JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Aksi pengepungan dan pembubaran diskusi yang dilakukan oleh aparat kemanan maupun organisasi massa reaksioner di Kota Malang dan Surabaya beberapa waktu lalu mendapat tanggapan dari Peneas Lokbere, Koordinator Bersatu Untuk Kebenaran (BUK) saat di temui di Waena (09/07/2018).
Lokbere mengatakan agenda 1 dan 6 Juli 2018 dalam bentuk diskusi dan dalam asrama dan tidak mengganggu warga sekitar. Hal ini berbeda jika dalam bentuk panggung terbuka dan dengan suara sound sistem yang besar.
Dirinya menilai pengepungan asrama di Surabaya adalah tindakan serius dan semena-mena yang dilakukan aparat negara dan melibatkan masyarakat sekitarnya untuk “mengancam” mahasiswa Papua. Dan juga terjadi dugaan rasisme.
Kejadian, menurutnya sama seperti sebelumnya, dimana mahasiswa untuk mengasah nalar dan intelektual mereka dipersulit , juga termasuk dalam berserikat, berkumpul untuk menyampaikan pendapat mereka.
“Kalau kegiatan diskusi ini merupakan perasaan empati dari mereka juga notabene juga bagian dari keluarga korban dan mereka dengan sadar menyampaikan kebenaran ini dalam diskusi bersama. Apakah ini salah ? Saya mengecam tindakan yang berlebihan aparat keamanan di Surabaya terhadap adik-adik mahasiswa yang hendak diskusi,” tukas Lokbere.
Selain kasus 1 dan 6 Juli namun juga di beberapa kota studi lain pada tahun sebelumnya alami hal yang sama. Kebebasan mahasiswa sebagai generasi intelektual juga diduga dimata-matai oleh aparat dan juga warga sekitar, bahkan cenderung diadu domba antara mahasiswa Papua dengan warga.
Dalam internal mahasiswa juga perlu mengambil satu solusi terkaitnya dengan fenomena ini. Bisa mreka balik ke Papua jika kemananan mereka terancam.
Sementara itu Antonius Ibra berharap agar para mahasiswa di Papua bersolidaritas terhadap intimidasi dan terror yang dialami oleh mahasiswa di Kota Yogya, Malang dan terakhir di Surabaya.
“Saya harap kawan-kawan mahasiswa di Papua bisa bersolidaritas terhadap keadaan kawan-kawan mahasiswa di Kota Studi Malang dan Surabaya yang alami intimidasi, terror dan hilangnya hak berserikat berkumpul,” ujar Ibra.
Dirinya berharap sepatutnya aparat keamanan bisa melakukan pendekatan yang persuasive dengan mengedepankan dialog , bukan dengan pengerahan aparat keamanan dan warga sekitar.
Pewarta: Arnold Belau