebut diterbitkan terkait dengan peristiwa yang menimpa mahasiswa Papua di dua tempat, yaitu di Surabaya dan Malang. Sejumlah aparat dan anggota Ormas tertentu  (versi Kepolisian mereka adalah warga setempat) memaksa para mahasiswa tersebut membubarkan acara Nonton Bareng yang diwarnai oleh tindak kekerasan dan pelecehan verbal.

Menurut siaran pers KontraS Surabaya berdasarkan informasi yang mereka peroleh, pada hari Minggu 1 Juli 2018, sekitar pukul 15.00 WIB mahasiswa Papua yang tergabung dalam AMP bermaksud untuk menyelengarakan diskusi dengan tema Memperingati hari Proklamasi Kemerdeakaan West Papua di Asrama Mahasiswa Papua di Jl Kalasan Surabaya.

Sekitar pukul 15.20 Wib, kurang lebih 15 orang aparat yang mengenakan pakaian sipil, mulai telihat berada disekitar luar halaman asrama. Lalu pada saat diskusi baru akan dimulai, secara tiba-tiba sekitar pukul 17: 15 WIB aparat mendobrak masuk pintu asrama.

Menurut siaran pers KontraS Surabaya, sempat terjadi perdebatan antara aparat dan pihak penyelengara diskusi. Salah satu anggota intel Polrestabes dilaporkan menyampaikan kalimat “Periksa-periksa” kepada anggota yang lainnya. Kemudian salah satu dari aparat mengambil fotokopi materi diskusi dan melihat judul materi yang telah disiapkan oleh Pemantik (Step Pigai).

Baca Juga:  Pilot Philip Mehrtens Akan Dibebaskan TPNPB Setelah Disandera Setahun
Acara Nonton Bareng mahasiswa Papua (Foto: Ist)

Setelah membaca materi mereka menegaskan dengan kata-kata bahwa “kami melarang diskusi maupun aksi yang bersifat menentang negara, dan diskusi ini sudah menentang negara, maka secara tegas kami membubarkan diskusi ini dan tidak usah ada lagi untuk melanjutkan, karena kalian berada di dalam NKRI.

Adu mulut sempat terjadi. Mahasiswa turut terpancing emosi saat mendengar kata-kata kasar berupa cacian dan makian diarahkan kepada mereka. Oknum aparat menyarankan agar topik diskusi diubah sehingga tidak bersifat menentang negara.

Di hari yang sama peristiwa serupa –bahkan lebih parah — terjadi di Malang. Diskusi yang sedianya dilaksanakan AMP Malang dalam rangka memperingati HUT Proklamasi Negara West papua yang ke-47 di sekertariat IPMAPAPARA Malang, Dibubarkan dengan paksa.

Menurut siaran pers KontraS Surabaya, penghuni Kontrakan IPMAPAPARA didatangi oleh pihak RT dan Intel berpakaian preman. Mereka membawa imbauan yang intinya melarang dilaksanakannya kegiatan Nonton Bareng (Nobar) dan Diskusi, yang sebelumnya informasinya sudah tersebar di medsos. Penghuni kontrakan kemudian menerima surat imbauan dan menyerahkannya kepada aktivis AMP, Musa Pekei dan Ferry Takimai. Panitia melanjutkan persiapan mereka.

Pada pukul 18:00 peserta diskusi sudah mulai berdatangan dan diskusi dimulai pada pukul 18.30. Film yang mereka tonton adalah film Sejarah Papua sebagai pengantar untuk disuksi yang dipandu oleh Musa Pekei dan Yustus Yekusamon.

Pada pukul 19:30, saat acara sedang berlangsung, menurut siaran pers KontraS Suranaya, serombongan ormas bersama Ketua RT, mencoba memasuki pintu pagar kontrakan. Kedatangan mereka dihadang oleh petugas keamanan panitia (Yohanes dan Felle).

Baca Juga:  Peringatan IWD Menjadi Alarm Pergerakan Perempuan Kawal Segala Bentuk Diskriminasi Gender

Sempat terjadi proses negosiasi antara mahasiswa dan perwakilan ormas dan apart. Namun pada saat itu dua personal TNI masuk ke dalam kontrakan disusul aparat berpakaian preman. Mereka memaksa peserta diskusi keluar dan tinggalkan tempat diskusi.

Pada saat berlangsung negosiasi, Yohanes dan Felle mendapat pukulan. Wajah Yohanes juga diludahi tanpa ada pencegahan dari aparat keamanan.

Selanjutnya aksi kekerasan terjadi, seperti membanting pintu dan jendela kontrakan, dan pembubaran paksa acara. Peserta diskusi digiring untuk keluar dari lokasi. Selanjutnya personal Ormas dan oknum aparat melakukan penggrebekan kamar-kamar. Merekamenyita barang-barang berupa laptop 8 unit, 2 Hp Opo, 2 Hp Samsung, 1 Proyektor. Sementara itu barang-barang lainnya yang masih di dalam kontrakan yang dikunci dan diamankan oleh warga.

