BeritaPGI Desak Aparat Keamanan Hentikan Tindakan Represif di Nduga

PGI Desak Aparat Keamanan Hentikan Tindakan Represif di Nduga

JAKARTA, SUARAPAPUA.com – Majelis Pekerja Harian Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) mendesak aparat keamanan menghentikan tindakan represif di Nduga, Papua dan menyerukan dimulainya upaya-upaya persuasif yang mungkin.

PGI mengatakan penghentian tindakan represif penting untuk dapat menjamin keamanan dan keselamatan dari masyarakat Nduga agar tidak terjadi kondisi krisis berkepanjangan dan trauma yang semakin mendalam.

Hal itu disampaikan melalui siaran pers yang diterima suarapapua.com hari ini (14/07).

Selain meminta dihentikannya tindakan represif, PGI juga meminta aparat untuk membuka akses dan jaminan keamanan dan keselamatan bagi pekerja HAM, jurnalis dan medis.

“Pemerintah Pusat harus segera membentuk TIM Pencari Fakta untuk dapat memverifikasi korban jiwa yang sebenarnya telah jatuh dan menimpa warga sipil di lapangan,” demikian siaran pers PGI.

Selanjutnya PGI juga menilai sudah waktunya dibuka kantor komisi nasional HAM, Pengadilan HAM dan Komisi nasional Rekonsiliasi di Tanah Papua sebagaimana amanat dari Undang – Undang OTSUS pasal 45-47.

Baca Juga:  Kepala Suku Abun Menyampaikan Maaf Atas Pernyataannya yang Menyinggung Intelektual Abun

PGI mengungkapkan bahwa adanya operasi aparat gabungan militer dan polisi terhadap kelompok bersenjata yang diduga kelompok TPN/OPM di perkampungan Alguru, distrik Kenyam, Kabupaten Nduga Papua, cukup mengejutkan. Meskipun demikian PGI memahami bahwa penyerangan yang dilakukan oleh aparat gabungan TNI/Polri adalah bentuk operasi pengejaran kepada kelompok TPN/OPM yang telah melakukan aksi bersenjata yang mengancam keamanan masyarakat sipil.

Sebelumnya, PGI telah menerima data di lapangan bahwa telah terjadi kontak senjata antara aparat gabungan TNI/Polri dengan kelompok bersenjata TPN/OPM sejak 25 Juni 2018. PGI juga mengetahui bahwa upaya dialog dan mediasi telah dilakukan oleh pihak Kepolisian Daerah Papua dan Pemerintah Kabupaten Nduga bersama masyarakat.

Baca Juga:  TETAP BERLAWAN: Catatan Akhir Tahun Yayasan Pusaka Bentala Rakyat 2023

Sehubungan dengan itu, PGI menyesalkan adanya aksi kriminal dari kelompok bersenjata yang diduga TPN/OPM, yang telah melakukan penyerangan dengan sasaran masyarakat sipil. Penyerangan itu berakibat pada jatuhnya korban jiwa 3 (tiga) orang dan salah satu diantaranya adalah anak kecil.

“Tindakan brutal semacam itu adalah tindakan pelanggaran hukum dan HAM yang mesti ditangani secara tegas dan profesional sesuai dengan prosedur hukum dan perundang-undangan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kami mengecam tindakan brutal dari kelompok bersenjata terhadap masyarakat sipil di Nduga,” demikian PGI.

PGI mengapresiasi langkah cepat dari aparat keamanan untuk memberi perlindungan kepada masyarakat sipil, guna mencegah jatuhnya korban jiwa yang lebih banyak. Meskipun demikian, PGI , kami merasa bahwa koordinasi antara aparat keamanan dengan pemerintah Kabupaten Nduga, sangat penting dilakukan.

Baca Juga:  Paus Fransiskus Segera Kunjungi Indonesia, Pemerintah Siap Sambut

“Kami menilai bahwa tanpa koordinasi yang baik dalam upaya pengejaran kelompok bersenjata akan berakibat buruk pada masyarakat sipil lainnya di Nduga. Dampak paling nyata sekarang adalah masyarakat Nduga menjadi panik, takut dan cemas dan mereka lari berlindung di hutan. Aktifitas pendidikan dan perekonomian masyarakat dengan sendirinya menjadi lumpuh,” demikian siaran pers PGI.

PGI berharap semua upaya hukum dan pengamanan yang bertujuan untuk melindungi masyarakat, dapat sejalan dengan usaha mediasi yang dilakukan oleh berbagai pihak bagi masyarakat yang semakin hari diliputi trauma, kecemasan dan rasa putus asa.

“Kami berharap semua pihak dapat bersinergi dengan baik bagi masa depan Papua dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia,” bunyi siaran pers PGI, yang dikirimkan oleh Humas PGI, Irma Riana Simanjuntak.

Pewarta: Wim Geissler

Terkini

Populer Minggu Ini:

Kadis PUPR Sorsel Diduga Terlibat Politik Praktis, Obaja: Harus Dinonaktifkan

0
Kadis PUPR Sorsel Diduga Terlibat Politik Praktis, Obaja: Harus Dinonaktifkan SORONG, SUARAPAPUA.com --- Bupati Sorong Selatan, Papua Barat Daya, didesak untuk segera mencopot jabatan kepala dinas PUPR karena diduga telah melanggar kode etik ASN. Dengan menggunakan kemeja lengan pendek warna kuning dan tersemat lambang partai Golkar, Kadis PUPR Sorong Selatan (Sorsel) menghadiri acara silaturahmi Bacakada dan Bacawakada, mendengarkan arahan ketua umum Airlangga Hartarto dirangkaikan dengan buka puasa di kantor DPP Golkar. Obaja Saflesa, salah satu intelektual muda Sorong Selatan, mengatakan, kehadiran ASN aktif dalam acara silatuhrami itu dapat diduga terlibat politik praktis karena suasana politik menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang dilaksanakan secara serentak tanggal 27 November 2024 mulai memanas. “ASN harus netral. Kalau mau bertarung dalam Pilkada serentak tahun 2024 di kabupaten Sorong Selatan, sebaiknya segera mengajukan permohonan pengunduran diri supaya bupati menunjuk pelaksana tugas agar program di OPD tersebut berjalan baik,” ujar Obaja Saflesa kepada suarapapua.com di Sorong, Sabtu (20/4/2024).

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.