KPU Papua di Jalan Terjal ke Taman Alam Indah

0
1908

Oleh: Yosef Rumaseb)*

Taman Alam di Tebing Terjal

Bayangkan anda sedang ada di taman bunga yg indah di atap gedung pencakar langit. Keindahan dan kengerian bersatu di sana. Dari puncak gedung pencakar langit itu terbangkan imajinasi anda ke puncak gunung yang terjal di mana juga ada taman yang indah dikelilingi tebing terjal mengerikan. Perbedaan terletak pada taman dan cara mencapai taman di puncak itu. Taman di puncak gedung pencakar langit adalah taman buatan yg dapat dengan mudah dicapai menggunakan lift. Taman di puncak gunung terjal adalah taman alam dan untuk tiba di sana harus didaki dengan susah payah melewati banyak rintangan berisiko.

Perjalanan KPUD Provinsi Papua melaksanakan dan mengawal pilgub Papua lebih mirip perjalanan di gunung terjal menuju taman alam yang indah. Bukan perjalanan mencapai taman buatan di puncak Gedung Pencakar Langit yang mudah dicapai dengan lift.

Banyak tantangan kritis yang mampu dilalui KPU dan mengantar penyelenggaraan pilgub Papua dari proses pendaftaran, seleksi administrasi, kampanye hingga Hari H Pilgub dengan sukses dan damai. Belum tiba di puncaknya karena hasil pilgub belum diumumkan dan Gubernur Terpilih belum dilantik. Tapi sudah mendekati puncak dan keindahan sudah sedikit demi sedikit terlihat.

ads

Tempat Perhentian Keempat 

Saat ini kita di tempat perhentian keempat. KPU Provinsi Papua sudah sukses mengantar warga Papua dalam perjalanan ke taman demokrasi yg indah di puncak terjal itu. Penghentian yang makin dekat ke puncak.

KPU Papua berhasil mematahkan prediksi Bawaslu RI yang sejak awal memberi warning bahwa Pemilukada di Provinsi Papua memiliki Indeks Kerawanan Pemilu Tertinggi se-Indonesia.

KPU tentu tidak kerja sendirian. Ini adalah hasil kerja bareng KPU, Pemprov, Polda, TNI, Pemkab/kota, Timses para paslon dan berbagai komponen masyarakat. Dalam batasan kewenangannya, KPU ibarat dirigen dari paduan suara yang indah ini. Mandor dari pembangunan Taman Indah ini.

Penghentian pertama, pendaftaran Paslon Lukmen dan Paslon Josua. Proses awal pemilihan gubernur Papua dilalui dengan dinamika tinggi yang rentan konflik kekerasan, baik di kubu paslon Lukmen maupun kubu paslon Josua. Proses yang kritikal. Seperti orang berjalan di atas batu panas membara.

Baca Juga:  Vox Populi Vox Dei

Pasangan Lukmen, khususnya Pak Enembe, sejak sebelum pancalonan Paslon Gubernur, diuji ketangguhannya dengan berbagai proses hukum yang dicurigai para pendukungnya sebagai “upaya kriminalisasi untuk mengganjal pencalonannya”. Ribuan people pendukung beliau unjuk power dengan menduduki Kantor Gubernur. Dan akhirnya, Pak Enembe bukan hanya lolos dari uji ketangguhan itu tetapi juga berhasil didukung oleh nyaris seluruh parpol. Nyaris terjadi Paslon Lukmen melawan kotak kosong.

Pada injury time, muncul paslon tandingan yaitu Josua diusung dua parpol dalam hitungan jam sebelum tenggang waktu pendaftaran Paslon Gubernur Papua berakhir. Kemunculan Paslon Josua pada injury time berhasil menggagalkan harapan pendukung Paslon Lukmen untuk menjadikan Paslon Lukmen vs kotak kosong.

Pasca kedua paslon lolos dari uji ketangguhan, rbuan pendukung Lukmen dan pendukung Josua mengantar keduanya mendaftarkan. Dan seleksi administrasi dimulai. Semua usai dengan damai.

Tempat Perhentian Kedua, seleksi administrasi paslon. Pada tahap ini, ketangguhan Paslon Josua, khususnya Pak JWW, lagi-lagi diuji dengan isu ijazah palsu. Proses hukum dijalani. Medsos dibanjiri hujatan kepadanya. Media massa pun digunakan. Akhirnya Josua mampu melewati ujian ini dengan sukses.

Tempat perhentian ketiga : kampanye. Kedua kubu menggunakan masa kampanye untuk mensosialisasikan visi, missi dan program kerja. Termasuk dengan pengumpulan dan mobilisasi ribuan massa. Resiko bagi bentrok antar massa tinggi. Resiko bentrok karena kampanye negatif dan kampanye hitam ada. Bisa bikin konflik dan bentrok. Tapi akhirnya bisa berakhir damai. Tanpa bentrok.

Dari perhentian keempat ini, sudah ada keindahan yang kita nikmati. Taman indah penuh bunga-bunga demokrasi yang dinikmati warga Papua pada 27 Juni 2018 ketika pilgub berlangsung dalam aman dan damai.

Memang terjadi beberapa kejadian gangguan keamanan yang menekan korban jiwa baik di Kabupaten Nduga dan Kabupaten Puncak Jaya yang menelan korban jiwa maupun penundaan pelaksanaan pilgub di Kabupaten Nduga, Kabupaten Paniai dan beberapa kecamatan di luar itu, tetapi masalah yang menyebabkan konflik dan penundaan itu bukan merupakan masalah di wilayah kerja KPU. Lebih merupakan masalah keamanan (Nduga dan Puncak) yang merupakan wilayah TNI/POLRI dan implikasi masalah gugatan hukum (Paniai).