Pada pukul 20.00 Wib Yustus dan Yohanes diijinkan masuk ke dalam kontrakan dan melakukan negosiasi ulang. Mahasiswa penghuni kontrakan diminta meninggalkan kontrakan, namun mereka menolak dan akan tetap menetap di kontrakan tersebut.
Mereka mengatakan akan tetap menempati tempat itu dan akan tidur di sana karena itu merupakan kontrakan mereka.

Yohanes dan Yustus kemudian diseret dan dipukuli keluar dari kontrakan.

Pada pukul 21.00 Wib peseta diskusi yang masih berada di halaman kontrakan dipaksa keluar. Beberapa dari antara mereka terkena pukulan benda tumpul diduga dilakukan oleh aparat dan anggota Ormas. Hal ini memancing kemarahan mahasiswa lainnya, hingga akhirnya terjadi aksi saling dorong dan kericuhan.

Berdasarkan kronologi kejadian, KontraS Surabaya meminta agar Kepolisian RI melakukan evaluasi atas sikap, tindakan dan perilaku aparat dibawahnya yang secara jelas dan nyata anti-demokrasi, melanggar konstitusi, dan menyepelekan hak warga untuk berkumpul dan berekspresi.

KontraS Surabaya juga menuntut Pemerintah Jokowi untuk memastikan Perlindungan HAM dan pemenuhan keadilan kepada Rakyat Papua.

Mereka juga mengimbau masyarakat agar tidak terseret dalam konflik horizontal dengan pemuda Papua.

Baca Juga:  Proteksi OAP, FOPERA Desak KPU RI Menerbitkan PKPU Khusus Pelaksanaan Pemilu di Tanah Papua

“Sesungguhnya komunitas Papua sedang menyuarakan keadilan bagi rakyat Papua, karena itu selayaknya seluruh rakyat Indonesia mendukung suara rakyat Papua,” demikian bunyi pernyataan yang ditandatangani oleh Sekjen Federasi KontraS, Andy Irfan J dan
Koordinator Badan Pekerja KontraS Surabaya, Fatkhul Khoit.

Sementara itu Kapolres Malang Kota, AKBP Asfuri, mengatakan pihaknya akan melangsungkan pertemuan antara mahasiswa Papua dengan masyarakat di lokasi. Pihaknya juga akan meminta perwakilan pemerintah, termasuk DPRD, Camat, Lurah dan RT/RW.

Tujuan pertemuan, menurut Asfuri kepada jawapos.com,untuk mencari solusi terbaik, agar permasalahan ini tidak berkembang. “Masyarakat tidak terprovokasi, mahasiswa juga tidak terprovokasi,” jelasnya.

Dia menyampaikan, jika tujuan mahasiswa tersebut ke Malang untuk belajar, mencari ilmu, ataupun berkembangnya Papua, tentu akan didukung. “Yang penting tidak ada yang melanggar peraturan perundang-undangan atau mengganggu ketertiban umum,” tegasnya.

Ia membenarkan bahwa telah terjadi adu mulut antara masyarakat dengan mahasiswa Papua pada saat mereka melakukan kegiatan diskusi dan rencana pemutaran video peringatan kemerdekaan Papua.

“Masyarakat sudah mendengar informasi tersebut di medsos. Sebelum terlaksana, masyarakat mendatangi (kontrakan), termasuk ketua RT meminta agar mahasiswa ini tidak melakukan diskusi atau pemutaran video tersebut, karena bertentangan dengan NKRI,” jelasnya.

Namun, lanjut dia, terjadi adu mulut. Karena dari pihak mahasiswa ingin tetap melaksanakan. Akhirnya masyarakat pun meminta mereka untuk keluar. Kemudian dari pihak kepolisian datang untuk mengamankan agar tidak terjadi permasalahan lebih lanjut.

Asfuri mengungkapkan, saat itu memang sempat terjadi lempar batu, namun tidak ada korban. Mahasiswa Papua itu pun dibawa dan diarahkan ke Polsek, namun mereka meminta ke Polres dengan berjalan kaki.

“Ya, mereka kesini dan langsung saya temui. Ada sekitar 40 orang yang datang,” kata dia.

Pewarta: Redaksi

Terkini

Populer Minggu Ini:

Presiden Jokowi Segera Perintahkan Panglima TNI Proses Prajurit Penyiksa Warga Sipil...

0
Direktur LBH Papua, dalam siaran persnya, Senin (25/3/2024), menyatakan, ditemukan fakta pelanggaran ketentuan bahwa tidak seorang pun boleh ditahan, dipaksa, dikucilkan, atau diasingkan secara sewenang-wenang. Hal itu diatur dalam pasal 34 Undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.