Baca Juga:  Orang Papua Harus Membangun Perdamaian Karena Hikmat Tuhan Meliputi Ottow dan Geissler Tiba di Tanah Papua

Masalah yang terkait kinerja KPU adalah masalah partisipasi rakyat pada Hari H Pilgub 27 Juni 2018. Plt Gubernur Papua menyebut angka partisipasi hanya 20% (tidak setara dengan dana Pilkada sebesar Rp 1 T) sementara KPU Papua menyatakan angka partisipasi yang rendah diakibatkan kekacauan dalam pemutakhiran data DPT terjadi dalam portal e-system KPU yg dikontrol oleh KPU Pusat sambil kemudian mengumumkan bahwa angka partisipasi warga Papua dalam pemilukada secara umum 75% — kecuali di tempat yang belum melaksanakan pemungutan suara.

Dapat dikatakan, secara umum, kinerja KPU mengantar demokrasi di Provinsi Papua sampai perhentian keempat ini sudah maksimal.

Jalan Terjal Masih Panjang

Jika taman indah ini adalah taman buatan yang terletak di Puncak Gedung Pencakar Langit maka proses mencapai puncak relatif mudah. Cukup menekan tombol lift dan lift akan membawa kita ke lantai puncak. Lebih mudah untuk menentukan jadwal waktu kapa
lebih menyerupai perjalanan di tebing terjal. Tinggal satu tahap lagi dan taman alam itu kelihatan, yaitu menghitung dan mengumumkan hasil pemungutan suara. Mudah, semudah menekan tombol lift untuk menuju puncak gedung.

Tapi ini Papua bung. Tapi tidak semudah itu. Masih banyak tempat perhentian lagi sebelum tiba di puncak. Beberapa tempat perhentian itu antara lain adalah pertama, pelaksanaan pemungutan suara di wilayah yang belum melaksanakan pemungutan suara. Ada kabut masalah keamanan dan logistik (dana?) yang berpotensi mengganggu jalannya pemungutan suara sekaligus perhitungan dan pengumuman hasil suara.

Kedua, gugatan hukum. Opini publik Papua sedang dibentuk dengan klaim propaganda tentang kemenangan masing-masing paslon. Ini akan merupakan masalah bagi KPU. Pengumuman yang memenangkan salah satu paslon, apalagi jika dengan perbedaan tipis, rawan gugatan. Gugatan dan proses hukum berikutnya selain makan waktu juga rentan menyulut gesekan people power “pengawal suara” masing-masing.

Baca Juga:  Politik Praktis dan Potensi Fragmentasi Relasi Sosial di Paniai

Ketiga, masa bhakti KPU. Masa kerja KPU yang saat ini ada akan segera berakhir diganti masa kerja komisioner baru. Mungkin, pelaksanaan pemungutan suara di beberapa daerah yang dibayangi masalah keamanan dan logistik (dana) akan dilakukan di masa komisioner baru. Sementara komisioner baru memerlukan masa transisi untuk mengambil alih PR komisioner lama. Apalagi jika nanti mereka akan hadapi gugatan hukum atas perbuatan yang disangkakan kepada komisioner terdahulu. Dan jika para “pensiunan KPU” bersedia dikontrak sebagai narasumber masing-masing paslon maka kita akan menyaksikan panggung politik yg ramai antara KPU vs Paslon yg didukung mantan komisioner KPU dan media.

Cerita masih panjang dan jalan terjal belum berakhir di Taman Alam Demokrasi yang indah.

Pekerjaan Rumah Bersama

KPU masih bekerja menghitung suara. Berbagai klaim kemenangan sudah ramai di jagad informasi. Bahkan psy war untuk KPU dengan pernyataan yang mengindikasikan rencana gugatan pun sudah muncul.

Pada konteks ini mungkin ada baik untuk bersitirahat sebentar di tempat perhentian ke-empat ini. Kalo ada yang mau “petik daun sirih” (buang hajat), silahkan. Kalau ada yang mau menonton bola Piala Dunia, silahkan. Kalau ada yang melakukan tugas negara dan tugas parpol/timses mengawal hasil pemilu pun, silahkan.

Tapi, mengingat pencapaian sampai Tempat Perhentian Keempat ini dilalui bukan dengan lift tetapi dengan mendaki gunung terjal maka alangkah baik jika kita semua mensyukuri pencapaian yang sudah diraih hingga hari ini. Dan memberikan kesempatan bagi KPU untuk mengantar kita melalui beberapa tanjakkan terjal terakhir sebelum tiba di Taman Alam “Demokrasi” yang indah. Klaim kemenangan, propaganda hasil pilgub, statemen tendensius, sebaiknya ditahan. Biarkan KPU bekerja. Ada waktu dan mekanisme untuk menggugat hasil kerja KPU. Saat ini belum waktunya karena mereka belum menyelesaikan pekerjaannya dan medsos maupun pers bukan mekanisme hukum untuk menggugat.

Selamat bekerja KPU. GBU

Biak 2 Juli 2018

)* Penulis adalah anak kampung, tinggal di Biak 

Artikel sebelumnyaKritik Ideologis : Relevansi Marxisme Dalam Gerakan Aktivis Papua
Artikel berikutnyaKontraS Surabaya Ajak Masyarakat Lindungi Mahasiswa Papua dari Persekusi